.
.
.
.
.
.
.Ten berdecak sebal. Pasalnya setelah ia selesai mandi tidak ada pakaian dalam di lemari yang bisa ia gunakan.
Baju yang ada di lemari pun semuanya kebesaran untuknya. Ia semakin kesal, tapi mau tidak mau ia harus tetap memakainya.
Setelah memakai baju kebesaran dan celana bahan panjang longgar yang tipis berwarna hitam, ia turun ke bawah bermaksud akan memprotes hal ini kepada sang tuan rumah.
"Hei, orang tua! apa tidak ada pakaian yang pas untuk ku di rumah ini"
Johnny melirik sekilas pada Ten yang berambut basah dan berpakaian longgar.
"Tidak ada"
balas Johnny sambil mengalihkan fokusnya dari Ten.Sang tuan rumah pun beranjak menuju ke kamarnya, namun di belakang Ten terus mengikutinya seperti anak ayam, jangan lupakan ekspresi kesal Ten yang terpampang jelas.
Kamar
Ten sedikit terdiam saat ikut menerobos masuk, desain kamar Johnny benar-benar sangat bagus. Klasik dipadukan nuansa modern.
"Wah, seleramu tidak terlalu buruk"
ucap Ten.Johnny berbalik.
"Sebenarnya apa yang kau inginkan?"Ten mengedikkan bahunya.
"Aku membutuhkan celana dalam"Tanpa meminta izin dan tanpa sopan santun, Ten segera membuka isi lemari Johnny bermaksud mencari celana dalam yang muat untuknya.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
tanya Johnny menginterogasi.Alpha itu tidak bereaksi berlebihan, ia bicara dengan tenang.
"Tentu saja mencari celana dalam, sialan! ck!"
kesal Ten masih sibuk dengan kegiatannya.Ketemu!
Namun seketika ekspresi Ten berubah saat melebarkan celana dalam itu di depan wajahnya.
Kesal
Karena ukuran celana dalam ini besar.
Ten seketika menoleh ke belakang. Disana ia melihat Johnny sedang melipat kedua tangan di depan dada sedang memperhatikan aksinya.
Sang omega refleks melihat ke bagian bawah sang Alpha.
"Gila! Ini sungguh ukuranmu?"
ucap Ten blak blakan.Entah kenapa tiba tiba Ten merasa gugup. Seketika ia sulit menelan salivanya.
Buru buru ia memasukkan celana dalam itu kembali ke tempatnya.
Ia pun memutuskan keluar dari kamar Johnny.
***
Johnny keluar dari kamarnya dengan setelan pakaian lengkap akan pergi ke kantor.
Tiba tiba Ten berdiri di depan Johnny yang sedang memasang jam tangannya.
Johnny menaikkan satu alisnya, menunggu apa maksud pria di depannya ini menghalangi jalannya.
Ten berdehem sebelum bicara.
"Hei Davinson, bisakah kau memberiku uang. Akhir akhir ini aku jatuh miskin"
ucap Ten.Johnny, kaget? Tentu saja tidak.
Dia hanya menatap Ten sebentar lalu melewati tubuh mungil itu begitu saja.
"Hei, apa kau mendengarku! ck! Ayolah kau tidak akan jatuh miskin hanya karena memberiku uang!"
Ten tidak tahu malu. Tentu saja.