pertama, aku selipkan do'a untuk kehidupanku, dan untuknya.
bukan karena hatiku jatuh atas namanya. hanya saja, dia itu seperti ribuan harapku selama ini. apapun yang aku minta, rasanya cepat sekali terkabul hanya karena dia di sisiku.
do'aku juga tidak melulu soal 'semoga dia tetap sehat dan bahagia' tapi untuk keberlangsungannya di kehidupanku yang agak abu-abu ini.
dia dery, sosok yang paling aku tunggu-tunggu kehadirannya. kadang, dia datang saat fajar belum kokoh berdiri. tapi sering pula raganya tidak ada di depan pintu, hanya pesan di pagi hari, titip absen karena sakit perut.
yang pasti. langkahku sekarang beriringan dengan langkahnya. berpacu pada detik yang sama, pada jalan basah yang sama juga.
"udah sarapan?" tanyanya.
aku menggeleng saja. sarapan itu kegiatan yang paling aku hindari hanya karena malas untuk menabung pagi-pagi.
sedangkan dery, dia tipikal orang yang wajib sarapan pagi, minimal satu suap nasi katanya.
"udah bahagia?" dia bertanya lagi. seakan aku perempuan yang sulit mendapatkan kebahagiaan. meski iya tapi ayolah, jangan melontarkan pertanyaan yang dia saja sudah tahu jawabannya.
aku abaikan dia sekali lagi. melangkah satu meter lebih maju. telingaku masih mendengar dia memanggil namaku dan langkah kakinya yang melebar.
"apa?" kataku dengan nada yang terkesan seperti amukan.
dery cengengesan sambil menggaruk tengkuknya sebelum langkahnya menyamaiku. sampai akhirnya, tidak ada lagi yang berani bersuara, memilih bisu ditengah hiruk-pikuk bogor pukul 07.00
gerbang sekolah masih jauh di depan sana. sekitar sepuluh meter lagi kita baru sampai. aku melihat beberapa anak sudah melewati pagar sambil bergandengan tangan, entah dengan temannya atau pacarnya, mungkin.
aku dengan dery?
tidak. kita tidak punya hubungan apapun selain teman dan akan tetap menjadi teman. itu kata dery setahun lalu."mau aku gandeng juga, nggak?" kata dery. aku pikir dia masih asik dengan ponselnya, ternyata ikut menyaksikan pemandangan pagi ini juga.
aku tak menggubris di awal, pura-pura tuli padahal ajakan itu sangat jelas aku dengar.
namun, dery tetap dery. dia menggenggam tanganku tanpa persetujuan, memasukkannya pada kantong hoodie ungu yang dia pakai.
aku jelas marah, mencoba menarik paksa tanganku, hakku, tapi tenaga dery jauh lebih kuat.
sampai pada titik dimana kesalku meluber tapi tak dia gurbis juga, aku sadar kalau menerima tidak selamanya sulit diterima.
dery berbisik. "biar kayak orang-orang, an."
kata dery, aku lucu kalau di foto
tapi kataku, aku terlihat buruk rupa jika bergayakalau mau, sudah ku buang kameranya ke dalam danau, lebih lagi ku lempar ke tengah jalan. agar dia berhenti mengoleksi wajahku yang sering terlihat sembab.
KAMU SEDANG MEMBACA
pancarona, hendery.
Storie brevi- t a m a t "kamu tahu? seperdua dari hidupku, aku habiskan dengan pertanyaan kenapa dan mengapa."