piggyback rides

345 28 0
                                    

Author's Note:

Happy reading
and
Enjoy

- bleumont -

————————

Piggyback Rides

Genangan air di tanah memantulkan refleksi. Pasukan-pasukan Marley yang selamat, berbaris dengan rapi menuju tenda. Puluhan tandu, diangkut oleh mereka yang masih memiliki anggota tubuh lengkap. Seragam di tubuh mereka tampak lusuh. Begitu juga raut wajah mereka yang lesu.

Mereka kalah dalam peperangan ini. Komandan Magath menarik seluruh pasukan. Beserta dua orang Eldia yang menjadi titan shifter. Porco Galliard dan Pieck Finger.

Kelompok Panzer tampak melambaikan tangan kepada Pieck dengan raut wajah letih. Pieck balas melambai dan tersenyum lesu. Empat bulan berturut-turut dalam bentuk Titan Pengangkut, membuat tubuhnya letih. Ditambah empat orang dari kelompok Panzer yang berada di punggung titannya, menambah keletihan di tubuh mungil Pieck. Untuk berjalan saja, Pieck sudah tak sanggup.

Pieck bergeser ke samping dan berhenti melangkah. Ia butuh kruk. Sepanjang jalan, ia belum menemukan prajurit dengan lengan ban medis. Pieck menghela napas pelan. Matanya yang sayu, tampak semakin sayu. Ingin rasanya, berjalan merangkak, pikir Pieck.

Tidak peduli dengan tatapan prajurit-prajurit itu, Pieck segera berlutut di atas tanah basah. Perilakunya, mengundang tatapan bertanya dari para prajurit. Kedua telapak tangannya menyentuh tanah basah itu. Pieck mulai merangkak perlahan.

Bisik-bisik dari prajurit dalam barisan membuar Porco mengernyitkan alis. Raut wajahnya sungguh lesu. Luka di punggungnya terasa nyeri, mulai mengecil. Sebelum perang berakhir, pasukan musuh mengincar tengkuk Titan Rahangnya. Mereka berhasil melukai tengkuk Titan Rahang dan si pemilik titan. Punggungnya terkena peluru anti titan.

Porco menolak untuk di tandu dan memilih berjalan. Sesekali wajahnya tampak meringis. Menahan rasa sakit di punggung. Giginya gemererak. Rasa nyeri di punggung, sungguh luar biasa. Namun, bisik-bisik prajurit di barisan depan, membuatnya penasaran. Porco mencondongkan tubuh ke depan, "Ada sesuatu?" bisik Porco kepada prajurit di depan.

Prajurit itu menoleh sekilas, "Finger. Berjalan merangkak."

Porco mengatupkan bibir. Alisnya semakin tertaut. Seketika, raut wajahnya berubah. Tak lagi lesu, melainkan terganti dengan rasa khawatir.

Porco melengkungkan bibir ke bawah. Apa yang ada dalam pikiran Pieck? batinnya tak percaya.

Mengapa ada wanita yang begitu ceroboh? Porco tak habis pikir. Jumlah prajurit Marley wanita dan pria berbanding jauh. Apa Pieck sudah gila? Apa ia tak memikirkan dirinya sebagai wanita?

Keterlaluan, batin Porco geram. Tangannya mengepal.

Netra hazelnya meliar. Mencari sosok Pieck di antara barisan prajurit. Porco tak menemukan sosok Pieck dalam barisan. Ia keluar dari barisan prajurit. Pandangannya menyapu permukaan tanah di depan. Mencari sosok Pieck yang merangkak.

Rasa sakit di punggungnya tiba-tiba lenyap. Berganti dengan rasa khawatir dalam dada. Guratan merah di kedua pelipisnya masih kentara. Ia bercelingak-celinguk. Mengundang tanda tanya prajurit yang lain.

Netra hazel miliknya menemukan sebuah bayangan—seperti gundukan. Beberapa meter di depan. Tanpa pikir panjang, Porco berlari menghampiri gundukan yang ia lihat.

Benar saja, bayangan atau gundukan yang ia lihat adalah Pieck. Porco segera berlari dan berhenti di depan Pieck. Wajahnya cemberut. Ia segera berjongkok di depan Pieck yang berjalan merangkak.

"Naik ke punggungku," Porco mengulurkan tangannya ke belakang. Ia menoleh sekilas ke arah Pieck.

Pieck menatap punggung Porco. Luka akibat tembakan sebelumnya sudah mengecil, "Kau terluka, Pock."

Porco menggeram pelan. Sudah dibantu masih saja bertanya, "Cepat naik!"

Pieck mengangguk patuh. Tubuhnya sangat letih. Pieck mendekat ke tubuh Porco dan mengalungkan kedua tangannya di leher pemilik Titan Rahang. Pieck menghembus napas lega.

Mengabaikan rasa sakit di punggung. Porco membenarkan posisi Pieck, "Pegangan yang erat, atau kita sama-sama jatuh," ucapnya cuek. Pieck balas menggumam.

Porco segera bangkit dan mulai berjalan di luar barisan. Mengabaikan tatapan kagum, iri dan dengki prajurit yang berbaris rapi.

Pieck menggumam kembali dan mengeratkan kedua lengannya, "Pocko," panggil Pieck lemah.

Yang dipanggil berdecak kesal, lalu menjawab, "Apa?" ketus Porco.

Tertawa lemah. Pieck mencoba mencubit pipi sebelah kiri Porco, "Pipi tembammu menghilang," Pieck berniat menjahili pria yang memberinya tumpangan. Pieck tahu, Porco mewarisi Titan Rahang. Membuat rahang si pria menjadi tirus setelah bertranformasi menjadi Titan Rahang. Termasuk lemak di pipi si pria.

Porco menjauhkan wajahnya dari tangan jahil Pieck, "Hentikan!"

Senyum merekah di wajah letih Pieck, lalu membenamkan wajahnya di leher Porco. Menutup kedua mata, "Punggungmu terluka dan ditambah dengan beratku, bukankah semakin sakit?"

Pieck sudah kehabisan tenaga.

"Dibandingkan dengan ribuan pasang mata yang menatapmu, tidak sebanding rasa sakitnya."

Porco menanti jawaban dari Pieck. Namun, tidak ada jawaban dari wanita ia gendong di punggung. Ekor matanya melirik ke samping. Melirik dengan kesal. Mata sayu yang menjadi ciri khas si wanita tertutup. Wajah yang senantiasa tersenyum lembut, kini terlihat letih. Ditambah dengan deru napas si wanita yang stabil. Tatapan Porco melembut.

Menggelengkan kepala dan menyeringai. Porco kembali melanjutkan perjalanan. Menuju tenda.

Tidur yang nyenyak, Pieck. Ucap Porco dalam hati.

- the end -

A  Prompt Collection of PokkoPiku [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang