angan

182 22 2
                                    

Dari tiga ratus enam puluh lima hari. Terdapat satu hari khusus bagi bangsa Eldia di Marley. Satu hari khusus, dimana bangsa Eldia dipersilakan untuk berjalan-jalan keluar dari zona pengasingan. Satu hari khusus, yang diberikan pemerintah. Dengan tanggal yang tidak menentu. Tergantung pemerintah yang mengumumkan.

Satu hari dimana para Pejuang Marley berdarah Eldia menikmati hari libur. Jalanan kota dipenuhi oleh bangsa Eldia yang menikmati kebebasan. Mereka saling bercengkrama penuh suka cita. Anak-anak berlari dan tertawa. Suara tawa dan canda riang terdengar sampai di penghujung jalan.

Para Pejuang Marley berjalan beriringan. Saling bercerita tentang misi mereka. Ada Reiner yang baru pulang dari misi panjang, sedang bercerita kepada Zeke, Pieck dan Porco—yang baru pulang dari peperangan. Mereka mendengarkan kisah Reiner.

Sebagai Pejuang, mereka dihormati dan disapa oleh penduduk. Pieck tersenyum ramah. Seorang anak perempuan datang menghampiri Pieck. Memberi sebuah apel merah yang besar kepadanya. Wajah si anak merona kala Pieck menatapnya. Anak perempuan itu menundukkan kepala. Tersipu malu.

"Terima kasih, cantik," Pieck mengusap rambut anak perempuan itu. Pipi anak perempuan itu bersemu dan berlari.

Pieck tertawa pelan. Tangannya memasukkan apel merah itu ke dalam saku mantel putih. Pieck kembali berjalan bersama para Pejuang Marley. Mereka sedang tertawa bersama, saat Gabi Braun memanggil Reiner.

Pria yang baru kembali dari misi panjang itu menoleh ke Gabi. Kemudian berpamitan dan pergi. Tak berselang lama, seorang remaja pria menghampiri Zeke. Colt Grice, namanya. Zeke pun berpamitan dan berbicara sesuatu pada Colt. Pieck melihat sekilas. Sepertinya pembicaraan yang penting.

Tersisa Pieck dan Porco. Pieck tidak canggung berdua dengan Porco. Mereka sudah berteman dari kecil. Dua orang Pejuang Marley itu berjalan beriringan. Porco berjalan dengan kedua tangan berada di belakang tubuh.

"Tidak merayakan festival dengan orang tuamu?" tanya Pieck memulai percakapan.

Porco melirik si gadis dan menggeleng, "Tidak. Mereka sudah pulang tadi siang."

Hening menyelimuti mereka berdua. Porco tidak mau menyinggung Ayah Pieck. Takut membuat Pieck sedih. Tapi, ia juga tidak punya topik lain. Ia dan Pieck sering menjalani misi bersama.

Porco menatap anak kecil yang berlarian, "Kau dikagumi anak-anak di sini."

Pieck tersenyum. Lembut, "Aku tak menyangka."

Porco mengangguk. Menyetujui pendapat Pieck. Siapa yang menyangka, seorang Pejuang Marley berdarah Eldia dielu-elukan oleh rakyat Marley? Satu-satunya pejuang yang berhasil merebut hati rakyat Marley adalah Pieck Finger.

"Hanya kau..." Porco menggantung ucapan. Terdistraksi oleh sepasang muda-mudi yang memadu kasih di balik toko. Pipinya bersemu. Membayangkan, jika itu dirinya dan Pieck.

Porco membuang wajah. Angan-angan terpendamnya adalah dapat hidup panjang dan berkeluarga. Hidup bahagia bersama Pieck dan anak-anak mereka.

"Hmm?" Pieck menatap Porco dengan pandangan bertanya.

"Ugh... sampai mana tadi," Porco menggosok hidungnya yang tak gatal.

Gadis di samping Porco tertawa. Membuat Porco menoleh ke arahnya, "Kenapa?"

Pieck menutup mulutnya. Meredam suara tawanya, "Kau lucu saat salah tingkah, Pok."

"Tidak."

"Iya."

"Tidak."

Pieck diam beberapa saat. Mata sayunya menatap lurus ke depan, "Aku juga melihatnya, kok," terang Pieck.

A  Prompt Collection of PokkoPiku [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang