01. Awal dari semuanya.
****
SUARA sendok dan piring terdengar saling beradu di keadaan hening antara dua keluarga yang makan dengan khusuk tanpa gangguan.
Tidak ada yang berbicara hingga makanan dipiring mereka habiskan.
"Nara?"
Nara yang sedari tadi melamun menoleh pada wanita yang sekiranya berumur 65 tahun keatas, masih terlihat cantik dengan hijab putih menutupi rambutnya.
"Iya, Nek?"
Rima tersenyum penuh harap, "Sudah program hamil?"
Nara tidak langsung menjawab, perempuan itu menatap pada laki-laki yang hanya diam mendengarkan, meminta agar laki-laki itu sedikit membantu.
"Nara dan Genta masih sekolah, Nek."
Gentala Alfian, Laki-laki dengan iris mata tajam, menjawab pertanyaan sang Nenek dengan penuh pengertian, berharap wanita tua itu paham.
"Tapi kan sebentar lagi lulus, Genta."
Nara dan Genta menikah tahun lalu, atas paksaan Rima tentunya. Wanita itu sudah tua, katanya ingin sekali memiliki cicit, karena Genta satu-satunya cucu laki-laki jadi Rima begitu berharap akan Genta.
"Nenek ga minta macam-macam Genta, hanya itu saja. Nenek pengen liat keluarga kecil kamu sebelum nenek tiada," Rima memasang wajah sendu agar cucunya luluh.
Genta mendengus kasar, selalu itu saja yang menjadi alasan dari neneknya.
"Kamu kan sudah bekerja, juga sebentar lagi lulus" lanjut Rima
"Tapi Nara masih kelas 11,"
"Sudahlah Genta, turuti saja yang nenekmu katakan. Jangan mengecewakannya! Kamu tidak ingat? Dia selalu membangga kan dan begitu memanjakan dirimu, Tidak patut sekali jika permintaan kecilnya tidak kamu turuti!"
"Dasar cucu pembangkang!"
Kali ini bukan lagi dengusan yang di lemparkan oleh Genta, melainkan umpatan dan tatapan tajam, melihat penuh pada Aryo, adik ayahnya.
"Om ga usah banyak cincong deh, kenapa emang? Iri?"
Aryo menggeram kesal, menatap penuh kebencian pada laki-laki yang sialnya adalah keponakannya.
"Kamu ini tidak bisa berbicara lebih sopan, huh? Tidak diajarkan sopan santun sama orang tua kamu yang ga pernah pulang itu?"
"Sialan lo, Aryo!" Umpat Genta
Suasana yang tadinya hening langsung ramai seketika, ketika Genta bangkit dari duduknya lalu menarik kerah kemeja milik Aryo tanpa takut.
Hampir saja ia melayangkan bogeman mentan pada pria paruh baya tersebut, namun Nara menahan tangannya dengan gelengan pelan.
"Minggir, Gue ga suka ada orang yang ikut-ikutan masalah-"
"Nara bakal ikut program hamil."
Genta mengalihkan atensi nya pada Nara yang memotong ucapannya. Tidak menyangka dengan jalan pikir gadis ini.
"Lo jangan asal ceplos, Nar!" Peringat Genta
"Kamu serius, Nara?" Kali ini istri Aryo ikut bertanya.
Nara menoleh lalu mengangguk mantap, "Iya tante."
Laura menatapnya ragu, menurutnya Nara terlalu gegabah dengan keputusannya "Kamu sudah berpikir tentang dampaknya, Sayang? Maksud tante kamu ini masih muda,"
"Aku sudah yakin tante, hal ini sudah cukup lama dipikirkan,"
*****
GENTA menarik kasar tangan Nara masuk kedalam kamar, menatap tajam pada istrinya itu yang terlihat tidak ragu dengan ucapannya waktu di meja makan.
"Lo gila, huh?" Kata Genta penuh penekanan "Ucapan lo tadi di anggap serius sama Nenek!"
"Gue emang serius" balas Nara langsung, seakan menantang Genta yang sudah panas ditempat.
"Lo bakal Nyesel kalau gini caranya, tolol!"
"Gue ga bakal nyesel,"
Genta menatap remeh pada Nara yang dengan beraninya meletakkan tangan pada dada bidang miliknya "Lo mending istigfar, di pikir hamil itu ga susah."
Nara yang asik menggambar abstrak pada dada Genta, sedikit mendongak menatap wajah tampan suami nya.
Walaupun sedikit takut menatap mata tajam didepannya, tapi tetap saja ia beranikan diri.
"Kenapa, Lo ga bisa hamil in gue?!"
Sontak saja wajah Genta yang sedari tadi datar, langsung berubah kala mendengar ucapan lantang dari Nara.
Sebagai laki-laki tentu saja ia merasa diremehkan.
"Lo pengen banget kayanya ngandung anak gue, Nar."
Laki-laki yang masih memakai kemeja, sepulang bekerja itu menatap intens pada Nara yang terlihat mendadak cemas ditempat.
Tiba-tiba saja perempuan itu menyesal akan tindakan tanpa pikir panjangnya.
"Kenapa?" Genta bertanya remeh ketika melihat Nara mundur selangkah.
Perempuan dengan rambut pendek sebahu itu meneguk saliva kasar. Wajahnya mendadak pucat pasi ketika merasakan Genta mendekat lalu memegang pinggangnya erat.
"Lo jangan kurang ajar ya, Genta!" Tunjuk Nara, ketika merasakan tangan laki-laki itu memasuki kaos miliknya, dan mengelus pinggang hingga perut dengan sensual.
"Kurang ajar sama Istri sendiri loh ini," kata Genta menggoda Nara yang sudah memerah.
Mata Genta turun pada bibir mungil milik Nara, laki-laki itu meneguk saliva nya. Mendadak tubuhnya panas dingin karena tindakannya sendiri.
"Gue pengen hisap bibir lo, Nar."
Belum dijawab oleh sang empu, tapi Genta sudah melakukan aksinya tanpa persetujuan. Nara melotot tidak terima, tangannya dengan aktif memukul tangan suaminya itu tapi Genta seakan tuli.
Ciuman Genta turun kearah leher jenjang perempuan yang ada dalam dekapannya, tanpa memikirkan risiko akan perbuatan nya setelah ini, Laki-laki itu mendorong Nara ke arah ranjang dengan kasar.
"Shh Gentaa please.. ahh,"
Nara yang awalnya menolak seolah hilang akal setelahnya. Tidak lagi ia berontak akan tindakan Genta padanya. Perempuan itu perlahan lahan mulai menerima dan membalas setiap kecupan yang diberikan suaminya.
Yang ada di pikirannya saat ini hanya melakukan itu dan tidak pusing lagi memikirkan permintaan nenek Genta yang tidak ada habisnya.
Tanpa memikirkan dampak buruk yang bisa saja terjadi setelahnya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMANTARA
RandomTentang Gentala Alfian, seorang laki laki dengan berbagai sifat yang tidak bisa dibaca. Terkadang berubah menjadi begitu hangat, namun bisa menjadi tidak tersentuh. Dan takdir mempertemukannya dengan Anara Jeyna Serra, dalam hubungan Suami istri kar...