07. KELUARGA KECIL NARA KALAU AKUR, ADEM.
****
NARA berjalan masuk kedalam rumah mewah miliknya, perempuan itu baru saja membeli didepan kompleks bersama ibu ibu sekitar perumahan.
Walaupun terkenal dengan kompleks perumahan mewah, tapi masyarakat nya sangat ramah dan solid, tak jarang mereka mengobrol didepan taman ketika sore hari, sambil menjaga anak-anak bermain.
"Dari mana?" Tanya Genta langsung.
Laki laki tanpa atasan itu menggendong Kian yang hanya memakai popok, ditangan kiri. Sedangkan tangannya kanannya digunakan untuk memberi ikan Koi makan.
"Beli sayur, kol untuk Kian habis,"
Kian yang mendengar namanya disebut, menengok seketika "Tian nda cuka tol,"
"Ndak cuka ndak cuka, tapi kalau dimasak habis juga," kata Nara, matanya masih fokus menatap bahan masakan di kulkas.
Kian mendelik melihat mamanya yang menyindir "Tian nomongnya nda cuka kol, ukannya nda cuka cayul kol,"
"Tos dulu dong" Genta mengepalkan tangannya yang langsung dibalas sang anak.
Genta terkekeh geli, mencium tubuh khas balita milik anaknya dengan gemas. Kian yang merasa kegelian karenanya ikut tertawa heboh.
"Agi Pa! agi!" heboh nya
"Lagi?"
"Iya agi agi hahahah"
"HAHAHA"
Kian menatap Mamanya yang asik fokus pada potongan sayur "Ma! Au di tium apa uga nda?"
Bukannya menjawab Nara malah melotot garang dengan pipi bersemu merah,
"Napa?" Tanya Kian bingung
Genta ikut menatap geli "Mama ga mau cium disini, Kian,"
"Telus au na timana?"
"Di kamar," bisik Genta pelan, namun masih dapat ditangkap Nara dengan bagus.
"GENTA! Jangan aneh aneh ya!"
"Taudah, tium di kamal aja,"
Ya tuhan, rasanya Nara ingin hilang untuk saat ini, Kian masih belum puas membuat Ibunya malu ternyata.
Genta memindahkan Kian ke dalam pangkuannya, ia terlihat pura pura berfikir ketika anak itu menatap padanya "Nanti, sekalian bikin adek buat Kian,"
Pletak
"Awshhh Sakit bego!"umpat Genta langsung merasakan jitakan di dahi, seakan lupa anaknya ada didepan.
Plak
"Aduh!"
"Udah punya anak, ga usah kayak anak muda lagi ya Papanya Kian!" Sindir Nara berlalu pergi
"Tambah kurang ajar ya lo," lanjut laki laki itu menahan kesal,
Nara memasang wajah tidak peduli, dengan angkuh wanita itu kembali pada kegiatannya.
Kian mengerjap, balita itu bergerak berdiri dipaha ayahnya dan menyandar pada kepala sang ayah.
"Tium Tian agi Pa," mintanya ketagihan,
Kian yang bocil aja ketagihan, apalagi Nara coba.
"Udah, nanti sakit kebanyakan ketawa," ujar Genta setelahnya.
"Papa ga celu,"
Nara melihat langsung pada Kian yang memberontak ingin diturunkan dari gendongan Papanya. Kayaknya si bocil mode ngambek.
Genta juga acuh tak acuh saja, setelah menurunkan tubuh Kian, laki laki itu malah lanjut memegang ikan peliharaannya.
"mau dimasakin apa?" Tanya Nara pada suaminya, namun yang menyahut malah anaknya.
"Au macak itan,"
Nara mendelik pada Kian yang sudah menggapai kursi untuk mengambil ikan di dalam kulkas, "Eitsss" peringat Nara, menahan pintu kulkas agar tidak dibuka "Mama nanya papamu, bukan kamu."
"Tan cama aja,"
"Papa ga suka ikan," Nara masih tidak mau mengalah.
"Tapi Tian cuka itan,"
Sama seperti namanya jika di balik, Kian sangat menyukai makanan yang berbau Ikan. Berbeda dengan Genta yang tidak suka sama sekali pada jenis yang satu itu, katanya Genta Ikan itu amis.
Tapi itu tidak berlaku pada Ikan Koi miliknya, kadang sering bertengkar juga, karena Nara bilang ikan Koi milik Genta itu anyir.
"Kamu yang suka Ikan, bukan Papa," Tekan Nara, membuat Kian diam tidak berkutik.
Dapat dipastikan Kian akan menjadi pemuda penyabar, karena sudah terlatih mengalah sejak dini.
"Aku nanti mau liat toko kue, udah lama ga kesana," ujar Nara pada Genta,
"Oke," jawabnya singkat
Nara menghela napas pelan, bukan ini respon yang ia mau. Pergerakan Nara yang melambat saat memotong sayur Kol dapat dilihat jelas oleh Genta yang duduk di meja makan. Sesekali menyuapi buah pisang pada Kian.
"Ekhem, perkembangan toko kamu gimana?" Tanya laki laki itu akhirnya.
Nara melihat kebelakang, ada senyum di wajahnya "Sejauh ini baik, tapi mbak Intan meng-ngundurkan diri."
Genta mengernyit heran "Intan yang akrab sama kamu itu?"
"IYA!" Jawab Nara antusias, senang karena Genta tidak melupakan cerita darinya.
"Kenapa?"
Sungguh Nara ingin tertawa mendengar nada terpaksa dari ayah anaknya itu "Dia pulang kampung, anak nya sakit katanya,"
"Anaknya seumuran sama Kian loh, cantik" lanjut Nara, kali ini tatapannya terarah pada Kian yang cemberut.
Seakan tahu maksud Nara, Genta mendengus "Jangan mikir untuk jodoh in, Nar. Ga semua perjodohan berakhir kaya kita,"
Nara tertawa "Bercanda,"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
BUMANTARA
RandomTentang Gentala Alfian, seorang laki laki dengan berbagai sifat yang tidak bisa dibaca. Terkadang berubah menjadi begitu hangat, namun bisa menjadi tidak tersentuh. Dan takdir mempertemukannya dengan Anara Jeyna Serra, dalam hubungan Suami istri kar...