LUKA DARI ADINDA

1.9K 95 0
                                    

10. LUKA YANG DIBERITAHU ADINDA

****

Adinda Zaire
Gue udah di depan yawww!

PESAN berisi pemberitahuan dari Adinda, teman masa kecilnya membuat Nara secara spontan mengangguk. Diliriknya Genta yang sedang bermain PS di atas karpet abu abu. Pun dengan Kian yang tertidur lelap.

Jam menunjukkan pukul 20.30 sekarang. Sengaja pergi malam, karena ingin melihat bintang dan menghabiskan malam bersama Adinda, sesuai permintaan gadis itu.

Selesai berpamitan dan memberi beberapa pesan pada suaminya, Wanita itu segera beranjak keluar.

Langsung disuguhi pemandangan dimana Adinda berdiri didepan mobil Civic merah miliknya. Pakaian perempuan itu tertutup dengan masker yang melengkapi.

"Gini amat hidup publik figure,". Cetus Nara menggoda "Berasa main sama buronan gue,"

Adinda mendelik, mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Jarang sekali rasanya mereka menghabiskan waktu, setelah sibuk dengan kehidupan masing-masing.

"Di ingat ingat, kok gue mau ya hidup dikekang kayak gini, Nar?"

"Lo ga bakal dikekang, kalau lo bisa tegas sama netizen."

Adinda mendengus kasar "Kalau gue ngelawan yang ada kabur fans fans gue,"

"Kalau fans lo emang suka sama karya lo, mereka ga bakal pergi." Ujar Nara, dilihatnya Adinda yang melepaskan masker dengan sebelah tangan.

Perempuan itu juga melepaskan tudung hoodie miliknya, memperlihatkan rambut yang biasanya pirang panjang sebahu sekarang hitam pendek se leher.

Awalnya Nara kaget, tapi Kata Adinda tuntutan pekerjaan.

"Lo jangan ngomong gitu, Dejavu rasanya."

Nara yang tidak tahu maksud Adinda memilih diam, hingga mereka sampai di sebuah tempat didataran tinggi, yang langsung menyajikan pemandangan kota dibawah sana.

"Lo mau apa? Biar gue pesenin,"

"Coffee biasa."

Adinda mengangguk perempuan itu membiarkan Nara pergi terlebih dahulu ke sudut kiri tempat yang menjadi favorite mereka sejak dulu.

Disini cukup ramai, oleh karena itu Mereka lebih suka di paling pinggir kiri. Karena jarang yang mengambil tempat disana.

"Mobil lo yang tadi dimodif, lagi?" Tanya Nara ketika Adinda meletakkan segelas kopi didekatnya.

"Iya, roda nya gue tuker. Pasang Stiker sedikit bagian belakang Sama knalpot gue ganti."

Adinda ikut duduk lesehan disamping Nara yang menatap kearah depan. Diletakkannya sandal dibawah agar celana tidak terlalu kotor.

"Di tempat nya Genta," lanjutnya

"Modif nya?" Tanya Nara yang dibalas anggukan "Lain kali kalau lo modif kesana lagi, ga bakal gue bolehin, apalagi modif kayak begituan, bukannya bagus malah burik,"

Adinda mendelik, dari dulu Nara memang tidak menyukai hobinya yang satu ini.

"Ga bisa dong, Nar" cegah Adinda

"Di tempat Genta itu kalau mau modif bagus, kita bisa konsul bagaimana bentuk modif nya. Selera mereka disana juga bagus."

"Konsul konsul udah kayak penyakit aja," cibir Nara sensi

"Jangan sampe ya lo larang Genta, Gue udah naksir nih sama cara kerja bengkel dia," lanjut Adinda tanpa menghiraukan Nara

Nara mendengus, masih tidak suka dengan hobi perempuan itu "Bagus apaan? Suara knalpot kayak suara motor rusak lo bilang bagus,"

Tidak lagi Adinda membalas ucapan Nara. Perempuan itu lebih memilih meminum kopi susu ditangannya dengan sesekali melirik sinis.

"Nda,"

"Apo?"

Nara berdehem sejenak "Laskar bentar lagi nikah kan?" Tanyanya

"Iya, Minggu depan ya katanya?" Sahut Adinda enteng. Seolah tidak ada beban.

Memang harusnya begitu bukan?

"Lo pergi?" Tanya Adinda dengan nada biasa.

Nara mengangguk singkat "Dia teman Genta. Kalau bukan malas banget gue ikut,"

"Temanin suami anjay" kata Adinda tertawa pelan "Gue juga pergi, mungkin."

"Lo pergi?" Tanya Nara kaget.

"Iya, calon Laskar temen gue. Dia baru aja bergabung jadi Brand Ambbasador,"

Nara mengernyit mendengar nya "Tapi kok ga pernah photoshoot bareng?" Tanyanya penasaran,

Adinda merangkul Nara disamping, wajahnya tersenyum songong "Iyalah, Dia BA gue GA,"

"Sombong," ketus Nara.

Adinda tertawa keras menanggapi nya, Lain dengan Nara yang melirik sinis. Jarang jarang gadis itu memamerkan prestasi yang ia gapai.

"Lo gapapa?" Tanya Nara akhirnya, hati hati.

Sontak tawa pelan keluar dari bibir kecil Adinda, ia menggeleng.

"Emang gue harus gimana selain gapapa? Gue sama dia udah jadi mantan dari lama, Nar."

"Tapi kalian terakhir kali, belum selesai" Ucap Nara masih berusaha.

"Semua udah selesai di akhir kita ketemu. Dia pergi, dan itu udah jelaskan semuanya, Right?"

Nara menatap Adinda yang masih keras kepala "Tapi lo ga tau alasan dia pergi hari itu. Lo masih ada waktu kalau mau balikan sama--"

"Nar lo gila? Mereka mau nikah dan lo harap gue datang di tengah mereka? Lo ga mikirin cewek nya?" Ujar Adinda tajam

"Dia yang pergi, dan gue ga mau nurunin harga diri cuma buat laki laki brengsek kayak dia," lanjutnya.

Nara tidak bisa lagi melanjutkan ucapannya ketika Adinda menatapnya memohon agar tidak melanjutkan pembicaraan.

"Dinda, maaf kalau gue salah ngomong,"

Adinda mengangkat pandangannya ke depan, wajah yang terpoles make up itu terlihat sedikit sayu sekarang.

"Seperti kata Laskar dulu Nar, Anak perempuan yang selalu terlengkapi akan kasih sayang dari Ayah dan Abangnya ga pantes dapet laki laki yang sama kayak dua malaikatnya."

"Karena mereka udah punya pelindung di sisi kanan dan kiri, ga perlu cowok lagi, because sebelah kanan dan kiri mereka udah di isi," lanjut Adinda dengan nada biasa, masih mengingat jelas yang di katakan Laskar dulu.

"Tapi perempuan butuh pelindung di bagian depan dan belakang juga kan?" Sangkal Nara lagi "bagian depan Suami nya dan bagian belakang anak laki laki,"

Adinda tersenyum remeh menatap perutnya, Nara pasti lupa "Tapi gue ga bisa punya anak, Nar,"

"Gue keburu mati sebelum punya anak,"

Nara tidak lagi membalas, ia kehabisan kata kata.

Adinda menarik napas dalam, dengan kasar ia menghapus air mata sialan yang mengalir.

"Lo kuat banget anjir " puji Nara tulus

"Laskar ga bakal bisa menuhi ekspektasi gue, punya suami kayak ayah dan abang gue"

Adinda masih saja berbicara tanpa memperdulikan Nara yang sudah menahan tangis.

Adinda memiliki banyak luka tanpa orang lain tahu.

"Dan gue juga ga bakal bisa menuhi ekspektasi dia, untuk jadi wanita kuat kayak Mamanya,"

"Karena nyata nya, gue lemah Nar,"

****

Dari rambut Dinda yang berubah, seharusnya aku tidak sepenuh itu untuk percaya.

BUMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang