ASRAR SENJA

1.3K 77 0
                                    

17. ASRAR SENJA

****

Nara menutup pintu rumah dengan pelan. Tubuh pendeknya melangkah pada mobil Genta yang sudah menunggu didepan gerbang.

"Cepat Ma," kata Kian, disebelahnya ada Genta yang memasang wajah masam.

"Lama" ketus Genta.

Nara menghela napas membiarkan, tidak ada gunanya juga untuk mengelak.

"Berhenti Ta, mau beli makanan buat Bunda."

Genta hanya diam, namun tak urung memberhentikan mobilnya sedikit jauh dari minimarket, tepatnya dibawah pohon rindang. Sekalian Ngadem. Membiarkan Nara turun sendiri.

"Tian mau ama Papa aja," kata anak itu.

"Jagain Ta, jangan di apa apain" pesan Nara berlalu pergi.

"Dikira nih bocah mau gue jual apa,"

Genta menghela napas, melirik pada Kian yang menampilkan senyum tak berdosa.

"Tapan mulai cekolahnya Pa?" Tanya Kian,

"Hari Senin besok, bareng Devan"

Kian mengernyit "Kok ama Devan telus cih?"

"Ga tau, tanya Mama"

Emang Genta kurang ajar, dasarnya.

Kian memonyongkan bibirnya beberapa senti "Iih nda acik"

Bosan menunggu laki laki itu mengambil rokok didalam Dashboard mobil, menyalakannya tanpa memperdulikan Kian disamping.

Untung tidak ada Nara.

"Papa, Tian au" ucapnya.

"Ga boleh, nanti di cubit sama Mama"

Kian merengek dengan tangan kecilnya yang sudah menggapai-gapai rokok yang di hisap Genta. Genta yang sudah kepalang kesal membuka pintu, dan menurunkan Kian dari mobil.

Dengan senyum manis Genta sedikit mendorong tubuh kecil Kian keluar. Menunjuk punggung Nara yang mulai menjauh.

"Nah, itu Mama" ucap Genta "Kejar gih"

Kian menghentakkan kakinya kesal, memanggil Mamanya lalu berlari mendekat.

Genta yang mendapat delikan dari Nara hanya mengangkat alis tak mengerti, lalu kembali menghisap rokok yang masih tersisa.

Tipe tipe hanya bisa membuat, namun tidak mau mengurus.

****

Nara menggandeng tangan mungil Kian dengan tatapan fokus memilih parsel apa yang akan ia bawa ke rumah Bundanya.

Setelah membeli beberapa cemilan di minimarket tadi, Nara beralih pada toko parsel disampingnya.
Untuk dibawakan sebagai tambahan, nantinya.

"Ma lebih agus yang ni" tunjuk Kian pada parsel wafer.

"Itu mah maunya kamu" dengus Nara.

Kian menyengir polos, balita itu memang menyukai cemilan berjenis Wafer, ajaran Sahabatnya memang.

Nara menatap dua buah parsel didepannya yang membuat ia cukup ragu ingin memilih yang mana.

"Lebih bagus ini apa ini Kian?" Tunjuk Nara,

Kian tampak menimang namun dengan asal menunjuk yang kanan "Nih"

"Ck kamu ini, ga ada bedanya sama Bapak mu"

Kian hanya cuek bebek setelahnya, Nara kembali memilih. Bingung mau yang mana.

"Yang mana ya?" Gumam Nara "Bagus dua duanya"

"Yang ini bagus" ucap seseorang.

Nara menoleh begitu juga dengan Kian yang melirik bingung. Ia tidak pernah melihat perempuan ini sebelumnya, berbeda dengan Nara yang justru terlihat kaget.

"Senja?" Tanya Nara heran.

Gadis itu tersenyum lembut "Masih ingat gue?"

Nara tertawa pelan menanggapi, memang siapa pula yang bisa lupa jika ada di posisinya Nara.

"Mantan Genta kan?"

Senja mendengus "Lo ngapain disini?"

"Ante nda liat Mama beli Pactel?" Tanya Kian, sedikit jutek.

Senja melirik tuyul disamping Nara dengan heran, ia memang tahu dengan nama Kian tapi selama itu ia tidak pernah melihat wajahnya.

Karena Nara dan Genta, tidak pernah membagikan foto balita itu di media sosial.

"Kian, anak gue sama Genta" kata Nara memperkenalkan.

Senja terlihat mengangguk mengerti dengan senyuman lebar "Ganteng banget, boy"

Kian mengangguk "Tian tau" ujarnya songong.

"Heh, ga boleh" kata Nara melotot.

"Ampun Ma" ucap Kian meringis, takut di cubit pantatnya.

Senja tertawa pelan sejenak, ia mengeluarkan handphone dari tas miliknya lalu memberikan benda itu pada Nara. "Boleh minta WhatsApp lo? Siapa tau kita bisa akrab abis ini"

Nara mengangguk, mengambil ponsel perempuan itu lalu mengetikkan nomor nya dengan cepat.

"Makasih" ujar Senja. "Nanti gue hubungin"

Nara mengangguk untuk kesekian kalinya, setelah berpamitan wanita itu pergi dari sana dengan satu pastel buah. Menggandeng tangan Kian yang sesekali mencibir pada Senja.

Entah punya dendam apa anak itu.

"Istri sama anak Genta?" Gumam Senja, lalu berlalu dari sana.

*****

BUMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang