Dia Pria Dewasa -5-

2.2K 149 28
                                    

25 KOMEN, LANJUT PART 6
__________________

Garda sangat yakin otak Sia sekeras batu sehingga tetap pada pendiriannya untuk menolak bantuan Zela secara cuma-cuma. Rasanya ia ingin memukul meja saat mendengar ucapan adiknya mengenai keputusan Sia untuk tinggal di kos Narapati. Namun untungnya ia bisa mengendalikan diri dan hanya membalas dengan anggukan karena ia tahu percuma mendebat perempuan di depannya.

Sebenarnya ia bingung dengan dirinya sendiri yang begitu peduli pada Sia. Padahal awalnya ia tak suka bahkan benci melihat perempuan itu. Mungkin ini dipengaruhi rasa kasihan saat melihat kondisi Sia yang mengingatkannya pada Zela, adiknya. Mungkin akan seburuk ini kondisi Zela jika ia tak ada saat ayah dan mamanya meninggal, sehingga hati nuraninya sebagai kakak tergerak untuk membantu Sia yang dianggap sebagai adiknya.

Setelah makan malam, Garda dan Zela membantu membawa koper Sia ke kos yang dekat rumah. Kos Narapati adalah kos milik Garda yang terdiri atas empat puluh pintu dan berlantai dua. Setiap kamar kos memiliki empat ruangan yang terdiri atas kamar, ruang tamu, dapur, dan kamar mandi. Kos ini bebas, bukan berarti bebas melakukan kegiatan kriminal, namun bebas untuk dihuni laki-laki maupun perempuan. Itu yang menjadi alasan Garda kurang menyukai keputusan Sia tinggal di kos ini ketimbang di rumahnya, ada laki-laki di kos ini walaupun kos laki-laki di lantai bawah sehingga tak boleh naik ke atas.

"Ini kuncinya, selalu kunci pintu. Telepon saya atau Zela kalau ada yang terjadi," ucap Garda memberikan kunci kos dan kunci setiap ruangan kos nomor 23.

"Iya, terima kasih, Pak."

"Panggil Garda aja."

Untuk pertama kalinya Garda mengoreksi panggilan yang diberikan Sia padanya. Sebenarnya selama ini ia risih dipanggil "Pak" oleh Sia, ia merasa sangat tua padahal hanya beda sepuluh tahun saja. Sedangkan Sia yang sudah lelah hanya mengangguk.

"Biar aku aja, Zela. Barangku sangat banyak, nanti kamu capek."

Sia menghentikan Zela yang membantunya menata pakaiannya di lemari. Ia tak mau semakin merepotkan sahabatnya. Akhirnya Zela dan Garda pergi setelah memastikan Sia aman di kos. Setelah kepergian keduanya, Sia merenung di dalam kamar dan kembali menangis. Hatinya terus menjerit saat ingat bayangan kematian orang tuanya. Zela dan Garda belum tahu bahwa orang tuanya meninggal karena bunuh diri, teman kampusnya pun sama. Hanya keluarganya yang tahu, ia pun tak berniat memberitahu mereka karena tak mau tambah dikasihani.

________________

Sia masih izin libur kuliah karena masih berduka atas kepergian orang tuanya. Hari ini ia mencoba untuk memulai hidup baru sendirian. Dimulai dari bersih-bersih kamar kos dan menata barang-barangnya. Setelah ia mandi dan bersiap mencari sarapan karena perutnya sudah meronta minta diisi. Namun ia terkejut saat membuka pintu dan melihat Garda ada di depan kosnya.

"Pak... kenapa ada di sini pagi-pagi?"

Sia yang tak biasa memanggil Garda tanpa sebutan "Pak" akhirnya keceplosan. Sedangkan Garda terlihat canggung, ia pun tak tahu kenapa kakinya bisa mengikuti kata hatinya untuk membawakan makanan ke kos saat sarapan. Harusnya Zela yang melakukannya namun adiknya masih sudah berangkat kuliah lebih dulu tanpa sarapan karena ada acara penting yang dilaksanakan organisasi pagi-pagi sekali.

"Saya bawa sarapan untuk kamu."

"Engga perlu, Garda. Saya jadi ngerepotin."

"Engga apa-apa. Ambil aja, Zela sudah mengingatkan saya, dia engga sempat melakukannya, nanti dia marah kalau kamu engga menerima sarapan ini."

"Oh, baik. Terima kasih atas sarapannya."

"Iya, sama-sama."

Akhirnya Garda pamit pergi dan meninggalkan Sia yang tersenyum tipis melihat kotak makan di tangannya. Ia hendak masuk namun suara seseorang membuatnya tak jadi masuk.

"Penghuni baru ya?"

Sia menatap perempuan, penghuni kos sebelahnya. Ia seperti pernah melihat perempuan ini hingga ia teringat pada memori saat hendak pulang dari rumah Garda. Perempuan ini yang memeluk Garda malam itu. Jadi dia penghuni kos ini juga?

"Iya, Kak."

"Jangan sok kecentilan ya di sini, terutama sama Garda. Dia engga suka sama anak kemarin sore kaya kamu. Dia pria dewasa dan tipenya adalah wanita dewasa yang tahu cara melayani."

Kening Sia berkerut bingung karena tak mengerti maksud perempuan itu. Belum sempat ia membalas ucapannya, perempuan itu sudah pergi entah mau kemana. Seketika ia jadi kesal pada perempuan itu.

_________________

Garda baru saja pulang bekerja dan melewati kos Narapati yang berada di belakang rumahnya, namun ia langsung menghentikan mobil saat melihat Sia sedang berbicara dengan salah satu penghuni kos pria, Adrian atau disapa Rian.

Melihat bagaimana Sia bisa tertawa bersama Rian namun selalu kaku saat melihatnya membuat tangannya yang memegang setir mengepal. Ia langsung keluar mobil untuk menghampiri keduanya.

"Ini sudah malam. Engga baik perempuan dan laki-laki berduaan pada malam hari."

"Oh iya, Pak. Saya masuk duluan," ucap Rian yang langsung takut saat ditegur pemilik kos. Rian yang masih kuliah terbiasa memanggil Garda dengan sebutan "Pak". Sebelum masuk ke kos, Rian masih sempat memberikan senyuman kepada Sia yang dibalas senyuman juga oleh gadis cantik itu. Sia yang melihat teman ngobrolnya sudah masuk kos akhirnya memutuskan pamit pada Garda.

"Permisi, saya juga mau masuk kamar. Udah malam, ngantuk."

Belum sempat Garda menahannya, Sia sudah menaiki tangga. Ia buru-buru pergi karena tak mau bicara pada Garda yang membuat penghuni kos lain terutama penghuni perempuan terganggu. Sedangkan Garda merasa kesal karena Sia memutuskan pergi karena tak ada Rian lagi. Padahal Garda ingin bicara dengan gadis itu.

"Sialan," rutuk Garda lalu pergi meninggalkan kos dengan mobilnya.

__________________

Hari ini hari libur sehingga Zela bisa menyempatkan datang ke kamar kos Sia pada pagi buta. Ia membawa sarapan untuk Sia dan menceritakan tentang kegiatan kampus selama Sia tak masuk, ia juga memberikan catatannya agar Sia tak ketinggalan materi.

"Aku sengaja rajin mencatat untuk kamu karena aku engga mau kamu ketinggalan materi."

"Makasih ya."

"Sama-sama."

Sia menatap binder yang diberikan Zela dengan tatapan nanar. Ia tak tahu apakah ia bisa mengikuti kuliah lagi atau tidak. Mungkin semester ini adalah semester terakhirnya karena ia tak kuat jika harus membiayai kuliah yang mahal. Zela yang melihat sahabatnya sedih langsung merangkul Sia.

"Ada apa? Cerita kalau ada masalah."

"Kaya nya aku engga bisa lanjut kuliah lagi."

"Kenapa?" tanya Zela dengan ekspresi terkejut. Ia tahu betapa senangnya Sia belajar, bahkan sahabatnya adalah salah satu mahasiswi tercerdas di kampus dan beberapa kali memenangkan perlombaan akademik maupun non akademik.

"Aku engga ada uang lagi. Rumah dan seluruh aset udah disita untuk menutupi hutang mendiang ayahku."

"Pakai uangku...

"Jangan, Zela. Udah cukup kamu membantu aku. Kali ini engga perlu. Ini udah keputusan aku," ucap Sia memotong ucapan sahabatnya.

"Kenapa engga coba beasiswa?"

"Sebenarnya aku udah mikirin hal itu tapi setelah dipikir-pikir aku engga akan bisa. Kuliah di kampus besar dan ternama membutuhkan banyak tenaga dan waktu yang lebih, sedangkan aku juga butuh uang untuk bertahan hidup dan rasanya sulit cari part time sambil kuliah. Terlebih aku harus memikirkan IPK."

Zela paham kesulitan yang dipahami oleh Sia. Kampus mereka sangat dikenal dengan kampus anak jenius sehingga harus mati-matian memperlajari materi agar lulus mata kuliah. Ia tahu percuma memaksa Sia karena itu adalah keputusan mutlaknya.
______________________

Tangerang, 14 Februari 2023

SIA - Dewasa KarenamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang