Bab 19 [Menghilang]

51 1 0
                                    

Beberapa hari setelah insiden liontin itu Anna benar-benar tidak pernah menunjukkan dirinya di hadapan Anna. Bahkan Rama sendiri justru disibukkan dengan pasien-pasiennya. Kesibukannya itu membuat Rama tidak ingat sama sekali dengan Anna.

Sampai beberapa hari berlalu tanpa ada interaksi keduanya. Tanpa ada yang mencari satu sama lain, bahkan rasanya kedua orang itu tidak pernah saling kenal. Mereka seperti berada di ruang yang berbeda sehingga tidak bisa saling bertukar sapa.

Kesibukan Rama beberapa hari itu mulai berkurang lantaran pasien-pasiennya sudah banyak yang mulai membaik. Dia menyerahkan sisanya kepada para perawat untuk mengurus obat dan perawatan akhir.

Waktu luangnya yang begitu banyak membuat Rama agak jenuh. Dia memutuskan untuk pergi ke cafe yang ada di samping rumah sakit. Tempat itu adalah salah satu tempat yang selalu dia singgahi ketika penat dan lelah di sela-sela pekerjaannya.

Rama bergegas keluar kamar, tapi baru saja pintu dibuka dia tidak sengaja berpapasan dengan seorang perawat yang cukup dikenalinya. Dia Sella, perawat dari departemen bedah anak. Rama memerhatikan Sela cukup lama.

Melihat Rama yang sedang berdiri memehatikannya, Sella langsung ingin menghindar dengan berbalik arah menuju lift yang berseberangan dengan Rama, tapi Rama langsung menyapa. Hal itu membuat Sella tidak enak hati untuk tidak menyapanya kembali.

"Anda sedang buru-buru?" tanya Rama sedikit berbasa-basi. Kehadiran Sella membuat Rama teringat dengan Anna. Dia juga baru menyadari entah sudah berapa hari tidak melihat Anna di rumah sakit.

"Tidak terlalu," jawab Sella seadanya. Dia tidak begitu peduli dengan hadiran Rama yang sangat populer di kalangan wanita itu.

"Belakangan ini saya tidak melihat Anna, apa kalian tidak di shift yang sama?" tanya Rama.

Sella hanya bergeming. Wajahnya menunjukkan ketidakpedulian dan enggan untuk menjawab. Dia juga menghela napas cukup panjang.

"Saya kurang tau, belakangan ini para perawat banyak yang berganti sift. sepertinya Anna juga kena perubahan jadwal." Sella kembali bergeming setelah menjawab pertanyaan Rama.

mereka berdua kembali bergeming. Keheningan itu berakhir ketika mereka melihat pintu lift sudah terbuka. Keduanya masuk bersamaan, tapi saat pintu hendak tertutup, Sella langsung keluar dengan cepat dan berjalan begitu saja tanpa menoleh atau berpamitan dengan Rama.

Kejadian itu membuat Rama sedikit mengerutkan keningnya sampai keberadaan Sella benar-benar hilang dari pandangannya.

Rama tidak terlalu memusingkan itu, dia mengedikkan bahu dan mengambil ponsel di sakunya. Jari-jarinya menekan setiap icon yang ada di sana. Dia menekan icon WhatsApp. Nama pertama yang dicarinya adalah Anna. Dia membuka pesan dan baru menyadari terakhir mereka berkomunikasi adalah tanggal 06 April. Dia memeriksa tanggal hari itu di ponselnya. Rupanya bukan beberapa hari, tapi sudah hampir dua minggu mereka tidak saling bertukar pesan.

Apa dia sibuk?

Biasanya Anna akan mengirimkan banyak pesan di pagi hari dan malam hari, bahkan dia rela menunggu Rama sampai tengah malam hanya untuk bisa pulang bersama.

Bibir Rama membentuk senyuman yang begitu kecil. Nama Anna, senyumannya, suaranya, hal-hal yang ada pada Anna masih membuatnya bisa mengeluarkan ekspresi.

Rama membuka room chat mereka. Dia mengetikkan sesuatu di pesan yang dikirmkan untuk Anna.

Pesan sederhana yang hanya berisi, kabar dan ajakan makan siang bersama.


***


Rama belum memesan apapun di cafe. Dia baru mendapatkan balasan dari Anna kalau akan datang terlambat karena hari itu bukan jadwalnya masuk kerja.

Rama hanya setuju dan mengiyakan. Dia masih setia menunggu Anna meski sudah menunggu selama 15 menit. Saat itu Rama hanya duduk sambil melakukan gerakan kecil pada jarinya yang mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuk.

Beberapa menit berlalu sampai seseorang yang ditunggunya datang dengan tergesa-gesa. Rama memerhatikan Anna yang sedang berdiri dan menarik kursi untuk didudukinya. Dia terlihat sangat berbeda. Biasanya Anna akan menggunakan dress, tapi saat itu Anna mengenakan pakaian yang sangat sederhana. Kaus putih panjang dengan celana jeans panjang. Rambut yang biasanya terurai kini dikuncir dan hanya menyisakan poni saja.

"Dokter Rama udah lama nunggu saya?" tanya Anna.

Rama bergeming sesaat. Saya?

"Nggak apa-apa. Kamu sedang sibuk?"

Anna menggeleng pelan. Dia tidak memiliki kesibukan apapun selain membereskan kontrakannya dan merebahkan diri.

"Kamu suka makan manis 'kan? Saya pesankan kamu cake dan jus jeruk." Rama masih belum menlihat dengan jelas bagaimana wajah Anna saat itu.

Tangan yang selalu diremat di bawah meja karena sedang menahan sesuatu, wajah pucat, sedikit tirus, bahkan anna selalu menunduk tanpa melihat ke arah Rama sedikitpun.

"Anna?" panggil Rama karena Anna sama sekali tidak merespons apapun yang diucapkannya.

Anna sedikit mengangkat kepalanya menatap lekat ke wajah Rama. Wajah yang selalu dirindukannya tapi berhasil menorehkan luka. "Saya akan makan apapun yang dokter pesan."

"Anna, kamu sakit?" Rama hendak menyentuh kening Anna, tapi dengan cepat Anna menghindar dan menggeser sedikit kursinya. Tingkah Anna saat itu membuat Rama kembali mengerenyitkan dahinya.

Anna hanya menyunggingkan senyum seadanya. "Saya sehat, Dok." Dia memberanikan diri untuk menatap Rama. "Ngomong-ngomong ada keperluan apa dengan saya?"

Rama hanya bertanya tentang kegiatan Anna dan hal-hal kecil tentang kesehariannya karena sudah dua minggu berlalu mereka tidak saling berkomunikasi.

Pertanyaan yang terdengar basa-basi, tapi Anna sangat tidak ingin menjawabnya.

Bayangan ketika Rama membentaknya hanya karena dia tidak sengaja melihat liontin itu membuat hatinya kembali terluka. Wajah yang serupa dengannya, senyum yang sangat mirip dengannya. Dia yang sempat merasa senang lalu terjatuh ketika menyadari rambutnya dengan rambut wanita yang ada di foto itu sangat berbeda.

Kalimat Bian dan Dan terngiang sangat jelas di telinganya. Tentang bagaimana Rama sangat mencintai mantan kekasihnya yang sudah tiada. Tentang bagaimana Rama yang selalu bersikap lembut dan sangat hangat kepada mendiang kekasihnya. Anna juga tersenyum getir ketika teringat wajah ibu Rama yang terkejut ketika melihatnya bahkan sampai salah menyebutkan nama.

Anna mengutuk dirinya sendiri. Dia hadir di kehidupan Rama dengan wajah yang serupa dengan Reina. Dia juga berhasil membuat Rama tersenyum. Jika dulu, Anna akan merasa sangat senang karena bisa melihat senyum Rama, tapi saat ini situasinya sudah berubah drastis.

Rama tersenyum untuknya hanya karena dia serupa dengan mendiang kekasihnya. Hatinya terluka. Dia yang sangat mencintai tapi tidak bisa masuk ke ruang hati Rama yang paling dalam.

Sikap diam Anna sejak pertama kali datang membuat Rama tidak tahan untuk terus bertanya dan mencoba bercanda. Sayangnya Anna hanya bergeming menunggu waktu segera berlalu agar dia bisa pergi dari hadapan Rama secepat mungkin.

Terlalu lama bersama Rama tidak akan baik untuk hatinya. Di antara mereka berdua hanya ada Anna yang mencintai Rama, tidak ada kata sebaliknya.

"Oh, Anna. Saya baru ingat kalau bunda mau bertemu denganmu. Apa kamu ada waktu senggang?" tanya Rama. Dia melihat wajah Anna saat itu dengan perasaan penuh kebingungan. Tidak ada perasaan senang yang terlukis di wajah Anna. Gadis itu justru tersentak dan bangkit dari tempat duduknya.

"Sa-saya nggak bisa, Dokter. Maaf, mungkin lain kali. Saya permisi dulu." Anna langsung pergi begitu saja. Sedangkan Rama terlambat untuk menahan Anna.




Bersambung ....

Kamis, 05 Oktober 2023



ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang