Yasmine menyadari ketidakfokusan Bian sejak mereka bertemu. Sudah satu jam lebih mereka duduk berdua, tapi Bian tidak juga bersuara. Sesekali Yasmine bersenandung kecil tapi sayangnya hal itu membuat Bian terlihat tidak begitu nyaman. Sikap Bian membuatnya kembali diam cukup lama.
Keheningan itu menyadarkan Bian ketika Yasmin mengambil tas dan meninggalkan kursi. Bian dengan sigap menahan tangan Yasmine.
"Yasmine, mau ke mana?" tanya Bian.
"Pulang."
"Kenapa? Kamu nggak suka tempat ini?"Bian melihat Yasmine menghela napas dan kembali duduk di kursinya. "Bukan makanan atau pemandangannya yang nggak aku suka, sikap diam Kak Bian yang bikin aku pengen pulang. Dari tadi diam aja. Kenapa, sih? Sariawan? Sakit gigi?"
Ini bukan pertama kalinya Bian diam ketika mereka bertemu, tapi sudah terlalu sering. Bahkan Yasmine selalu yang paling pertama membuka obrolan ketika mereka hanya pergi berdua.
Melihat Bian yang masih diam, Yasmine kembali melanjutkan ucapannya dengan perasaan sedikit kesal, "Kalau Kak Bian belum bisa terbiasa sama perjodohan ini, jangan dipaksa, ya. Aku ngerti kalau dijodohin itu nggak enak. Mending kita batalin aja kalau Kak Bian keberatan."
Yasmine tau Bian masih belum bisa menerima kehadirannya sebagai calon teman hidupnya. Dia juga selalu teringat ucapan Aira soal mendiang kekasih Bian yang meninggal karena kecelakaan pesawat. Terlalu menyakitkan untuk diingat, tapi dia juga ingin belajar memperjuangkan hatinya.
"Bukan begitu, Yasmine."
Tangan mereka yang masih bersembunyi di bawah meja kini sudah berada di atas. Bian menarik napas dan mengembuskannya dengan pelan. "Aku minta maaf kalau aku nggak fokus, belakangan ini banyak yang harus aku urus. Apa lagi ada staff baru di perusahaan Ayah. Aku di minta untuk urus dia."
Yasmine hanya menyunggingkan senyum dan kembali bangkit dari kursinya. Sebelum dia melangkah, Bian lebih dulu menarik tangannya berniat untuk mengantar Yasmine pulang. Sayangnya dia menolak dan menyuruh Bian untuk menyelesaikan urusannya lebih dulu.
Tidak ada sanggahan, bujukan ulang, atau tawaran yang diberikan Bian. Dia menuruti perkataan Yasmine sepenuhnya untuk membiarkannya pulang sendiri.
Malam itu mereka berdua benar-benar tidak menimkati makan malamnya sama sekali. Yasmine pergi dengan hati yang serasa ditimpa batu besar dan Bian hanya diam memerhatikan punggung Yasmine yang semakin jauh dari pandangannya.
Suara langkah kaki para pelanggan di rumah makan yang ramai menjadi irama yang membuat Bian tetap tersadar dari diam yang sebenarnya sejak tadi dia tidak bisa fokus karena memikirkan staf baru di kantornya.
Wajah yang selalu bersemayam dalam pikiran dan hatinya kini benar-benar datang kembali di kehidupannya. Sayangnya tidak dengan nama dan ingatan yang sama tapi suara dan tawa itu begitu mirip dengan Ayasha, mendiang kekasihnya.
***
Bian duduk sendiran di balkon kamarnya sambil menyaksikan langit malam tanpa bintang dan bulan. Terlalu sepi dan hampa seperti suana hatinya saat ini. Bayang-bayang wajah staff baru itu terus berkeliaran di dalam kepalanya, sedangkan hatinya terasa sesak setiap kali mengingat wajah dan senyuman gadis itu.
Tangan kanannya menyentuh dada sambil menarik napas dalam.
"Ayasha, andai aja kamu masih sini. Mungkin hatiku engga akan sesesak ini dan sepenuh ini, kepalaku nggak sakit. Kenapa kamu pergi, Yasha. Kamu nggak tau aku tersiksa tanpa kamu."
Bian terisak dalam keheningan. Kamar yang jarang berpenghuni itu menjadi saksi atas kesedihannya selama ini. Cinta yang besar, senyum dan tawa lepas yang sempat menghiasi hidupnya menghilang setelah Ayasha meninggal dalam kecelakaan beberapa tahun lalu.
Bian yang hidup dalam luka karena kehilangan membuatnya menutup hati untuk siapa pun yang datang dan singgah di dalam hidupnya.
Namun saat ini dia terlibat dalam sebuah perjodohan yang dilakukan oleh ibunya. Yasmine, gadis periang sekaligus teman Aira. Sikap hangat dan penuh perhatian yang diberikan Yasmine untuknya belum bisa menyentuh sititik tempat di ruang hatinya.
Ingin rasanya Bian mundur tapi cara ibunya menatap Yasmine begitu dalam dan penuh harap untuk menjadikannya sebagai menantu di rumah ini. Sedangkan hatinya terlalu berat untuk meneruskan hubungan itu.
"Ayesha, apa yang harus aku lakukan?" Bian mengela napas. "Kalau aja waktu itu kamu nggak pergi sama Kak Reina ke luar negeri, pasti ngga akan ada kecelakaan yang akan merenggut nyawa kalian berdua. Pasti kita masih bisa sama-sama, pasti Mas Rama udah nikah sama Kak Reina!"
Tangisan Bian semakin menjadi di malam itu. Dia kembali mengingat peristiwa kecelakaan itu, hatinya semakin sakit. Rindu dan luka di dalam hatinya semakin kentara. Dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melupakan cintanya. Dia sudah berusaha untuk membuka hatinya, tapi setiap kali Bian melihat wajah dan senyum Yasmine, dia justru semakin teringat Ayesha.
"Aku nggak bisa menerima perempuan lain di hatiku kecuali kamu, Ayesha. Bahkan pilihan Bunda aja nggak bisa bikin aku jatuh cinta lagi."
Jatuh cinta kepada orang baru tidak mudah, terlebih masih ada kisah masa lalu yang belum tuntas. Bukan hanya sulit untuk membuka hati, tapi memaksakan hati untuk terbuka pun akan membuat kedua belah pihak saling terluka.
"Ayesha ...."
Bersambung ....
Kamis, 14 Desember 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
ESCAPE
General FictionDipaksa menikah dengan alasan usia membuat Rama dan Bian harus banyak bersabar. Mereka belum bisa mengabulkan permintaan bunda karena masa lalu terus mengantui kakak beradik itu. Perjodohan sering dilakukan, tapi hasilnya hanya ada penolakan. Sikap...