Keputusan {ASA}

144 7 0
                                    

Assalamualaikum teman teman

Apa kabar semoga selalu baik yaa
Jangan lupa buat doa
Bintang ⭐⭐⭐
Spam 🥀🥀🥀

                  Bismillahirrahmanirrahim

Satu Minggu berlalu, tapi bunda Amira juga tidak kunjung membaik. Dokter mengatakan bahawa penyakitnya semakin menggerogoti tubuhnya, semua tidak luput dari keterkejutan Anifa

Ia baru tau bahwa sang bunda mengidap penyakit kanker otak stadium akhir.

"Tidak mungkin bunda.."

Hanya itu yang ada dipikiran nya sekarang, bunda Amira pun sudah lama kehilangan rambutnya, namun semuanya tidak disadari oleh Anifa karena bundanya yang terbiasa menggunakan hijab jika keluar kamarnya

Hati gadis itu sangat terluka mendengar kabar itu, dan lebih sakit lagi ketika kakak dan ayah nya ternyata sudah lama mengetahui penyakit ibundanya

"Jahat!"  Pikirnya

Kini, gadis itu duduk di samping ranjang bundanya yang tertidur. Bunda Amira baru saja makan dan meneguk obatnya, efek dari obat itu membuatnya tertidur

Anifa menghembuskan nafas gusar, sangat sakit melihat bundanya harus berbaring lemah seperti ini, jika Allah mengizinkan ia ingin sekali bertukar posisi dengan bundanya, biarkan saja ia yang merasakan ini tidak dengan bundanya

Cklek...

Pandangan nya beralih pada pintu yang terbuka menampilkan sosok Alfa yang berdiri diambang pintu menatap nya dengan sorot luka

Setelah menutup pintu laki laki itu berjalan mendekati sang adik dan bunda yang tertidur "Assalamualaikum bunda... Gimana kabar bunda. Istirahat terus Bun..."

Anifa yang mendengar itu hanya tertunduk dalam tidak kuat dengan pemandangan menyedihkan itu, "Nifa..." Panggilan itu membuat Anifa mengangkat pandangannya pada sang kakak

"Pulang, ayah minta kamu pulang kerumah" gadis itu menatap bundanya yang masih terpejam

"Bunda biar sama kak Alfa, kamu pulang dulu setelah itu baru kamu kembali. Kamu juga butuh istirahat..."

Masih tidak ada jawaban, mulutnya masih terkunci "Nifa, pulang ayah juga ingin berbicara sama kamu" ucapnya meyakinkan sang adik

Akhirnya Anifa mengangguk dan melangkah keluar ruangan menyisakan kakak dan bundanya didalam sana dengan suasana yang hening

                                        ******

Hujan sebentar lagi akan turun deras, rintik nya sudah mulai membasahi kaca mobil yang Anifa tumpangi menuju rumah

Pandangannya saat ini benar benar kosong, ia tidak peduli sebesar apapun objek didepannya

Mobil berhenti di depan gerbang pondok, ia turun dari mobil dengan pandangan para santri yang menatap nya iba, Rania menghampiri Anifa dan langsung memeluk tubuh sahabatnya itu

"Sabar Nifa, semuanya pasti akan baik baik saja" hanya itu yang ia dengar setelah itu ia masuk menuju pekarangan rumah nya

Langkahnya terhenti sejenak dan mulai membuka pintu perlahan sambil mengucapkan salam, kyai Khalid yang menatapnya itu tersenyum simpul "Nifa mandi, makan, terus istirahat ya" ucapnya yang di angguki oleh Anifa

Setelah kepergian Anifa, kyai Khalid menghembuskan nafas panjang wajah lelahnya itu terus saja berusaha untuk terlihat kuat

                                       ******

Malam harinya, hujan masih belum berhenti kini ayah dan anak itu duduk di ruang tamu dengan keheningan yang masih melanda keduanya

"Anifa..." Kyai Khalid membuka suara membuat Anifa memandang ayahnya "ada apa ayah?" Jawaban dari Anifa itu membuat kyai Khalid menarik nafas nya dalam dalam

"Kamu ingat kejadian Minggu lalu?" Anifa mengangguk pelan, jantung nya berpacu lebih cepat dari biasanya kala mengingat kejadian Minggu lalu "ayah dan bunda sudah memutus kan kamu akan pindah dari sini, lebih tepatnya tidak tinggal di pondok ini lagi"

Mendengar penuturan Sanga ayah, dengan cepat ia menggeleng kan kepalanya tanda tidak setuju "gak ayah, Nifa gak mau pergi dari sini" tolak nya pelan

Pergi dari pesantren ini adalah hal yang sama sekali tidak pernah terpikir dalam otak gadis itu, ia tidak mungkin pergi meninggalkan pesantren, rumah, ayah, bunda, kakaknya, dan santri yang lain terlebih Rania sahabatnya

Gadis itu mencoba menahan air mata yang sebentar lagi akan keluar dari pelupuk matanya "Nifa tidak akan pergi sendiri, kak Alfa akan ikut bersama mu ia juga sudah tau mengenai hal ini, jadi... Pergilah"

Penjelasan nya terdengar tenang, Anifa tetap menggeleng tidak mungkin ia pergi dari sini setelah 17 tahun tinggal disini, apalagi harus meninggalkan keluarga dan sahabatnya

Malam semakin larut, namun suara tangisan dari Anifa semakin terdengar, sementara kyai Khalid masih berusaha menenangkan dan meyakinkan putrinya agar meninggalkan pesantren ini

"Nifa dengarkan ayah, ayah disini tidak sendiri masih ada santri yang lain disini dan soal perjodohan mu, semuanya kita undur sampai kembali membaik" jelas kyai Khalid panjang lebar

Anifa masih menggeleng tetap tidak mau dengan semua ini

"Apa harus seperti ini ayah..."
"Nifa gak mau..."

Suaranya terdengar bergetar dan waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 tapi belum ada tanda-tanda Anifa akan menutup matanya, ia masih setia duduk dikursi kayu bersama kyai Khalid

"Nifa kamu benar benar harus pindah, keluarga kita akan hancur jika terus disini"  Anifa hanya menggeleng dengan kepala tertunduk "putri kesayangan ayah, ayah tau kamu tidak ingin meninggalkan pesantren ini tapi kita tidak punya pilihan lain—"

BRAKK!!!

"Ayah!!"
Pandangan keduanya sontak tertuju pada Alfa yang berdiri di ambang pintu dengan nafas yang tak beraturan dan baju yang basah karena hujan

"Astaghfirullahal'azim ada apa Alfa?!"

"Bunda yah, bunda...."


Hoho, gimana part ini??
Jangan lupa vote and komen
Salam ChocoPen

'bumi membuat penghuni nya percaya bahwa bahagia tidak selalu selamanya'

ASA: Semesta Itu Bukan Milik Kita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang