Pergi Selamanya {ASA}

208 13 1
                                    

Assalamualaikum teman teman
Apa kabar dirumah kali ini??

Masih lanjut sama ChocoPen
Vote, vote dan vote ⭐⭐⭐
Spam 🥀🥀🥀

Bismillahirrahmanirrahim

Dalam ruangan serba putih itu, dengan suara suara alat medis dan bau obat yang menyengat, disanalah bunda Amira terbaring dengan bantuan alat medis yang terpasang di tubuhnya

Wajah pucat dan mata yang terpejam itu membuat suasana disekitar nya terlihat damai dan tenang

Tapi tidak untuk Alfatih Rasyid Ahmad, laki laki bertubuh tegap itu merasakan hancur didalam hatinya, ia hanya diam, sendiri dengan wajah sendu memandang ibundanya. Sesekali air mata jatuh mengenai rahang kokoh itu

Ada rasa bersalah yang menjalar pada hatinya, pria yang membuat kekacauan itu ingin menghabisi nya namun bundanya yang harus kena dari masalahnya

Lagi lagi helaan nafas itu keluar dari bibirnya, ia menyenderkan tubuhnya pada sandaran kursi yang ia tempati dan memandang langit langit rumah sakit berwarna putih tersebut

"Alfa..."

Suara lemah itu terdengar, laki laki itu menjatuhkan pandangannya pada sang bunda, yang tersenyum tipis kearahnya senyum itu begitu menyakitkan bagi Alfa

Alfa tersenyum, menggenggam tangan dingin bundanya "bunda udah bangun, Alfa ganggu bunda ya.." bunda Amira menggeleng menggunakan sisa tenaganya masih dengan senyuman tipis itu

"Alfa gak ganggu bunda kok, bunda pengen ngomong sama kamu, bunda mau cerita" bunda Amira lagi lagi tersenyum untuk menutupi sakit yang masih menjalar di kepalanya "mau bunda cerita sampai malam pun Alfa bakal dengerin..." Balas nya sambil terus mengusap tangan bundanya

Bunda Amira menatap lama Alfa "Alfa... Bunda sudah lama menahan ini sudah banyak luka yang bunda berikan, terlebih Anifa adik mu" wanita tersebut menarik nafas untuk berbicara, rasanya dada nya teras sesak untuk banyak berbicara

"Bunda sudah bohong sama dia kalo bunda itu baik baik saja, bunda buat dia kecewa saat bunda di vonis kanker tahun lalu, bunda merasa bahwa hidup bunda sudah tidak lama lagi. Bunda pikir bunda akan pergi dengan cepat-"

Wanita itu menjeda kalimat nya dan kembali melanjutkan nya " tapi Allah masih kasih bunda waktu satu tahun untuk meninggalkan kalian"

"Selama satu tahun bunda bohongin adik kamu, dia benar-benar gak tau yang bunda alami. Bahkan kamu saja tau dengan tidak sengaja..." Alfa menunduk, mengingat bagaimana dulu ia mengetahui penyakit yang bunda nya alami dari surat keterangan hasil tes rumah sakit yang tertinggal di dalam mobil

Saat itu ia benar benar menangis di dalam mobil, menyumpahi dirinya sendiri atas apa yang menimpa bundanya "maafin bunda ya nak, bunda tidak bermaksud seperti itu, bunda hanya tidak ingin kalian sedih. Setiap Minggu bunda berbohong jika bunda mempunyai acara penting, tapi nyatanya bunda ke rumah sakit buat check up penyakit ini"

Bunda Amira mengusap rahang tegas milik Alfa, ia tersenyum memandangi putranya yang sudah tumbuh dewasa "Alfa..." Wanita itu menarik nafas panjang lalu melanjutkan ucapannya

"Jika bunda sudah pergi kamu jangan bikin ayah kecewa, cukup dua tahun lalu saja walaupun itu bukan salah kamu sepenuhnya, dan bunda harap kamu bisa jagain Nifa sampai dia menikah tidak harus dekat jaga dia dari jauh"

"Kamu juga harus menikah dengan wanita pilihan kamu... Maafin bunda jika tidak bisa menemani kalian sampai menikah, bunda udah ngantuk bunda tidur dulu ya..." Pandangan Alfa yang menunduk langsung terangkat "gak bunda jangan sekarang...." Suaranya terdengar parau "bunda jangan pergi sekarang...." Ia masih terus memohon pada bundanya

Bunda Amira masih tersenyum "bunda tidak pergi sayang... Bunda cuma tidur..." Jawabnya pelan "cuma sebentar kan bunda, cuma tutup mata gak hilang kan?" Pertanyaan bak anak kecil itu membuat bunda Amira tersenyum hangat dan akhirnya kedua matanya tertutup dengan tenang seperti orang tidur umumnya

Alfa tertunduk saat suara alat dari dalam ruangan itu berbunyi tangisnya pecah begitu saja, dengan gerakan cepat ia berlari keluar menuju mobil nya saat dokter sudah datang, laki laki itu melajukan mobilnya pulang kerumah entah apa yang dipikirkannya padahal hujan sedang turun dengan deras kala itu

******

Ketiganya sampai dirumah sakit, melihat ruangan bunda Amira yang masih tertutup rapat. Disana dokter sedang berusaha untuk menyelamatkan nyawa bunda Amira, sedangkan Anifa sudah duduk di bangku rumah sakit dengan keadaan memprihatinkan wajahnya merah, berantakan, dan air mata yang tidak hentinya jatuh dari pelupuk matanya

Kyai Khalid berusaha tenang ia tidak ingin terlihat lemah dihadapan kedua anaknya, ia harus menjadi penguat untuk mereka, padahal banyak kemungkinan yang tidak tidak dipikirannya

Pria setengah baya itu berulang kali mengucapkan nama sang pencipta, hanya itulah jalan satu-satunya, pasrah dan berdoa kepada Nya

Sementara Alfa, pemuda itu sedari tadi menyandarkan punggungnya pada dinding putih tersebut, rasa dingin yang menusuk kulitnya sama sekali tidak ada apa apanya dibanding dengan rasa sakit pada hatinya. Berulang kali ia memijat pangkal hidungnya

"Bunda apa maksud bunda seperti ini... Apa bunda udah gak sayang Nifa..." Batin itu sambil menundukkan kepalanya, air mata nya terus saja keluar membasahi pipinya

Cklekk...

Pintu ruangan bunda Amira terbuka menampakkan sesosok dokter wanita paru baya, wajahnya murung tapi dipaksa untuk tetap tersenyum dihadapan mereka

Ditatapnya satu persatu ketiga didepannya, dan tertunduk sebentar untuk menormalkan suasana, helaan nafas terdengar dari mulut dokter itu "maaf..." Satu kata itu berhasil membuat hati ketiganya mencelos, belum ada kata selanjutnya namun bisa dipastikan dari kata-kata nya tidak ada raut menyenangkan

"Saya tau ini berat, tapi Allah lebih sayang ibu Amira dan Allah ingin cepat menemui orang baik seperti ibu Amira-" digantung nya kalimat terakhir itu sambil menghela nafas "ini sudah tidak bisa lagi tertolong..." Saat itu juga Anifa berlari pada bundanya didalam ruangan

Sementara Alfa dan ayahnya masih dia mematung dengan air mata yang luruh dari kedua pelupuk matanya, Alfa menangis dalam tidak ada pergerakan dari tubuhnya, rasanya benar benar sakit mati rasa pada tubuh nya membuat semua pergerakannya terkunci

Anifa sudah memeluk tubuh kaku bundanya, air mata nya jatuh pada wajah sang bunda yang yang pucat, dingin dan tak lagi bernyawa "bunda!" Teriak gadis itu mengguncang kaku itu, para suster ingin mendekat bermaksud ingin membawa jasadnya keruangan lain

"Jangan dekat dakat bunda Nifa!" Larang nya pada para suster tersebut, sudah tidak terhitung berapa banyak air mata yang ia keluarkan. Lelah benar benar lelah, Tuhan sudah mengambil sang bunda dari keluarganya begitu sayang kah Allah pada bundanya? Anifa benar benar kacau saat ini

Kyai Khalid dan Alfa sudah memasuki ruangan dingin tersebut, hatinya sangat hancur ketika matanya langsung mengarah pada wanita yang sudah terbaring kaku di ranjang

"Ya Allah, Nifa salah apa sampai Engkau harus ambil bunda..." Alfa benar benar tidak sanggup mendengarnya, pandangan nya dialihkan pada jendela yang tertutup, ia mendekati bundanya "Alfa janji bunda, janji akan jaga Anifa terus sampai dia menikah, dan Alfa janji akan menikah nantinya. Tapi apa tidak boleh ingin ada bunda disini, bersama bunda..."

Kyai Khalid mendekat dan mencium kening dingin sang istri "saya ikhlas, insyaallah saya jika memang itu membuat rasa sakit yang kamu rasakan bisa menghilang, terimakasih untuk waktunya terimakasih sudah menemani saya dan membesarkan mereka menjadi anak yang hebat dan kuat"

Sekuat dan setenang apapun kyai Khalid ia juga seorang manusia ciptaan Tuhan, hatinya rapuh mengikhlaskan orang yang dicintainya karena Allah dan harus diambil sang penciptanya "ternyata Allah lebih sayang pada mu Amira..."

Gimana part ini??
Jangan lupa vote and komen yaa
Di kritik apa aja...
Dadaa...
Salam ChocoPen

'mencintai paling dalam adalah ketika kita bisa mengikhlaskan kepergian nya'

ASA: Semesta Itu Bukan Milik Kita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang