Meski otaknya terus membuatnya ingat dengan sosok Arka, Ruby akan mengalahkannya dengan hapalan senyawa-senyawa kimia yang akan masuk ke otaknya.
***
Pagi ini Ruby tiba di sekolah lebih awal. Bahkan ia berangkat sendiri dengan motornya. Entahlah. Gadis berambut kuncir satu itu terlihat tidak bersemangat. Otaknya selalu saja menampilkan pertanyaan Arka kemarin malam.
"Nih otak kenapa, sih!" Ruby geram memegangi kepalanya kasar. Ia berada sendiri di dalam kelas. Jika saja ada yang melihatnya mungkin akan di cap sakit jiwa.
Ruby memilih untuk menelungkup ke meja. Tidur sejenak mungkin akan menjauhkannya dari bayang-bayang pertanyaan Arka.
Ruby kembali menegakkan badannya karena suara berisik kelas. Ia tidak tidur, hanya sekedar nenutup mata saja. Tepat saat Ruby menegakkan badannya, Aura tiba di ambang pintu kelas.
Gadis berambut ikal sebahu itu melambaikan tangannya, Ruby balas melambai—lesu.
Bel berbunyi. Pelajaran pertama pagi ini kimia. Salah satu pelajaran kesukaan Ruby. Meski otaknya terus membuatnya ingat dengan sosok Arka, Ruby akan mengalahkannya dengan hapalan senyawa-senyawa kimia yang akan masuk ke otaknya.
Miss Rina—guru kimia, masuk dan langsung memulai pelajaran setelah berdoa bersama.
Hampir satu jam berlalu. Hingga dimenit terakhir pelajaran, miss Rina kembali mengingatkan anak didiknya akan tugas kelompok yang ia berikan.
"Miss ingatkan kembali, tugasnya cari artikel tentang Covid 19 kemudian buat metode ilmiah dari artikel yang kalian cari tadi. Untuk kelompok, bisa dilihat di mading. Kelas ini bergabung dengan kelas X IPA 1."
Usai mengingatkan tugas tersebut, miss Rina pun keluar. Kelas mendadak ramai. Sibuk bertanya-tanya dirinya satu kelompok dengan siapa. Jelas saja tidak ada yang tahu!
"Auraaa." Ruby mendatangi bangku Aura.
"Ayo ke mading."
Aura langsung setuju. Mereka pun berlari menuju mading. Ruby dan Aura harus tiba lebih awal sebelum murid lain juga menyerbu mading.
"Gue satu kelompok sama Marcell," ucap Aura.
Ruby masih mencari namanya. Dan...
"Wah! Aura!"
Seruan Ruby langsung membuat Aura menoleh ke arah mading. Bukan ke arah pelaku yang heboh.
"Lo satu kelompok sama Saga." Aura membaca apa yang tertera di mading.
Ruby mengangguk semangat.
"Saga udah tau belum ya?"
Aura mengedikkan bahunya.
"Lo aja sana yang kasih tau dia," saran Aura.
"Boleh," jawab Ruby tersenyum—entahlah senyum jenis apa itu. Sukar didefinisikan.
***
"Tumben diem?" Aura merasa ada yang mengganjal karena diamnya Ruby.
"Kenapa?" Ruby bertanya balik.
Aura menggeleng. "Lo udah ngomong sama Saga?"
"Belum. Ketemu aja enggak. Nanti lah, pasti ketemu aja. Kalo nggak, ya bisa lewat chat."
Aura mengangguk mengerti.