Diam adalah emas
***
"Jukiii."
Ruby memanggil Arka dengan volume yang bisa dibilang lumayan membuat seisi telinga bergetar, Arka jadi bergidik. Ia seperti melewati zombie-zombie yang padahal hanya Ruby sendiri disana memanggilnya dengan wajah menggemaskan. Iya, menggemaskan.
Seperti keputusannya diawal, yaitu tampak tidak peduli dan fokus saja berjalan dengan cepat seolah-olah tidak ada siapapun disana, Arka melakukannya dengan tidak baik.
Bukan gagal. Hanya saja tidak baik. Dalam benaknya, ia akan lewat dengan gaya cool. Tapi kenyataannya? Ia justru mengendap-endap dan berlari saat sekali lagi Ruby memanggilnya.
Ruby tertawa. Ia membiarkan cowok itu kabur seperti dikejar warga ketahuan mencuri. Lucu. Ruby jadi semakin gencar untuk mengerjai cowok itu.
***
"Anjir tuh cewek." Napas Arka menderu tak beraturan. Ia ngos-ngosan, padahal pakai motor, nggak lari. Tapi karena rasa takutnya dikejar Ruby lebih mendominasi, ia jadi merasa ketakutan. Sumpah, Arka juga bingung kenapa takutnya kebangetan gini.
"Kamu kenapa?" Mama Arka datang dengan membawa segelas air untuk anaknya. Wanita itu sempat kaget dengan suara rusuh diruang tamu. Melihat sang anak seperti habis dikejar anjing, ia pun berinisiatif memberinya segelas air untuk menyegarkan otaknya.
Arka meneguk segelas air tersebut hingga tandas. Sang Ibu terus bertanya apa yang terjadi dengannya. Bagaimana mungkin Arka akan menjawab kalau dia habis dipanggil-panggil sama cewek gila? Yang ada dia jadi bahan tertawaan. Apalagi Aufa—adiknya, jika sampai dia tahu keadaan kakak laki-lakinya begini bisa-bisa Arka akan diolok sampai mampus. Kurang ajar memang.
Arka menggeleng. "Nggak, Ma. Nggak apa-apa," jawab Arka. Ia berharap Mamanya bisa mengerti kalau sang anak tidak ingin menceritakan apa yang terjadi.
"Ada apa? Nggak mungkin nggak ada apa-apa orang kamu kayak habis dikejar anjing tadi pas datang."
Salah. Arka salah harus berharap sang Ibu tidak melontarkan pertanyaan lagi untuknya. Arka berpikir alasan apa yang tepat agar sang Ibu percaya dan tidak lagi menanyakannya.
"Anu Ma, iya tadi Arka dikejar anjing," jawab Arka menggaruk tengkuknya yang tak gatal tapi sedikit basah karena ia berkeringat menghindari cewek gila tadi. Arka akan keramas. Sungguh.
Mimi menatap putranya penuh selidik. Arka jadi mendadak grogi, udah kayak penilaian di acara Master Chef.
Tak berapa lama...
"Ahahahaha." Tawa sang Ibu meledak.
Grogi Arka hilang tergantikan dengan perasaan was-was. Kalau Mamanya sudah tertawa begini berarti bukan pertanda baik.
"Kamu takut sampe keringatan gini cuman gara-gara dikejar anjing? Anjingnya Pak Daus?" Mimi bertanya dengan wajah mengejek putranya. Ia sungguh tak percaya jika putranya yang sudah SMA ini masih takut dengan anjing peliharaan Pak Daus. Padahal anjingnya lucu. Tidak ada kesan menakutkan sama sekali di anjing itu.
Arka memilih diam. Mau mengelak lagi, nanti akan lebih panjang urusannya. Memang benar, diam adalah emas. Camkan itu teman.
Arka memperhatikan Mamanya yang sejak tadi tertawa lepas. Senang banget kayaknya kalo ngejek anak, pikir Arka tak habis pikir.