Third POV"Jadi, apa yang terjadi?" tanya Jeffery penasaran. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan oleh dua calon siswanya ini.
"Kau orang baru, tidak akan mengerti. Diam saja dan lihat sendiri."
Mulut tajam Tala memang sedikit menyinggung Jeffery. Tapi tidak salah juga. Dia seorang guru musik baru yang diterima beberapa menit lalu.Bian sendiri hanya diam menatap Jeffery tidak enak. Ingatkan Bian nanti untuk menjepit mulut Tala dengan jepitan jemuran. Anak itu memang selalu membuat masalah dengan ucapannya yang selalu nyelekit.
"Kak Jeff, maaf ya. Jangan dengerin omongannya Tala. Dia emang bodoh. Mungkin tadi kepalanya tertimpa sesuatu, jadinya makin bodoh," kata Bian tidak enak. Sedangkan yang disebut bodoh menatap Bian tajam.
Jeffery hanya mengangguk saja. Maklum dengan ucapan Tala. Lagipula Tala bicara apa adanya. Secara fakta pula.
Mereka, Jeffery dan Bian lebih tepatnya, membersihkan sedikit kekacauan yang ada. Mengembalikan beberapa obat dan membuang kapas bekas darah Tala. Tala sendiri? Hanya menatap mereka yang tengah mondar-mandir dengan kesibukannya masing-masing.
"Nah, urusanku di sini sudah selesai. Lebih baik kalian kembali ke kelas. Masih ada dua jam lagi sebelum pulang," kata Jeffery setelah melihat jam tangannya.
"Kelas kita kosong. Gurunya cuti, Kak," sahut Bian.
"Oh, kalau gitu Kakak balik dulu. Jaga diri ya."
Jeffery berpamitan pada calon siswanya itu. Bian membalas dengan lambaian semangat, sedangkan Tala hanya diam saja."Makasih."
Jeffery anak musik, ingat? Suara selirih apapun akan terdengar oleh telinga Jeffery yang sensitif, sekalipun pintu uks sudah tertutup rapat."Dasar bocah."
Bian dan Tala, Jeffery akan ingat dua nama itu. Semoga saja dia mengajar di kelas mereka. Ada hal yang membuatnya tertarik dari dua bocah bertolak belakang itu.
____________________________________
Jeffery kini berada di studio miliknya. Memangku gitar kesayangannya sambil memikirkan lirik untuk lagu barunya. Jujur saja, pikiran Jeffery tidak terlalu fokus untuk hari ini.
Siapa lagi kalau bukan karena dua bocah yang dia temui tiga jam lalu. Entahlah, Jeffery juga bingung.
Untuk ukuran sekolah yang lumayan elite dan berkelas, tidak mungkin tidak ada cctv di setiap sudut. Melihat sikap Tala yang terlampau santai saat mendapat luka-luka itu, Jeffery yakin kalau bocah sipit itu sudah terbiasa dengan luka-luka. Ditambah Bian yang terlihat bosan melihat luka di tubuh Tala.
"Aneh. Emangnya sekolah gak tau kalau ada bullying. Atau mereka tutup mata?" gumam Jeffery penasaran.
"Haish, ngapain juga gue ikut campur. Gue cuma guru baru, inget itu."
Mulutnya memang bicara seperti itu, tapi jarinya mencari kontak sang kakak untuk dihubungi. Hujat saja Jeffery ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Music Lesson
Roman pour Adolescents"Aku telah memilih, dan kalian yang kupilih." -Jeffery . . . . "Kita akan terus bersama, selamanya." -Bian . . . . "Maaf." -Tala Saat semua berjalan dengan baik, tapi ego mengambil alih sambil berdalih, demi orang yang terkasih. Tentang tiga insan y...