Chapter 09

257 48 16
                                    

Aku tak menyangka kalau tour guide itu akan sangat kesal setelah menyadari bahwa akulah—Moon Sangmin— yang membersamainya selama menemui permaisuri. Kukira, ia akan girang ketika menemukan fakta tersebut. Bukankah kami adalah 'teman seperantauan' di Joseon?

Sayangnya, ia justru melirikku sengit dengan raut kecewa. Bahkan, ia mogok bicara selama perjalanan kami ke kediaman putri mahkota. Ya, aku yang memintanya untuk mengobrol di sana.

Sepeninggalan para dayang dari kamar tidurnya, bocah itu beranjak dan mondar-mandir di hadapanku seperti orang gila.

"Bisa berhenti? Kau membuat kepalaku pusing."

Langkah kakinya terhenti dan ia kembali menatapku sengit.

"Bagaimana bisa kau berubah dari urakan menjadi ... lebih behave?"

"Maksudmu apa menyebutku urakan?"

Bola mata bocah itu berputar seakan mengindikasikan otaknya yang mencari alasan.

"Ya, perbedaan sikapmu hari ini terlalu mencolok dari sebelumnya. Bagaimana bisa kau berubah secepat itu?"

"..."

Aku sendiri bingung menjelaskan hal ini pada akal sehatku, apa lagi pada bocah dengan rasa ingin tahu yang tinggi ini. Semua terlalu tidak masuk akal. Namun, kalau aku pikir lagi, kedatangan kami ke Joseon saja sudah di luar nalar.

"Kalau kau mau tahu, berhentilah mondar-mandir di depanku dan duduk di sini," perintahku seraya menepuk bantalan duduk di sampingku.

Bukan semata-mata menghentikan kesenangannya, aku hanya tidak ingin ada yang mendengar percakapan kami nantinya. Bocah itu, melirikku lagi beberapa detik. Kurasa ia langsung punya trust issue ketika tahu bahwa aku Moon Sangmin, tapi bukankah seharusnya kebalikannya?

"Mau dengar atau tidak?"

Sedetik kemudian, ia mengangguk dan duduk manis di sampingku dengan pandangan penuh. Seperti seorang murid yang antusias di hari pertama sekolah.

"Sebenarnya, aku mendapat wangsit."

Mata bocah itu mendadak melotot mendengar penuturanku yang tak sepenuhnya asal.

"Malam setelah kedatangan shaman sialan itu, aku sempat terbangun di tengah malam. Kudapati sosok bercadar duduk bersila di hadapanku," ujarku memulai cerita, "tentu aku was-was, tapi ia justru menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiranku di Joseon."

"Apa maksudmu kita sengaja diundang begitu?"

"Koreksi, bukan kita, tapi A-K-U. Sepertinya kedatanganku sudah diantisipasi oleh seseorang atau mungkin sekelompok orang."

Ya, aku ingat, pria dengan pakaian mirip ninja itu tak bicara banyak, hanya menjelaskan sedikit mengapa aku bisa di sini dan clue yang akan membantuku, termasuk caraku bertahan untuk sementara waktu.

Bocah itu mencebik. "Untuk apa?"

"Mungkin kau bisa sedikit bercerita konflik kerajaan ini yang tentunya tak terrangkum dalam buku manapun. Karena ... pria itu memintaku menyelesaikan teka-teki yang sedang dihadapi oleh permaisuri dan putra mahkota sebenarnya."

Tangan bocah itu menutup mulutnya yang kuyakin sudah membentuk huruf 'O' besar. Akupun sama terkejutnya semalam.

"Lalu, kau hanya iya-iya saja?"

"Memang aku harus apa? Menolaknya mentah-mentah?"

"Mungkin. Untuk apa mengikuti instruksi orang tak dikenal? Satu lagi, kau saja tak tahu teka-teki soal apa dan arahnya ke mana."

The Summer EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang