Chapter 03

301 51 9
                                    

Mataku mengerjap ketika kudapati seorang perempuan dengan hanbok berwarna sage yang mencoba membangunkanku. Seingatku, aku sedang mendokumentasikan perjalanan dan mengambil foto pemandangan sore di Jungmun Saekdal. Pasir warna-warni, gulungan ombak kecil, dan ... langit kemerahan.

"Bin-gung Mama*, air-untuk membasuh wajah-nya sudah siap."

"Mama?"

Apakah aku sedang bermimpi? Walaupun aku tak menyukai pelajaran sejarah ataupun drama saeguk, aku tahu kalau sebutan itu untuk para bangsawanan. Sayangnya, aku tidak terlalu ingat panggilan untuk-bangsawan- yang mana. Padahal, akhir-akhir ini aku tidak membaca buku sejarah ataupun mengunjungi tempat bersejarah, bagaimana bisa bermimpi seperti ini? Mungkin, dalam alam bawah sadar, aku sedang tertekan. Kuhembuskan napasku perlahan dan kupejamkan mataku kembali.

"Mama, saya tahu Anda sangat lelah, tapi Anda harus segera bersiap untuk minum teh."

Kulihat suasana ruangan tempatku berada. Ruangan ini tampak familiar dan semua ini semacam ... deja vu. Karena mimpiku kali ini terrasa sangat nyata, aku jadi mencurigai satu hal.

"Di mana Harabeoji*?"

"Mama?"

"Harabeoji ada di mana? Bilang padanya, aku tidak akan ikut upacara minum teh, kecuali dia menjelaskan alasan keberadaanku di sini," tegasku. Aku yakin wanita ini adalah salah satu asisten di rumah orang tua ibuku. Bukan pertama kali mereka membawaku ke kediamannya dan mencekokiku dengan nilai-nilai yang membuat telingaku pekak.

"Mama ... apa yang kaubicarakan?"

"Baiklah kalau kau pura-pura bodoh. Setelah mandi akan kutemui kakek dan nenekku. Tapi jangan panggil aku dengan sebutan —Mama— itu."

Wanita itu tampak kebingungan dan mengantarkanku untuk mandi. Selama di lorong, aku melirik kanan-kiri dan kudapati suasana yang cukup berbeda dengan kediaman kakekku saat terakhir kali berkunjung. Harus kuakui kalau hasil renovasi rumah dan halamannya jauh lebih apik dan ... klasik, tapi aku justru merasa semakin asing. Belum lagi, ada lebih banyak asisten yang mengenakan hanbok dan hanya menunduk ketika aku lewat. Aduh! Ini membuatku semakin muak.

Seperti biasanya, aku menuruti instruksi dari asisten kakekku. Meskipun untuk kali ini aku merasa ia terlalu melayaniku. Tubuhku lemas ketika kusadari pakaian dalamku yang menjadi ... kuno. Harus kuakui kalau aku tak menyukai hal-hal tradisional, tapi aku masih menggunakan hanbok sesekali, terutama saat menghadiri acara keluarga dari pihak ibuku. Hanya saja, tidak dengan kain-kain yang melilit tubuhku. Ini membuat bulu kudukku bergidik.

"Aaaa!"

"Mama! Apa yang terjadi?"

Aku menatap wanita ber-hanbok dengan tatapan penuh selidik dan ia tampak ketakutan. Ketakutannya itu kujadikan alasan untuk mengusirnya dari ruangan ini. Bisa-bisa, kalau tidak kuusir, dia akan mengawasi aku saat mandi.

Percaya tidak percaya, kupikir aku masuk ke dimensi lain atau time travelling, seperti cerita dalam manhwa. Mengingat cerita salah seorang temanku kalau air merupakan salah satu media untuk berpindah dimensi, segera kutenggelamkan diriku dalam bak mandi.

"Uhuk ... uhuk ...."

Nihil. Tak ada yang terjadi meskipun aku sudah kehabisan napas. Sepertinya aku memang terjebak sekarang. Seharusnya, aku membaca lebih banyak manhwa isekai agar tahu cara meninggalkan dunia ini.

***

Otakku sama sekali tak berhenti berpikir sejak mandi sampai sekarang. Apa kesalahan yang kuperbuat sampai terjebak di sini? Atau, ada orang yang membunuhku di dunia modern? Kalau sampai opsi kedua benar, tamat sudah riwayatku terjebak di dunia ini.

The Summer EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang