Chapter 01

654 67 8
                                        

"Well, according to the maps, finally we have been to the coastline of Seogwipo."

Kalimat pendekku berhasil mencuri atensi setidaknya 10 dari 18 orang penumpang minibus yang kini melaju melewati pesisir pantai bagian selatan Pulau Jeju. Mendengar kata 'coastline' membuat sebagian dari mereka menoleh ke kiri dan mencuri pandang pada keindahan yang terbentang di sepanjang jalan. Seolah terbius akan pesona pantai selatan Jeju yang tak kalah dari pantai utara, mereka sibuk mengambil gambar dengan ponsel ataupun gawai lainnya.

"Wow, it's magnificent," ucap seorang penumpang berambut pirang yang duduk di bangku depan, tak jauh dari tempatku berdiri. Ia menunjuk bibir pantai dengan batuan hitam yang tampak kontras dengan tepian laut kebiruan.

Aku tersenyum mendengarnya. Sebagai seorang tour guide, kebahagiaanku tak hanya terletak pada keindahan tempat yang kukunjungi, melainkan seberapa excited wisatawan yang pergi bersamaku. Mungkin terdengar dangkal, tapi senyum bahagia mereka saja sudah membuatku girang dan bersemangat.

"Fortunately, you enjoy the scenery. As I said, tours in Seogwipo will be slightly different from other Jeju Island tours. Even though both cities in Jeju island have a wide and beautiful coastline, this city is not as developed as Jeju city and you won't see luxury modern cottages on the beach as much as in Jeju city. So, you could enjoy more natural tourist destinations."

Saking terpesonanya akan pemandangan yang sudah kusaksikan lebih dari 5 kali seumur hidupku, wisatawan tersebut seperti tak mengindahkan paparanku barusan. Ya, mau bagaimana lagi, mereka turis asing yang baru pertama kali mengunjungi Korea Selatan, khususnya Jeju. Sempat terpikir, sebagai wisatawan asing, mengapa mereka tidak mengunjungi Kota Jeju, tapi ternyata faktor budget dan 'kepolosan' Kota Seogwipo yang membuat mereka tertarik pada destinasi ini.

"Yeju! So, how long will we arrive at our next destination?" teriak pria berkulit gelap yang duduk di bangku paling belakang, "I'm here just to go snorkeling!"

Sayang sekali, tidak semua elemen dari suatu perjalanan menyenangkan hatiku. Terkadang, ada satu atau dua orang, atau bisa jadi hampir semuanya bersikap menyebalkan. Salah satunya adalah pria berkulit gelap yang berasal dari Zimbabwe ini. Sejak di bandara, ia tak henti menanyakan perihal snorkeling yang menjadi salah satu dari itinerary yang tim marketing tawarkan.

"Keep calm, Joe. We'll visit Jeju Camellia Arboretum first and have lunch at Wimi Port Raw Fish Center, then ... go snorkeling."

Pria itu merotasikan bola matanya dengan mimik wajah tak bersahabat. "Too bad, I thought we would enjoy the underwater beauty in the morning."

Kalau dia merasa 'too bad,' sudah seharusnya dia cari paket snorkeling saja, bukan tur 3 hari 2 malam di Seogwipo.

"Sst, Joe."

Untung saja wanita cantik di sampingnya mencoba menenangkan dan memberikan senyuman tulus padaku.

"We just spend about 2 hours in the Arboretum and an hour to eat. I guess we will arrive at the beach and meet All Blu –snorkeling– instructors by noon," jelasku dengan antusias, "some tourists even said the underwater view at noon is more beautiful. So, I'm sure that our trip will be superb and ... more memorable."

Pria Zimbabwe tadi melirikku dan pasangannya bergantian. Lantas, ia mengangguk setuju. Sebenarnya, aku juga tidak tahu sebagus apa underwater di siang hari karena aku sendiri selalu memilih snorkeling ketika matahari tak lama naik dari cakrawala Timur. Namun, satu hal yang kuyakini sebagai tour guide selama hampir 3 tahun, mood wisatawan adalah hal terpenting dalam sebuah tur. Mau seindah apapun view-nya, kalau mereka sedang bad mood, perjalanan ini akan menjadi suram.

The Summer EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang