"Apa maksudmu, meminta Fiona yang datang ke sana?!" Lucas beranjak dari kursi dan menunjuk-nunjuk saking geramnya. Matanya mengilat menatap si utusan.
"Ta-tapi, Tuan, sebagai pemilik usaha yang berasal dari kalangan bukan bangsawan, maka Nona Fiona berkewajiban menghadap petinggi serikat pencanang---"
"Usaha Fiona bergerak di bawah naungan bisnis Foxton!" hardik Lucas. "Aku sendiri yang mendaftarkannya pada serikat dagang. Segala yang Fiona lakukan terkait jasa konsultasinya, merupakan bagian dari bisnis yang kumiliki. Seharusnya, kalian yang datang ke kastel!"
Lucas menggebrak meja sekali lagi, membuat si utusan terlonjak dan bergidik ngeri. Meski sudah terlihat ketakutan begitu, Lucas masih saja tampak sangar.
"Sampaikan pada atasanmu, bila ada masalah, temui kami di kastel Abbott, sesuai tanggal dan jam yang tertera dalam surat itu!"
"Ba-ba-baik, Tuan! Saya izin pamit terlebih dahulu!" Setelahnya, si utusan lari tunggang langgang keluar dari restoran.
Napas Lucas masih menderu sepeninggal si utusan serikat pencanang. Kemudian, ia mengempaskan dirinya ke kursi dan memejamkan mata. Mulutnya mendesah napas panjang.
Fiona termangu di tempat. Sejak tadi, ia tak bicara apa pun, terlalu terkejut atas sikap Lucas barusan. Ia berpaling ke arah pemuda itu dengan tatapan tak percaya.
Saat Lucas membuka mata kembali, ia heran melihat Fiona yang bingung menatapnya. "Kenapa?"
"Oh, tidak ada apa-apa. Hanya saja ... Anda sudah jauh berubah, Tuan," jawab Fiona.
"Maksudmu?"
"Sebelumnya, Anda lebih memilih diam dan menutup telinga bila terjadi konflik. Yang barusan tadi ... tidak seperti itu."
Lucas mengamati wajah Fiona sejenak, sebelum akhirnya menjawab, "Aku hanya tidak ingin kau diperlakukan tidak adil oleh orang lain."
"Tapi, di masyarakat kita ini memang ada sistem strata, bukan? Aku memang rakyat biasa. Para petinggi serikat, dari serikat apa pun itu, adalah orang yang dihormati setara bangsawan." tanya Fiona balik.
"Aku tahu. Kau benar. Dan aku tidak bisa berbuat apa pun mengenai hal itu." Lucas mengangguk lemah. Tatapan matanya menerawang ke langit-langit, sebelum akhirnya berpaling pada Fiona yang berdiri di sebelahnya. "Tapi setidaknya, aku ingin melakukan sesuatu untukmu."
Kedua pipi Fiona merona. Ia menunduk seraya tersenyum. "Terima kasih, Tuan."
Lucas tertawa kecil. "Sudahlah. Sebaiknya kau pikirkan, mengenai alasan mengapa serikat pencanang sampai memberi surat panggilan seperti itu. Apakah usaha jasa konsultasimu bersinggungan dengan bisnis mereka?"
"Entahlah, Tuan." Fiona tampak berpikir sejenak, berusaha mengingat-ingat. "Mungkinkah dari caraku yang menyarankan para pedagang untuk beriklan menggunakan selebaran, telah membuat para pencanang merugi?"
***
Keesokan harinya, Fiona mendatangi kastel Abbott pada pagi hari. Sudah sekian bulan Fiona tidak berkunjung ke kastel semenjak pindah. Hingga Brie, si kepala pelayan, takjub melihat penampilan Fiona yang baru saat gadis itu menginjakkan kaki di lobi utama.
"Fiona!" Brie merangkul sejenak mantan bawahannya tersebut, lalu mengamat-amati gadis di hadapannya itu. Fiona mengenakan merah muda dengan sentuhan border ungu, senada dengan warna rambut.
"Inikah dirimu? Kau sudah sangat berubah! Kini terlihat seperti seorang nona bangsawan!"
"Anda bisa saja, Bu!"
Fiona tertawa. Atasan yang dulu pernah ia anggap galak, telah melunak sejak Fiona berhasil mengubah kehidupan Lucas. Fiona tak menyadari, bahwa begitu berarti tindakannya tersebut terhadap Brie, yang sudah lama menganggap Lucas layaknya putra sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kedai Rawon di Isekai (TAMAT - Republish)
FantasyFiona si mantan karyawati digital marketing dan penyuka masakan rawon, tiba-tiba terlempar ke dunia dalam webtoon. Ia merasuki tubuh figuran budak dari tokoh antagonis Lucas. Ingin terbebas dari ikatan perbudakan, Fiona harus membantu Lucas mengolah...