14)

511 77 9
                                    

Buat uang parkir pencet bintangnya ya bapak ibu sekalian. Tqvm.

Vanya pov

Gue menatap Aurel yang duduk di samping gue sibuk dengan pudding nya. Beberapa kali gue menghela nafas. Hanya dentingan sendok yang terdengar di ruang makan rumah gue. Gue menoleh ke depan menatap sosok yang bener bener bikin gue kesel dari kemarin, kak Liam. Pagi pagi buta keluarganya datang ke rumah gue, katanya di undang sama papa gue buat sarapan bareng. Yap, mama, papah gue udah pulang. Nyampe pas subuh tadi.

"Jadi gimana perkembangan hubungan kalian?" Tanya papah gue di sela sela makannya.

Gue menenguk lidah gue susah payah, kak Liam natap gue dengan tatapan datarnya. Udah biasa.

"Gak gimana gimana om"

Gue liat om Rafandra ngelap mulutnya pake tisu "Kalian udah mutusin kan bakal gimana?"

Gue menunduk. Boro boro mutusin kedepannya bakal gimana, tiap gue sama kak Liam bawaannya kesel mulu.

Gue ngeliat kak Liam mengangguk "Udah pah" Ada sedikit jeda di ucapannya karna dia minum. "Liam, nolak buat di jodohin"

Semua orang yang di meja tersebut kaget mendengar ucapan kak Liam, termasuk gue. Qayla yang di samping Aurel sampe terbatuk batuk. Gue mendongak menatap kak Liam yang sedang menatap gue juga. Dia tersenyum tipis, gue menggigit bibir bawah gue takut.

"Kamu beneran Am?" Kak Liam ngangguk tegas, saat di tanya oleh tante Suci.

"Vanya?" Itu papah gue.

Gue natap papah gue bingung. Gue gak tau harus jawab apa, ada sedikit rasa kecewa saat mendengar penuturan kak Liam tadi.

"Aku-"

"Udah pasti dia gak setuju om" Kak Liam motong ucapan gue.

Sebenarnya dia kenapa sih? Kok tiba tiba jadi gini? Halah emang taik tu orang.

Gue yang udah kesel ngangguk gitu aja "Iya pah, dari awal aku kan emang gamau!" Ucap gue sedikit kesel. Dan menatap tajam kak Liam.

Vanya pov end.

Rafandra memijit kepalanya sesekali menghela nafasnya kasar.

"Kalian udah buat keputusan, dan seperti janji saya. Perjodohan ini tidak akan di lanjutkan, tetapi kerja sama antara kedua belah pihak tidak akan terputus" Ucap Rafandra final.

Vanya memalingkan wajahnya, matanya panas sekarang. Sedangkan Liam, ia hanya mengangguk angguk mendengar penuturan ayahnya.

"Sebenarnya kami menjodohkan kalian bukan semata mata karena hanya untuk kerjasama perusahaan kami. Tapi ini adalah janji, saya dan Papah kamu Liam. Sayang sekali keputusan kalian tidak berubah, dan terimakasih telah menjaga Vanya dan Aurel selama saya berada di Jepang"

"Belum jodoh om" Liam terkekeh di sela sela ucapannya.

Vanya berdiri dari duduknya, semua orang kini menatapnya. "Vanya ke kamar dulu, pengen lanjut tidur" Ucapnya lalu tersenyum dan beranjak dari sana.

Qayla yang melihat itu berdiri menyusul Vanya "Saya juga duluan, om, tante, kak Liam"

Liam hanya menatap punggung Vanya yang sedikit demi sedikit menghilang dari pandangannya. Dia menunduk, dan tersenyum kecut. Keputusan yang ia ambil sudah benar kan? Seharusnya begitu. Dalam beberapa hari kebelakang sudah membuktikan bahwa sangat sulit menaklukkan hati gadis yang di cintai nya itu. Atau keputusan yang Liam ambil sekarang justru salah?

Di sisi lain Vanya kembali ke adegan dimana dirinya meliliti seluruh tubuhnya dengan selimut. Dan menangis, menelengkupkan wajahnya ke atas bantal.

Qayla menatap iba sahabatnya, mendekat dan mengusap usap punggung Vanya.

KATINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang