35. Bab Ekstra: Aya Sofiya

1.9K 227 20
                                    

Semenanjung Anatolia hingga Balkan adalah bentangan luas Republik Turki. Sebuah negara Kesatuan bersistem presidensial di kawasan Eurasia.

Dulunya adalah sebuah negara berdinasti Kesultanan Ottoman yang pada akhirnya pada tahun 1992 M dihapus menjadi negara Republik oleh Mustafa Kemal Atatürk.

Mustafa Kemal Atatürk adalah pemimpin yang konservatif, dia membawa sekulerisasi dengan tidak membolehkan adanya percampuran kepentingan agama dan politik, alih-alih modernisasi bagi bangsa Turki. Dia membawa banyak perubahan sekulerisme; yaitu seperti menghapus sistem kekhalifahan, membubarkan sekolah-sekolah agama. Bahkan pada masa pemerintahannya, adzan pernah diganti menggunakan bahasa Turki, melarang perempuan berkerudung & lelaki berjenggot panjang.

"Merhaba, Masjid Hagia Shopia," ujar Fawaz begitu dia dan Azhima sampai ke pelataran Hagia Shopia yang menjadi salah satu warisan dunia yang diakui UNESCO.

Bangunan super megah Hagia Shopia atau terkenal juga dengan sebutan Aya Sofiya ini memenuhi netra mereka berdua. Niatnya mereka berdua berkunjung juga hendak solat duhur berjamaah, sembari menunggu waktu duhur datang dan adzan berkumandang, mereka masuk ke dalam untuk melihat-lihat isi masjid satu itu yang penuh akan sejarah Turki dari masa ke masa.

"Kamu tadi nyebut-nyebut merhaba, memang apa arti merhaba, Mas?" tanya Azhima di sela mereka berdua mulai melihat-lihat sebagian ruangan Aya Sofiya. Desainnya sungguh menakjubkan dan unik; yaitu perpaduan antara mosaik era Bizantium dan kaligrafi era Kesultanan Ottoman. Konon katanya, sebagian pilar penyangganya bahkan diambil dari Ephesus dan Kuil Artemis.

"Merhaba itu bahasa Turki, artinya halo, Dek," jawab Fawaz sembari memfoto beberapa kaligrafi yang menghiasi dinding Aya Sofia.

"Kamu tahu dari mana bahasa Turki begituan?" selidik Azhima yang ikut-ikutan mendongak, menatap kaligrafi besar berlafal Allah yang sedang dipotret suaminya.

"Aku tanya sama Mbah Google."

Satu bidikan kaligrafi berlafal Allah akhirnya lolos tersimpan di memori ponsel Fawaz. Kini tinggal arah bidikan kamera ponsel Fawaz mengarah ke perempuan kearaban di sampingnya.

"Istriku," panggilnya, berhasil membuat secara otomatis sosok yang merasa istrinya Fawaz mengalihkan atensi ke arah kamera. Dan sekon ke depan, satu hasil bidikan kamera berisi foto Azhima berhasil tersimpan dalam memori ponsel Fawaz.

Setelahnya Azhima beringsut lebih dulu, meneliti setiap ornamen yang ada, menemukan hal mencolok, di mana ornamen khas Islam dan khas Kristen saling beradu.

"Lihat, Mas. Mosaik Bunda Maria sama Yesus." Azhima menunjuk ke arah langit-langit Aya Sofiya, terdapat lukisan Bunda Maria dan Yesus yang masih terjaga apik.

Fawaz mendekati Azhima, mendongak menatap mosaik Bunda Maria yang memangku Yesus kecil.

Aya Sofiya memang memiliki banyak cerita yang menjadi bagian saksi bisu pemerintahan Turki dari masa ke masa; melintasi zaman Kekaisaran Romawi Timur, Khilafah Utsmaniyah, hingga saat ini.

Awal dibangun menjadi gereja ketredal pada masa Kekaisaran Romawi Timur, pada rezim konstantin tahun 330 M, di mana terdapat pengubahan Bizantium menjadi Konstantinopel. Tahun 1453 M saat Khilafah Utsmaniyah mengambil alih Konstantinopel dan mengubahnya menjadi Istanbul, Aya Sofiya dialih fungsikan menjadi masjid setelah sekitar 900 tahun lamanya dijadikan gereja ketredal. Tahun 1953 M, saat Turki menjadi negara Republik, presiden Mustafa Kemal mengalihfungsikan menjadi museum setelah sekitar 500 tahun lamanya Aya Sofiya dijadikan masjid.

Hingga 85 tahun kemudian, pengadilan tertinggi Turki, dewan negara memutuskan kebijakan Mustafa Kemal mengubah status Aya Sofiya dari masjid menjadi museum pada tahun 1934 M adalah ilegal, maka demikian Aya Sofiya dialihfungsikan kembali menjadi masjid pada tahun 2020 oleh presiden Recep Tayyip Erdogan. Beginilah riwayat pengalihfungsian Hagia Shopia dari zaman ke zaman.

"Rupanya kamu pinter sejarah juga," komentar Azhima di sela-sela mereka berdua melihat-lihat Aya Sofia lebih jauh.

"Sebelum ke sini, aku memang sengaja baca-baca sejarah Aya Sofiya biar bisa cerita ke kamu, biar terlihat keren, lalu dipuji sama kamu," sahut Fawaz, langsung mendapat tatapan dengan satu alis terangkat dari Azhima.

"Kenapa? Ada yang salah sama aku? Memang salah ya ngarepin dapet pujian dari istri sendiri?" cicit Fawaz. Mereka berdua akhirnya berhenti sejenak.

Kepala Azhima menggeleng.

"Baiklah. Makasih, Suamiku. Kamu keren banget hari ini," saksi Azhima, bibirnya melengkung apik.

Mendapati kesaksian itu, bibir kenyal Fawaz juga ikutan melengkung semringah. Andai saja mereka berdua tidak sedang berada di keramaian apalagi ini di masjid, Fawaz ingin sekali mencubit cuping hidung mancung Azhima atau sekedar mengelus lembut puncak kepala Azhima.

"Tapi kenapa tadi saat di Majid Biru nggak cerita sejarah Masjid Biru?" selidik Azhima.

Sebelum ke Aya Sofiya, mereka berdua lebih dulu mengunjungi Masjid Biru atau Masjid Sultan Ahmed yang memiliki sejarah tak kalah menakjubkan. Masjid Biru dan Masjid Hagia Shopia sendiri letaknya berseberangan.

"Soalnya nggak baca-baca tentang Masjid Biru, jadi nggak bisa cerita," jelas Fawaz, nyengir sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Mendapati sahutan begitu, Azhima tersenyum geli.

"Sebagai gantinya, nanti aku ceritain tentang Grand Bazaar yang jadi salah satu pasar tertutup terbesar dan tertua di dunia ya?" bujuk Fawaz.

"Nanti kamu boleh deh puas-puasin belanja di sana, Jim," imbuhnya, malah berakhir meledeki istrinya dengan sebutan ikoniknya saat masa putih abu-abu; Jim, Ajima.

Mendengar sebutan Jim, Azhima mendelik. Dia sangat tahu kalau Fawaz sedang meledekinya, maka dari itu dia membuat respon pura-pura tidak suka agar lelaki itu bahagia.

Sesuai atensi, Fawaz menahan senyum mendapati respon jenis barusan. Dia konstan suka meledaki Azhima dengan menyebut Jim. Tapi sebenarnya untuk sampai sekarang, dia lebih suka menyebut Jim daripada Dek, soalnya masih terasa aneh memanggil dengan Dek. Karena apa? Ya karena mereka berdua adalah teman sepantaran, bahkan pernah menjadi teman sekelas.

Teman, tapi menikah. Teman biasa, berakhir menjadi teman hidup. Ah, takdir itu ... kadang bisa seajaib ini ya?

Perlahan-lahan, adzan duhur dikumandangkan. Mereka berdua beringsut untuk melakukan segala hal persiapan salat.

Saat solat jamaah berlangsung, ikon-ikon Kristiani ditutup menggunakan tirai dan sinar laser, seperti ikon mosaik Bunda Maria dan Yesus yang ada di langit-langit kubah utama Aya Sofia. Nanti akan dibuka kembali begitu salat berjamaah selesai agar bisa kembali dilihat oleh para pengunjung.

Aya Sofiya ini sekalipun sudah ditetapkan menjadi masjid, tetap diperbolehkan dikunjungi oleh para pelancong, baik pelancong domestik maupun mancanegara, baik pelancong muslim atau non-muslim.

Langit Istanbul begitu cerah. Suara merdu nan lantang muadzin yang melantunkan lafal-lafal adzan menggema memenuhi Masjid Hagia Sophia.

Saatnya beristirahat sejenak dari urusan dunia. Bersimpuh kepada Sang Pemilik untuk mensyukuri akan banyak hal, melambungkan doa-doa terbaik.

Mensyukuri banyak hal yang juga bagi Fawaz kini adalah perihal takdir itu bisa sebegitu ajaib.

Seajaib bagaimana kisahnya bersama Azhima.

Bagaimana tidak ajaib, kalian ingat gombalan yang membawa-bawa nahwu dan tajwid yang Fawaz kirimkan ke Azhima, alih-alih salam dari Juki di zaman dulu?

Gombalan itu sebenarnya bukan dari Juki. Itu murni buatan Fawaz untuk meledeki Azhima.

Nun sukun ketemu ba kan iqlab.
Yak masa lo ketemu gue nggak ijab.

Huruf illat kue ana telu; alif, ya, karo wawu.
Setelah lulus nanti lo gue bawa ke KUA, mau?

Dan pada akhirnya, kini gombalan memalukan itu sungguh nyata. Ajaib sekali, bukan?

_________________

Bittersweet in PesantrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang