1//Tetangga Baru

80 15 3
                                    

Tak ada yang bisa Herlan elak begitu Ryanjaya sahabatnya yang kerap dipanggil Jaya itu datang ke unitnya di pukul lima pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tak ada yang bisa Herlan elak begitu Ryanjaya sahabatnya yang kerap dipanggil Jaya itu datang ke unitnya di pukul lima pagi. Mungkin, itu terlalu pagi untuk ukuran seorang sahabat. Tapi Jaya itu bukan hanya sekadar sahabat bagi Herlan. Jaya itu sudah seperti saudaranya sendiri. Jaya bahkan membantunya dalam pekerjaan di kantor. Selain itu, Jaya membantunya dalam menjaga anaknya Raquella yang kerap dipanggil Qyu. Jaya juga sering kali membantunya dalam urusan membereskan unit. Kenapa Herlan tidak menyewa orang saja untuk itu semua? Karena Herlan tidak mudah percaya pada seseorang apalagi harus berhubungan dengan sesuatu yang merupakan hak miliknya. 

Setengah enam pagi, Herlan terbangun dengan kedua mata sembab. Jaya tak penasaran akan alasan mengapa Herlan bisa seperti itu, yang ia pedulikan hanya isi unit Herlan yang begitu berantakan. Mainan-mainan milik Qyu bahkan berserakan. Jaya terkadang kesal jika Herlan sudah seperti ini. Iya, sih, ia tahu Herlan itu pasti sangat merasa lelah. Tapi hanya untuk merapikannya kembali apa Herlan tak punya waktu untuk itu?

Abaikan soal itu, harap maklumi semuanya itu karena mau bagaimanapun juga Herlan itu sosok Ayah tunggal dengan seorang anak perempuan yang kini usianya tiga tahun. Ya, anak yang sedang aktif-aktifnya itu dan sulit jika harus ditinggalkan sendirian. Tentu harus ada yang menjaganya agar Herlan bisa bekerja dengan tenang. Tapi, Herlan itu sulit percaya pada orang. Alhasil, Jaya lah yang harus kembali menjadi pengasuh Qyu jika dirinya libur bekerja. Sisanya, Qyu terkadang dibawa olehnya dan Herlan ke kantor. Ya, kerja sambil bawa anak itu memang sangat di luar kendali manusia. 

Jaya kini beralih ke washtafel saat Herlan mulai memilah beberapa pakaian yang akan ia cuci lewat mesin yang telah ia isi dengan air. 

"Lo mau sampai kapan kayak gini, Lan?" Pertanyaan itu terucap dari bibir milik Jaya begitu saja. 

Herlan mengembuskan napasnya kasar. 

"Sampai kapan, ya, enaknya?"

Jaya berdecak sebal. Jika Herlan bukan sumber uangnya, mungkin Jaya sudah melemparkan gelas kaca yang berada digenggamannya. 

"Udah tiga tahun, Lan," ucap Jaya. 

"Ya, tahu. Tapi lo tahu sendiri kan susahnya gue gimana? Apalagi nyangkut Qyu gue gak mau main-main, ah."

Jaya mengangguk mengerti. Ia paham akan perasaan itu. 

Fyi, Herlan sempat menitipkan Qyu ke daycare yang jaraknya dekat dengan kantornya. Awalnya aman-aman saja, Qyu bahkan terlihat sangat nyaman berada di sana dengan banyak teman. Tapi, suatu hari daycare itu malah membuat Herlan seakan trauma. Kecelakaan kecil yang terjadi pada Qyu dengan Herlan yang tak diberi kabar apapun membuatnya marah. Sejak itu, Herlan tak mau lagi menitipkan Qyu ke daycare manapun. Walau Jaya sudah menyarankan beberapa daycare yang menurutnya bagus, Herlan tak mau menurutinya. Sedalam itu masalah trauma jika menyangkut kehidupan seorang Herlando Paranadiva. 

Sebetulnya, Herlan juga bisa saja menitipkan Qyu ke keluarganya. Masih ada Ayah dan Ibunya. Ada juga Kakak perempuannya. Tapi untuk Kakak perempuannya itu tidak mungkin. Dia juga mempunyai anak yang pasti akan semakin repot jika Qyu berada di sana. 

SADAJIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang