5//Hari-hari Bersama

74 11 0
                                        

Dua minggu terlewati dengan begitu mudah. Semuanya terasa menyenangkan bagi keduanya. Qeela yang penyabar, dan Qyu yang dapat mengetahui batasan saat bersama dengan Qeela.

Kesibukan Herlan semakin menjadi. Hal itu terkadang membuat Qyu harus menginap di unit Qeela. Herlan tak pernah mempermasalahkan hal itu selama Qyu tidak kenapa-napa. Secara perlahan, Herlan mulai mengerti keadaan jika Qyu memang butuh teman sesama perempuan dalam merawatnya. 

Malam ini, Herlan pulang lebih awal. Pukul tujuh, Herlan sudah sampai di unitnya. Kedatangannya bahkan disambut oleh pekikan girang dari Qyu dan kekehan dari Qeela yang merasa gemas pada keduanya.

"Yayah ... Qyu kangen," ucap Qyu sembari mengeratkan pelukannya pada leher Herlan. 

Herlan terkekeh pelan, mengacak surai Qyu begitu gemas. Ia kemudian duduk di sofa tepat di sebelah Qeela. Entah ... Herlan hanya merasa dirinya sudah baik-baik saja. Seakan melupakan protesannya seminggu yang lalu pada Jaya. 

"Saya ambilin minum ya, Pak."

Hendak menolak, namun Herlan kalah cepat. Qeela sudah berjalan menuju dapur unitnya, membiarkannya kini menghela napas sembari memeluk tubuh Qyu semakin erat.

Tak lama setelahnya, Qeela kembali datang dengan segelas air putih hangat. Qeela menaruhnya di meja kemudian kembali duduk di tempatnya semula. 

"Qyu ... sama Kakak dulu, ya? Yayahnya mau bersih-bersih dulu."

Qyu menatap Qeela setelahnya. Seakan ucapan Qeela adalah perintah yang tak boleh dilanggarnya, Qyu kini merangkak menuju Qyu.

"Yayah mandi dulu. Yayah bawu," cetusnya.

Herlan kembali terkekeh. "Iya. Yayah mandi dulu, ya? Qyu tunggu sebentar."

Sebelum memasuki kamarnya, Herlan meneguk air yang telah Qeela bawa untuknya. Selepas mengucapkan kata terima kasih, Herlan benar-benar berlalu dari hadapan Qeela.

Selama hampir empat puluh lima menit Qeela menunggu kedatangan Herlan yang kembali ke ruang tengah. Namun yang ditunggunya tak kunjung datang. Qyu bahkan sudah tertidur pulas di pelukannya. Qeela mulai khawatir karena merasa Qyu menunggu Herlan yang akan kembali menemuinya. 

Merasa menunggu Herlan adalah tindakan yang salah, Qeela menggendong Qyu untuk memindahkannya ke kamarnya. Saat hendak membuka pintu, hal itu bersamaan dengan Herlan yang keluar dari kamarnya. 

"Lho? Udah tidur?"

"Iya, Pak."

Herlan kikuk. Ia ingin menggendong Qyu tapi ia merasa canggung. Maka yang dilakukannya hanya membuka pintu kamar Qyu dan membiarkan Qeela memasukinya. 

Selepas Qeela menidurkan Qyu, Herlan masih menunggunya di ambang pintu. Tatapannya penuh haru karena merasa Qyu memang sepantas itu mendapatkan kasih sayang yang besar dengan ketulusan yang mungkin tak terhingga.

"Kamu langsung pulang?" Herlan bertanya begitu basa-basi.

Qeela menganggukan kepala sembari meregangkan kedua tangannya. "Iya kayaknya, Pak. Bapak butuh bantuan?"

"Enggak, sih."

"Muka Bapak pucet. Bapak ... lagi sakit?"

Herlan menggelengkan kepala tegas. Kedua tangannya dengan sangat refleks memegang wajahnya yang memang terasa lebih hangat dari biasanya. 

"Saya gak kenapa-napa," jawabnya sembari menutup pintu dan berjalan menjauh dari sana. 

Qeela pun melakukan hal yang sama. Ia ingin pulang, namun merasa jika Herlan membutuhkannya walau sebentar.

SADAJIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang