Sadajiwa itu berarti hidup selamanya.
Tapi manusia tidak mungkin hidup selamanya, kan?
Sadajiwa disini berarti kan abadi. Walau raga sudah tak saling menyentuh, napas tak lagi saling memburu, jantung tak lagi saling berdetak. Tapi kekekalan rasa m...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menurut Herlan, saran yang diberikan Jaya adalah saran tergila selama keduanya bersahabat. Herlan sebetulnya bisa saja, kok, menyewa orang untuk menjaga Qyu. Tapi ini soal Qyu, Herlan tak mau anaknya itu dijaga dengan setengah hati. Herlan mau anaknya dijaga oleh seseorang yang hatinya lembut dan tulus untuk menjaga anaknya.
Siang menjelang sore, Herlan membawa Qyu ke resto milik sahabatnya yang lain. Namanya Jeffran–sosok Ayah anak satu yang usianya satu tahun setengah. Tentu saja Herlan bersama Jaya. Kali ini, sosok Tyan pun berada di sana bermaksud berkumpul bersama mumpung tak ada jadwal pemeriksaan dan operasi.
Ketiganya duduk melingkar di salah satu meja yang berada di lantai dua. Qyu kini duduk di pangkuan Tyan yang memegang ponselnya dengan tampilan musik video anak-anak yang sedang bernyanyi.
"Anak gue anteng banget," cetus Tyan dengan senyumannya yang begitu lebar.
Tentu saja cetusan itu seketika mendapat tatapan tajam dari Herlan dan Jaya. Sedangkan Jeffran hanya bisa tertawa dan menggelengkan kepala.
"Anak gue anak gue. Qyu tuh anak kita bersama," ujar Jaya dengan kesal.
"Kerjaan lo gimana, Jay? Aman?"
Jaya menghela napasnya. "Lo tanyain aja sama bosnya. Gue 'kan sekretaris dia, ya? Tapi gue ngerasa gak ada kontribusinya sama sekali."
Herlan dengan cepat menyela, "udah gue bilang lo fokus dulu ke Qyu. Lagian gaji lo juga gue tambahin."
"Bukan perihal gajinya, Lan. Masalahnya lo jadi keteteran," sanggah Jaya.
"Lo gak capek, Lan?" Pertanyaan tiba-tiba dari Tyan itu seketika membuat keheningan menguasai di antara mereka.
"Gue cuma kasihan aja sama lo, Lan. Lo ngurus apa-apa sendirian," lanjut Tyan.
Herlan menghela napasnya dengan raut wajah yang seketika terlihat begitu kelelahan.
"Aslinya gue capek, Yan. Jujur. Jadi Ayah tunggal sekaligus kerja itu gak mudah. Tapi kalau gak gini, Qyu gimana? Gue mikirin itu. Apalagi Ayah udah baik banget ngasih sahamnya ke gue. Masa mau gue buang gitu aja."