Semenjak YouTuber mengulas hotel yang interior nya di kerjakan Palawa, aku kebanjiran order. Banyak yang berminat memiliki furniture dengan konsep yang sama.
Aku bersyukur sekali untuk itu karna sebenarnya aku nggak pernah meminta siapapun untuk mengulas usaha ku apalagi seorang YouTuber terkenal. Ia malah yang menanyakan sendiri ke pihak hotel siapa yang merancang ide interior nya.
Selama beberapa hari ini kerjaan ku di kantor gak banyak yang membuat ku pulang tepat waktu dan bisa lembur di Palawa. Sama hal nya dengan Shaka. Di akhir masa kerja nya disini, ia menjadi sangat sibuk. Di kantor aku hanya bertemu dengan nya saat briefing pagi atau saat meeting. Walaupun begitu, Shaka selalu menyempatkan mampir ke rumah atau ke Palawa untuk sekedar mengobrol atau makan malam dengan ku.
Aku sangat menikmati kebersamaan seperti ini, rasanya sudah sangat lama terakhir aku berpacaran. Memulai hubungan baru dengan orang baru membuat ku malas bahkan hanya memikirkan nya saja. Tapi, dengan Shaka, rasanya berbeda. Sejatinya, Shaka bukan orang baru di hidupku.
Semua orang di devisi sibuk dengan tugas nya masing-masing. Kami bahkan hanya sempat bergosip di waktu pagi. Seperti sekarang, duduk memutar di meja meeting ruangan ku. Wita membuat empat cangkir kopi untuk kami semua. Kebutuhan cafein dalam tubuhku meningkat karna harus terus tempur sampe malam.
"Gila sih, baru kali ini gue liat bu Yanti sikap nya seramah itu pas ngobrol sama Shaka" Mbak Dewi bersungut-sungut kesal sambil membuka kaleng cookies yang ia bawa dari rumah
"Dia tau harus bersikap yang tepat ke orang yang dia anggep bisa menguntungkan" Ujar Mas Wisnu
"Mas, emang bu Yanti tau pak Shaka anak nya pak bos?" Tanya Wita, Mas Wisnu tertawa
"Lo doang Wit yang nggak tau, seisi kantor udah tau"
Wita membulatkan mulutnya
'ting'
Shaka muncul dari dalam lift berjalan ke arah kami
"Yang ikut meeting siapa?" Tanya nya
"Saya pak" aku mengangkat tangan.
"Sekarang bahas laporan kalian masing-masing dulu ya. Biar udah mateng pas di bahas pas meeting"
Kami menjaskan laporan kami satu persatu, Saat Shaka mendengarkan laporan Mas Wisnu atau Mbak Dewi, ia melirik ke arah ku. Seolah mengatakan bahwa aku nggak invisible di mata nya. Perlakuan itu membuat hati ku menghangat.
Sebelum kembali ke ruangan nya, Shaka mendekati kubikel ku.
"Laporan kamu perlu di revisi, ke ruangan saya sebentar"
Aku mengangguk dan mengikuti nya masuk ke dalam lift.
Shaka membuka pintu ruangan nya, begitu aku masuk ia langsung mengunci pintu nya.
Ia menangkap tubuhku, mengangkat ku dan mendudukan ku di atas meja kerja nya. Tangan nya menyingkirkan dokumen agar aku bisa duduk lebih luas.
"Kenapa pake rok sependek ini?"
Bukan nya aku biasa pakai rok selutut? Sedikit diatas lutut, sih. Aku melingkarkan tangan ke leher nya, perut ku merasa seperti ada kupu-kupu jika Shaka dalam mode seperti ini
"Harus nya segimana, pak? Segini?"
Aku menaikan sampai ke paha untuk menggoda nya sambil menahan tawa, Shaka menggeram tertahan.
Shaka mendecak kan lidah.
"Saya nggak bisa bayangin, selama saya di Bandung kaki kamu keliatan begini"
Aku memejamkan mataku. Kabar kembali nya Shaka ke Bandung ialah hal terakhir yang ingin aku dengar.
Niat menggoda nya ku batalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected, Size!
ChickLit"Nggak cuma ini aja yang keras. Ada bagian lain juga yang lebih dari ini" Ia tersenyum sambil mengangkat gelas pertama nya "Belum bisa dibuktiin kalo belum di pegang. Punya Abel udah jelas besar walau cuma diliat" Aku menyesap bir sedikit demi sedik...