Aksa menghela nafas untuk kesekian kalinya. Rooftop itu sepi, jarang dikunjungi oleh siswa-siswi sekolah. Maka dari itu Aksa pergi ke rooftop tempat paling cocok untuk menyendiri.
Solitude.
Aksa menyukai itu. Kesendirian yang membuatnya tenang.
Hari ini Aksa menghabiskan sisa jam pelajaran nya di rooftop, ini bukan pertama kalinya ia membolos. Aksa adalah murid pintar jadi menurutnya, ia tidak perlu belajar setiap hari untuk mengejar angka.
Aksa berdiam diri di rooftop yang sunyi hingga bel pulang pun tiba. Ia menunggu sekitar lima belas menit setelah bel sekolah sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang.
Aksa turun dari rooftop dan menuju ke parkiran tempat motor tua nya terparkir. Ya walaupun orang tua Aksa bisa dibilang orang yang lebih dari berkecukupan, tapi Aksa tetaplah Aksa yang memiliki uang jika ia bekerja. Motor tua itu pun pemberian kakek nya yang kini sudah tiada.
Aksa menyalakan motornya dan pergi dari area sekolah, pulang kerumah Neneknya karena jika pulang kerumah orang tua nya Aksa pasti menjadi bahan amarah mereka.
Aksa itu pelampiasan amarah orang tuanya. Tak jarang ia mendapat luka memar. Ntah itu dari ibunya atau dari Ayahnya, tetapi Aksa tidak membenci mereka. Mau bagaimanapun Ayah dan Ibunya, mereka tetap berjasa bagi Aksa.
Berkat mereka, Aksa bisa melihat dan merasakan kejamnya dunia yang berlaku keras pada setiap manusia.
Sesampainya di rumah sang Nenek, Aksa memarkirkan motor dan bergegas masuk kedalam.
"Assalamualaikum, Mih Aksa pulang!"
Mimih itu panggilan istimewa dari Aksa untuk Neneknya, dan mendiang Kakeknya biasa ia panggil dengan sebutan Pipih."Waalaikumsalam. Makan dulu gih, Mimih tadi masak ikan." Jawab Nenek Aksa yang sedang melipat pakaian di ruang tengah.
"Iya, ganti baju dulu sekalian mandi, memangnya Mimih mau Aksa makan dulu tapi badan Aksa bau? Pasti nggak dong! 'kan Mimih cinta kebersihan, hehe." Aksa tertawa kecil, sementara Neneknya hanya menggelengkan kepalanya. Aksa senang berada di rumah Neneknya, karena di sinilah ia bisa menunjukkan sifat aslinya yang cerewet dan manja.
Sesampainya di kamar, Aksa menyimpan handphone-nya dan membuka satu persatu kancing seragamnya. Aksa mengambil handuk dan pergi mandi.
Setelah mandi Aksa turun untuk makan. Ia melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil ikan goreng dan sepiring nasi. Kemudian ia mendudukkan dirinya di kursi samping tempat Neneknya duduk.
"Ka, Mimih mau nyuruh boleh?" Aksa yang tengah menyantap makanannya pun menoleh dan menganggukan kepalanya dengan pipi yang sedikit berisi oleh makanan.
"Nanti beres makan tolong ambilkan buah pesanan Mimih di toko depan rumah kamu ya." Setelah berkata demikian Neneknya mengusap pelan pucuk kepala Aksa pergi ke kamar sementara Aksa melanjutkan makan nya.
Aksa berpikir sejenak jika ia pergi pasti besar kemungkinan untuk bertemu dengan orang tuanya dan itu hal yang Aksa takutkan. Aksa takut bertemu sang Ayah.
Tapi karena ini permintaan Neneknya, orang yang sangat ia sayangi, dan ia tak bisa menolak. Dengan segera Aksa menyelesaikan makannya dan pergi ke toko buah yang disebutkan oleh Neneknya.
****
Tak sampai dua puluh menit, Aksa kini sudah sampai di toko buah. Ia memarkirkan motornya dan masuk kedalam toko tersebut.
Aksa mengedarkan pandangannya, mencari seseorang. Kemudian ia mendapati orang yang dicarinya, Aksa pun berjalan menuju arah orang itu.
"Kak!" Panggil Aksa. Yang dipanggil menolehkan kepalanya dan tersenyum. Mengerti maksud kedatangan Aksa kemari, ia dengan segera mengambil pesanan dan memberikannya kepada Aksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semicolon;
Dla nastolatkówAksara Sabiru. seorang pemuda yang memiliki 1001 alasan untuk tetap hidup. This is a collaboration story with @tigerush Cover by @nata.designn (on ig)