Hari ini Aksa ingin pergi ke salah satu mall terdekat untuk membeli jaket yang ingin ia berikan kepada neneknya karena belakangan ini Bandung cuacanya dingin, ia juga baru mendapatkan gaji.
Aksa memasuki 3 sampai 4 toko hingga menemukan barang yang ia cari, sebelum kembali kerumah ia pergi memasuki toko roti yang tak jauh dari situ.
Ia sedang mencari roti isi kacang namun perhatiannya beralih melihat pasangan yang tampak mesra bergandengan, tak asing baginya, ia segera membayar roti tersebut dan mengikuti kemana pasangan itu pergi.
Hingga pada akhirnya mereka berhenti di sebuah toko perhiasan.
"Mas aku gak mau tas mau kalung aja," perempuan itu merengek pada pria yang ia gandeng tangannya.
"Iya, ayo yang paling mahal beliin buat juga buat anak kamu."
Itu suara Ayah kandung Aksa, orang yang dari dulu memandangnya sebelah mata.
Hatinya bagai tersambar petir mendengar itu semua, ia yang sudah 18 tahun ini menjadi anak kandungnya sama sekali tidak pernah diberikan hadiah oleh sang Ayah.
Aksa mengepalkan tangannya, pikirannya kacau bagaimana bisa ia memergoki sang ayah berselingkuh dihadapannya sendiri?
Emosi nya tidak terbendung, ia menghampiri sang Ayah dan menghadiahinya sebuah bogeman mentah.
"Bajingan lo bangsat. Mama dari dulu bela lo tapi lo gak tahu diri anjing!"
Sang empu sedikit tersungkur dan menampar pipi kanan Aksa. "Anak gak tahu diuntung. Saya sekolahin kamu biar punya otak bukan ngehajar Ayah sendiri bodoh!"
"Lo yang gak punya otak anjing! Mama kerja banting tulang, lo asik beduaan sama lonte murahan."
Aksa dipukul berkali kali hingga tersungkur.
"Jaga mulut kamu, dia gak murahan kayak ibu kamu!"
Aksa tertawa miris, dan menatap Ayahnya dengan intens. "Kalo gitu, lonte lo gak ada harganya brengsek!"
Aksa berbalik pergi meninggalkan mereka dengan keadaan sudut bibir yang sedikit sobek juga terdapat bercak darah di sana, mata nya merah dan pipinya luka.
Ia berjalan sambil menggenggam erat totebag yang berisi hadiah untuk sang Nenek.
Sesampainya di rumah Ia memasuki kamar Neneknya dan memeluk sang Nenek dengan begitu erat.
"Anak baik, cucu Mimih... kenapa bisa luka, hm?"
"Si tua bangka gak tahu diri."
Neneknya mengangguk paham dan mengelus pelan punggung Aksa. "Udah... sini di obatin dulu lukanya baru cerita."
Tangan sang Nenek mengobati luka Aksa dengan telaten dan penuh kehati-hatian. Aksa mulai bercerita apa yang terjadi tadi pada dirinya. Amarah Aksa memuncak kembali, namun tangan sang Nenek yang membelai rambut halusnya perlahan memudarkan amarahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semicolon;
Fiksi RemajaAksara Sabiru. seorang pemuda yang memiliki 1001 alasan untuk tetap hidup. This is a collaboration story with @tigerush Cover by @nata.designn (on ig)