Penulis: emptysawol
Canggung. Jeno merutuk di dalam hatinya karena kencan pertamanya dengan seniornya itu berakhir dengan canggung. Terasa aneh. Apalagi debaran jantungnya yang kian lama kian makin cepat. Entah karena seniornya itu terlalu tampan dengan setelan kemeja biru laut dan celana jeans biru tua. Surai hitamnya yang disisir ke belakang—atau Jeno yang tak terbiasa keluar dengan orang baru.
Jujur saja, kencan hari ini berhasil ia laksanakan atas campur tangannya Donghyuck dan Jaemin. Kedua sahabatnya itu memaksanya untuk keluar dari kamar kosnya guna menikmati masa mudanya. Dunia perkuliahan harus diwarnai dengan kisah kasih asmara yang mendebarkan. Dan Jeno tak tahu apapun mengenai sang senior kalau saja Donghyuck tidak memberikan presentasi selama satu jam mengenai siapa itu sosok Mark Lee.
Sekarang, Jeno tak tahu apakah kencan ini bisa dikatakan berhasil atau tidak. Semenjak mereka pulang dari salah satu restoran yang direkomendasikan oleh Jaemin, keduanya hanya diam saja di dalam mobil. Perjalanan pulang yang tak menyenangkan. Membuat Jeno tak nyaman.
Suasana hening dan canggung itu kian makin tak mendukung kala hujan tiba-tiba turun dengan deras. Mark meminta maaf padanya. Seniornya itu tak melihat ramalan cuaca hari ini dan seharusnya membawa Jeno pulang lebih awal agar tidak terjebak di dalam mobil dengannya. Jeno merasa bersalah mendengarnya. Ia hanya diam saja memperhatikan kaca mobil yang tertutup dengan derasnya guyuran hujan. Demi Tuhan, Jeno bahkan tak bisa melihat jalanan dengan jelas, bagaimana seniornya itu bisa melihatnya dengan baik?
"Sorry, tapi kayanya kita harus berteduh. Gue ngga bisa lihat jalannya. Is it okay?" Jeno hanya bergumam pelan menjawab ucapan Mark—meskipun sepertinya seniornya itu tak mendengarnya dengan baik karena kencangnya suara hujan di luar sana.
Mobil Mark berhenti di depan ruko kecil. Jeno memperhatikan seniornya yang mengambil jaket dan payung di kursi penumpang belakang. Mark melepas sabuk pengamannya dan keluar dengan berhati-hati agar tak terkena hujan, walau itu sedikit sia-sia mengingat derasnya hujan. Jeno hendak menyusulnya keluar, namun Mark sudah berlari ke pintunya dan membukanya seraya meletakkan payungnya di atas pintu yang terbuka untuknya. Suatu perlakuan kecil yang menyentuh hati Jeno.
STMJ Pak De
Jeno membacanya dengan jelas. Ia tak menyangka kalau seniornya itu akan mengajaknya berteduh di ruko yang disewa untuk menjual minuman STMJ (Susu Telur Madu Jahe). Well, mungkin itu pilihan yang tepat di saat seperti ini. Ia akan menanyakannya pada seniornya kenapa membawanya ke sana. Hanya kebetulan atau Mark memang sudah langganan di sana.
"Lo mau pake telor sama jinten hitamnya ngga?" Tawar Mark sembari menutup pintu mobil dan merangkul bahunya. Menuntunnya untuk masuk ke dalam ruko tanpa kehujanan.
"Samain kaya punya Kakak aja." Jawabnya dengan debaran jantung yang berpacu lebih cepat. Entah karena derasnya hujan atau bau keringat Mark yang bercampur dengan aroma tanah yang basah. Jeno tak bisa memastikan alasannya. Karena kini ia dan Mark berada di dalam situasi yang canggung lagi. Dalam keheningan—di situasi berisiknya suasana jalanan sore yang diguyur hujan.
Bahkan setelah dua minuman STMJ hangat disajikan di depan mereka pun, tak ada sepatah dua kata yang terucap dari belah bibir keduanya. Saling sibuk menghangatkan tubuh mereka masing-masing. Terlebih Jeno yang sengaja menempelkan punggung jari-jarinya pada gelas.
"Kok punya gue ada hitam-hitamnya ya kak?" Tanya Jeno tanpa mengalihkan pandangannya pada kepulan asap dari susu hangat itu. Mark tidak menjawabnya dan malah mempersilahkan Jeno untuk mencobanya terlebih dahulu.
Jujur saja, ini adalah pengalaman pertama kalinya bagi Jeno untuk meminum STMJ itu. Terlebih langsung meminumnya di tempat. Bukan karena Jeno yang terbiasa nongkrong di cafe mahal atau di tempat yang tertutup saja, Jeno adalah salah satu pemuda yang lebih suka menghabiskan waktunya di dalam rumah atau kos. Energinya cepat habis kalau keseringan bersosialisasi dengan orang. Ah—rasanya enak, tapi aneh. Kenapa ya?
