Kakinya tersandung reruntuhan bangunan lapuk, napasnya tersengal-sengal, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Dia takut.
Bangun dalam keadaan lumpuh, berada di tempat asing yang penuh dengan orang mengerikan, harus mengikuti permainan aneh yang tidak jelas apakah itu.
Dia memutuskan harus keluar, kabur. Walaupun gadis itu tidak mengingat apapun.
Dua langkah kaki lain mengikutinya dari belakang sambil berteriak khawatir. Seperti melihat dirinya di masa lalu, Ansel ingat bagaimana dia mencoba keluar dari tempat ini sama seperti gadis yang berlari di depannya.
Sia-sia, tidak ada jalan keluar. Batin Ansel.
"Trisha! Berhenti!" Tidak terhitung berapa kali pemuda itu memanggil nama gadis yang masih kuat berlari di depannya.
"Trisha! Tidak ada jalan keluar dari sini! Berhenti dan aku akan menjelaskan semuanya padamu!"
"Kau tidak bisa menahanku di sini, kau mengerti?! Aku tidak akan membiarkan diriku tinggal bersama orang-orang brutal itu! Mungkin ada keluargaku diluar sana yang mencari ku!"
Akhirnya pemuda berambut coklat gelap itu mencengkeram tangan kecil Trisha yang terlihat kacau.
"Kau tidak akan menemukan apa pun disana. Kau tidak bisa keluar dari wilayah ini, para penjaga akan membawamu kembali."
Ansel berusaha memberikan kenyataan kepada orang putus asa di hadapannya. Bagaimanapun, Ansel seperti memiliki tanggung jawab atas Trisha.
"Kenapa kau bilang begitu? Kau tahu apa?!"
"Karena aku pernah sepertimu! Aku pernah melewati perasaan tidak menentu seperti dirimu saat ini. Bahkan aku sempat ingin bunuh diri karena tidak bisa keluar dari sini, kau tahu?"
Trisha diam. Dia sadar Ansel pasti sudah berada di sini lebih lama darinya. Entah bisa dikatakan beruntung atau tidak, Ansel harus beradaptasi sendiri tanpa ada yang berusaha menenangkannya seperti sekarang.
"Satu-satunya cara kita untuk keluar adalah mengikuti permainannya. Aku melihat tekad dalam dirimu, maka gunakan itu untuk berjuang dalam sistem gila ini."
•
Trisha sudah lebih tenang dan sedang duduk di kursi kayu dengan Ansel di sampingnya.
Beberapa burung terbang di atas langit. Tidak butuh waktu lama, mereka segera ditembak oleh para trainers untuk menguji kemampuan berburu mereka.
Suasana di sini tidak terlalu buruk. Pada bagian terbuka, tanaman hidup dengan baik walau kebanyakan hanyalah rumput dan ilalang. Hujan juga turun dengan normal. Aura keputusasaan dari trainers yang terkurung membuat tempat ini terasa menyedihkan.
"Semua orang yang ada di sini disebut trainers. Keseluruhan tempat ini adalah Debris. Kita akan dilatih dan berlatih di sini hingga petinggi memilih beberapa orang di antara kita. Tidak ada yang tahu kapan kita dipilih, minggu lalu seseorang harus langsung pergi ke arena penyelamatan dalam tiga hari pelatihan. Karena itu kau harus bersiap."
"Apa itu arena penyelamatan?"
Arena penyelamatan. Begitulah mereka menyebutnya. Seseorang yang telah dianggap mampu dan cukup tangguh akan dipilih dan digabungkan dalam kelompok yang biasa terdiri dari lima hingga enam orang.
Mereka harus membebaskan tawanan yang entah ditangkap karena apa. Terdengar mudah, tetapi tantangannya adalah ini merupakan arena asli. Tidak akan ada petinggi yang membantu. Satu-satunya bantuan hanyalah di pos akhir saat mereka berhasil menyelamatkan orang-orang.
Para trainers yang dipilih juga harus mencari di mana para tawanan itu disembunyikan. Tanpa peta lengkap. Mereka benar-benar memulai dari nol.
"Apa yang terjadi jika gagal menyelamatkan orang-orang itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DEKAPANCA
Science FictionCerita yang menyajikan kehidupan distopia penuh krisis. • • Bagaimana Trisha tidak menyesali hidup nya saat dia terlempar ke dalam bangunan penuh manusia terluka yang menatapnya geram. Satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah melakukan misi kej...