Hal Penting

26 16 18
                                    

Setelah mencari berkeliling seluruh ruangan Debris, Trisha menemukan Daren tengah dikerubungi gadis remaja yang mungkin lebih muda dua tahun darinya.

Picing mata Daren menangkap kehadiran Trisha dan mengajaknya bergabung.

"Oh hai! Apa yang sedang kau lakukan disini Trish?"

"Aku mencari mu untuk bertanya sesuatu."

"Katakan apapun itu. Tapi sebelumnya duduk lah disini."

Trisha kebingungan dengan perkataan Daren. Dimana ia harus duduk jika para gadis remaja itu tidak bergeser sedikitpun untuk memberikan ruang bagi Trisha.

"Tidak apa-apa, aku berdiri saja. Aku hanya ingin tahu apakah kau bisa mengajari ku menggunakan panah agar lebih mahir."

Tatapan Daren segera berubah. Ia bertanya memastikan, "Kau meminta tolong kepada ku?"

"Iya. Jika itu tidak memberatkanmu."
Sudah kuduga dia takkan mau. Pasti dia sibuk sekali dengan gadis gadis itu. Pikir Trisha.

"Tentu aku mau Trish. Temui aku di ruang latihan." Jawab Daren tersenyum.

Trisha menghela napas lega. Ia pamit menuju ruang senjata

"Aku kira kau akan meminta tolong kepada Ansel untuk mengajarimu."

"Entahlah. Aku tidak ingin merepotkannya lagi. Dia sudah terlalu lelah mengurusi ku dan menunjukkan banyak hal."

Daren menghela napas sebentar lalu berkata, "Jujur saja, aku tidak terlalu tertarik untuk dipilih kali ini."

Perkataan Daren terdengar aneh. Kenapa dia tidak ber-ambisi untuk meninggalkan tempat yang disebut Debris ini.

"Aku sudah nyaman dengan rutinitas sehari-hari ku di Debris. Aku takut tidak dapat mengontrol dunia luar saat di pilih nanti."

Pola pikir Trisha berbeda dengannya. Ia lebih memilih mati berjuang daripada mati tanpa melakukan apa-apa.

"Akan kuajarkan juga cara membuat busur dan anak panah. Sekedar berjaga-jaga jika terjadi hal yang tidak diinginkan."

Trisha lebih menikmati latihan dengan senjata daripada latihan pembentukan fisik. Satu hal yang tidak ia sadari, dari tadi Ansel tidak terlihat disekitarnya.

Selama sesi latihan bersama Daren, Trisha bisa dikatakan mendapatkan hasil yang cukup bagus. Hanya tiga anak panah yang menekan angka enam dan tujuh anak panah lainnya menekan angka sembilan dan sepuluh. Ia sepertinya diberkati dibidang ini.

Saat jam makan malam dimulai, mereka memutuskan untuk berhenti sebentar. Tetapi Trisha mengatakan kepada Daren bahwa ia akan tetap disini dan terus berlatih. Daren hanya mengangkat bahu nya dan mengingatkan Trisha untuk tidak terlalu kelelahan.

Saat sedang mengambil anak panah yang tertancap di target, tidak sengaja jari Trisha tergores dengan ujung anak panah yang tajam.

Ia pun meringis kesakitan, Trisha berniat mengambil kotak perawatan luka dan segera berbalik, dimana ia melihat ada seseorang yang memperhatikannya. Kedua mata mereka bertemu.

Disana ada Ansel yang berjalan mendekati nya sambil membawa sepiring makan malam. Entah siapa yang memberi tahu laki-laki itu tentang dimana Trisha berada.

"Kenapa? Kau terluka lagi?" Suara rendah dan dalam milik Ansel terdengar khawatir. Tapi bagi Trisha itu seperti makian.

"Berhenti mengejekku dan tidak usah repot-repot." Trisha segera menjauh untuk mengambil beberapa obat merah dan perban. Walau luka kecil tetapi darah terus mengalir tidak berhenti.

DEKAPANCATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang