Bab 1 : Luka di Balik Senyum

696 256 409
                                    

"Kita hanya hidup sekali, jadi lakukanlah hal-hal yang membuatmu bahagia. Kalau kamu tidak berani mengambil risiko, kamu tidak akan pernah tahu sejauh apa yang bisa kamu capai. Saya bukanlah pria yang bisa dipahami dengan mudah, ada luka di balik senyuman ini."
~Rama Pradipta~

¤¤¤

"Rama, kamu harus fokus belajar! Masa depanmu ada di tangan Ibu," kata Ibunya dengan tegas saat Rama memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginannya untuk mengikuti ekskul fotografi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rama, kamu harus fokus belajar! Masa depanmu ada di tangan Ibu," kata Ibunya dengan tegas saat Rama memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginannya untuk mengikuti ekskul fotografi.

Rama terdiam, tak mampu membalas perkataan Ibunya. Rasa kecewa dan sedih menyelimuti hati Rama. Rama selalu ingin mengejar mimpinya menjadi seorang fotografer profesional, tapi mimpinya itu selalu dihancurkan oleh Ibunya.

Sejak kecil, Rama tak pernah diizinkan untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Sekolah ditentukan oleh Ibu, jurusan ditentukan oleh Ibu, bahkan hobi Rama pun harus sesuai dengan keinginan Ibunya. Rama tak pernah merasakan kebebasan, tak pernah merasakan kebahagiaan yang berasal dari pilihan yang diambilnya sendiri.

Di usianya yang baru menginjak 18 tahun, Rama bagaikan seekor burung yang terperangkap dalam sangkar emas. Hidupnya penuh dengan aturan dan batasan yang dipaksakan oleh orang tua, terutama Ibunya. Ibunya memiliki ambisi besar untuk masa depan Rama, dan semua keinginan Rama harus tunduk pada keinginan Ibunya.

Di sekolah, Rama bukan hanya terikat oleh aturan orang tua, tapi juga oleh perundungan yang selalu menghantuinya. Sejak kelas satu, Rama menjadi target bully teman-temannya.

"Lihat, si Rama! Dia culun dan pengecut!" teriak salah satu teman sekelas Rama yang diikuti dengan tawaan teman-teman lainnya.

Rama selalu berusaha untuk melawan, tapi Rama tak pernah bisa mengalahkan mereka. Rama hanya bisa diam dan menahan rasa sakit, takut untuk melapor pada guru atau orang tua karena Rama tak ingin dianggap lemah.

"Rama, kenapa kamu diam saja? Lawan dong!" seru Aisyah, satu-satunya teman yang selalu membantu Rama.

"Aku tak mau, Aisyah. Aku takut," jawabnya dengan suara lirih.

Aisyah menggelengkan kepalanya, merasa prihatin pada Rama. Aisyah selalu berusaha untuk melindungi Rama dari perundungan, meskipun Aisyah sendiri juga sering menjadi target bully.

Suatu hari, saat Rama sedang berjalan sendirian di lorong sekolah, Rama bertemu dengan sekelompok teman yang sering membullynya. Mereka mendorong Rama hingga Rama terjatuh ke lantai.

"Hei, Rama! Berani kamu melawan kami?" tanya salah satu dari mereka dengan nada mengancam.

Rama berusaha untuk bangkit dan melawan mereka, tapi rasa takut menguasai dirinya. Rama hanya bisa pasrah menerima perundungan itu. Tiba-tiba, Rama mendengar suara teriakan yang lantang.

Kapan Aku Bisa Menjadi Diriku Sendiri? [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang