Chapter 3

90 7 0
                                    

Happy Reading!!!

Sekelompok anak kecil tengah asik bermain bersama. Ada sekitar tujuh orang di taman itu. Mereka bermain mobil-mobilan ada juga yang membawa robot. Diantara ketujuh anak kecil itu hanya ada satu anak perempuan. Meskipun demikian, ia yang paling tinggi diantara mereka.

"Abil, liat robot kamu dong, aku mau coba pegang." Pinta seorang anak kecil dengan mobil-mobilan berwarna biru di tangannya.

"Nggak boleh, ini baru dibeliin Papah aku tau, nanti rusak kalau kamu pegang." Sewot anak kecil yang dipanggil Abil. Tak mau meminjamkan mainannya kepada temannya yang sudah memasang wajah sedih itu.

"Aku cuman penasaran, kalo bagus nanti aku minta Papah aku buat beliin juga." Ujarnya. Satu-satunya gadis diantara mereka memandang anak laki-laki bernama Abil itu tak suka.

"Pelit!" Celetuk gadis itu.

"Kalo emang mau, minta beliin sama Papah kamu. Nggak usah bohong mau liat segala." Balas anak itu tak terima.

"Dasarnya emang nggak mampu ya gitu." Cibir anak laki-laki berambut pirang.

Sehingga terbagilah kelompok itu menjadi dua kubu. Ada yang membela Abil, ada juga yang di tim anak laki-laki tadi.

"Balu robot gituan aja udah sombong. Itu dibeli di pasal juga 2 dapat sepuluh libu." Cibir gadis kecil membela anak laki-laki yang mirip dengannya. Diantara mereka memang hanya dirinya sendiri yang masih cadel, padahal mereka seumuran.

"Papah aku bilang, ini limmited edition tahu!" Kesalnya tak terima.

"Boong tuh, harganya lima ribu." Celetuk seorang anak laki-laki di tim si kembar. Anak itu jarang terlihat berbicara jika banyak orang. Namun, jika berdua saja dengan gadis kecil tadi, ia akan berubah cerewet.

"Kalian yang boong. Nggak mungkin Papah nipu aku." Abil mulai terlihat goyah, anak kecil itu mulai bimbang dan takut dijauhi teman-temannya.

"Ihh, dasar pembohong. Belinya cuman lima ribu malah ngaku-ngaku robot mahal." Cibiran mulai terdengar dari teman-teman yang tadi dipihaknya.

"Iyaa, lagian masa robot kek gitu limited edition." Sambung temannya yang lain. Sedangkan gadis kecil cadel tadi memasang senyum puas saat anak bernama Abil itu lari dari mereka dengan air mata membanjiri pipinya.

"Ayok pulang. Meleka nggak asik." Ujarnya mengajak kedua anak kecil yang sedari awal berada di pihaknya.

"Adek kok gitu, kan kasihan Abilnya." Ujar anak laki-laki yang menjadi pokok permasalahan.

"Bialin, salah sendili pelit." Balasnya.

"Kamu juga, kenapa dukung Adek? Kata Mama nggak boleh bikin anak lain nangis tau." Ujarnya menasehati anak laki-laki satunya yang hanya dibalas tatapan datar.

"Cuman Adek yang boleh bikin Abang nangis." Ujargadis itu tak terbantahkan.

***

"Abang nggak usah ikut ya dek?" Tanya pria itu memelas, berharap sang adik tak menjadikannya babu lagi untuk hari ini.

"Nggak ada. Masih dalam masa hukuman Abang, tuh." Ketusnya.

"Siapa suruh semalam nantangin!" Semalam mereka main monopoli. Sebenarnya gadisitu tidak mau namun sang kembaran terus memaksanya karena kesal diremehkan, iamenyanggupi dengan membuat hukuman bagi yang kalah. Alhasil dirinya yang menangdan sekarang kembarannya itu harus menjalankan hukuman dengan bersedia mengikutiseluruh perkataan si pemenang.

"Kalian bantuin gue kek!" Pintanya kepada teman-temannya yang masa bodoh.

"Apa untungnya kalo gue bantuin lo?" Songong Asher. Memang pria yang satu ini suka ngajak gelud.

"Nggak ikhlas banget lo jadi temen!" Ketusnya.

"Lahh... Ngambek dia."

"Apa aja deh, Dek. Asal jangan ikut ke Mall, yaa yaa..." Pria itu menampilkan raut wajah semenggemaskan mungkin yang tentunya tak membuat sang adik gemas, malah geli.

"Ihh, Vero lucu!"

"Lucu apaan? Jijik yang ada!" Bantah Asher tak terima.

"Sirik aja lo, babi!" Ketusnya.

"Vero emang gemesin kan, Pau?" Vero merasa berada di atas awan karena dipuji oleh gadis polos seperti Paula, biasanya anak kecil jujur, kan?

"Hu'um." Angguk gadis mungil itu.

***

Disinilah mereka sekarang. Tak hanya Vero yang ikut. Kelima pria itu terpaksa ikut menemani para gadis berbelanja. Sedari tadi mereka tak henti mengeluh, sudah empat jam mereka keliling Mall menemani para gadis itu berjalan dari satu toko ke toko lain.

"Ini kapan selesainya coba?!" Gerutu Vero yang diangguki ole para lelaki yang ikut menemani mereka belanja, lebih tepatnya terpaksa ikut.

"Tau, kaki gue dah pegel dari tadi muter-muter mulu." Sambung Asher tak beda jauh dengan Vero.

"Yaudah, kita mampir makan dulu." Celetuk Vera melihat para pria itu sudahseperti mayat hidup yang berjalan.

"Nah, daritadi kek." Cibir Austin, dirinya bertanya-tanya kenapa ia juga ikut terlibat ke dalam permasalahan si kembar itu, ck ck ck.

"Mumpung gue lagi baik hari ini, jadi makan kali ini gue yang bakal traktir." Ujar Vera yang membuat para pria memasang wajah cerah seketika. Sedangkan Alice mencibir kelakuan mereka yang sudah ribut bak orang di pasar.

"Malu njir, jangan brisik napa?!" Sentak gadis itu saat mereka jadi pusat perhatian para pengunjung yang tengah makan.

"Bodo amat!" Balas Asher. Pria itu sibuk melihat-lihat menu yang berada di tangannya.

"Buruan pesen!" Titah Vera saat melihat mereka masih melihat-lihat menu. Padahal waiters-nya sudah menunggu dengan catatan yang sudah siap menuliskan pesanan mereka.

Setelahnya gadis itu fokus ke benda pipih yang memang tak pernah lepas darinya. tiba-tiba sebuah tangan menggenggam tangannya yang ia letakkan di atas pahanya, membuat gadis itu tersentak kaget. Ia mengangkat alisnya menatap sang pelaku yang hanya membalasnya dengan senyuman tipis.

Mengabaikan pria itu yang kini sibuk mengelus tangannya, ia kembali memfokuskan diri pada ponsel di tangannya. Sudah tak asing lagi dengan sifat pria itu yang menjabat sebagai kekasihnya. Ya, kekasih! Mereka sudah menjalin hubungan selama 4 tahun terakhir. Pria yang bernama Xiever yang juga menjabat sebagai sahabatnya.

Xiever merupakan seorang pria yang pendiam. Kata-kata yang keluar dari mulutnya dapat dihitung dalam sehari. Cuek jika berada di lingkungan luar, minim ekspresi dan terlihat sangar. Namun, anehnya cukup banyak yang mengagumi pria itu, mungkin karena parasnya yang tampan dan cool-nya menjadikan ia begitu terkenal di kalangan siswi di sekolahnya.

Pria itu mengangkat tangan sang kekasih yang sedari tadi digenggamnya. Mencium punggung tangan putih kesayangannya. Sedangkan sang gadis tetap acuh dengan ponselnya. Hal itu membuat Xiever kesal, digigitnya jari-jari yang lebih mungil dibanding miliknya itu gemas, sontak membuat gadis itu mengalihkan perhatiannya dengan ekspresi menahan sakit.

"Awh, napa sih?" Gadis itu meletakkan handphone­-nya di atas meja, kemudian memfokuskan pandangannya ke pria yang menatapnya dengan raut kesal.

Pria itu menyipitkan matanya ke arah sang gadis, Vera yang paham segera mengalihkan atensinya sepenuhnya kepada pria itu. Pacarnya ini sangat tak suka dicueki olehnya. Pria yang kelihatan sangar di mata orang lain, namun terlihat manis di matanya. Dengan gemas, ditutupnya mata sipit pria itu kemudian tertawa setelah melihat ekspresinya yang semakin kesal.

"Dasar bucin nggak tau tempat!" Cibir Asher melihat kemesraan sepasang anak manusia yang berada di hadapannya.

"Bilang aja lo iri!" Balas Alice, sepertinya kedua manusia ini sangat suka mencari ribut, kalau tidak ribut sehari saja sepertinya hidup mereka tidak akan tenang.

***

Next?

07-01-23

3XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang