Selamat Membaca
Monggo Enjoy~~~~~
NCT 127 - Kick It
~~~~~
"Bahagia itu ketentuan, keluar dari zona nyaman itu pilihan."
~~~~~
"Mas nggak perlu repot-repot kayak gini, aku bisa loh belanja sendiri. Lagian juga kan Mas pasti capek banget habis kerja langsung nyusul aku ke toserba kayak gini, Mas gak pernah tersesat kah? Aku loh kalau baca maps pasti kelewatan, kadang-kadang malah salah jalan dan berujung putar balik, Mas kok bisa sih gak pernah tersesat?"
Pertanyaan beruntun datang dari bibir mungil Jenni, perempuan cantik yang sayangnya sangat tidak asik diajak untuk berbicara itu memberikan pertanyaan tidak wajar kepada sang suami. Mengetahui sang pria benar-benar menyusulnya membuat dirinya sedikit tidak enak, bukan sedikit melainkan benar-benar tidak enak.
"Udah biar aku aja yang dorong troli Mas, Mas pasti capek," ujar Jenni berusaha mengambil alih troli yang di dorong Doni.
Sedangkan Doni yang sedari tadi diam akhirnya bereaksi, berdecak dengan kesal dan menatap perempuan di sampingnya dengan pandangan sengit. "Kalau udah tahu Mas capek, kenapa nggak buru-buru selesai belanja? Kamu mau buat Mas lebih capek dengan bertubi-tubi tanya kayak gini?"
"Maaf." Hanya satu kata yang keluar dari bibir Jenni, dia merasa bersalah dari berbagai sisi. Dia awalnya sebenarnya baik karena tidak ingin menyusahkan sang suami untuk berbelanja bulanan dengannya, dia sendiri juga bisa melakukannya.
Sepanjang perjalanan memasukan persediaan bahan pangan, pasangan suami istri itu hanya diam tanpa suaranya. Memindahkan barang belanjaan dan bertanya seperlunya jika dibutuhkan, jika kemarin seperti pasangan remaja yang sedang di masuk asmara maka hari ini seperti seseorang yang tidak saling mengenal.
Doni menutup pintu kamar mandi, mencari keberadaan sang istri yang hilang entah kemana, sebenarnya dia sudah merasa bersalah karena menaikan nada suaranya, maka dari itu dia akan mencoba membujuk Jenni. "Jen kamu dimana?"
"Jen?"
Suaranya tersebar ke seluruh ruangan, matanya menelisik setiap sudut apartemen yang terbilang luas dan mewah ini. Seharusnya dia dapat menemukan keberadaan Jenni, tapi kenapa sejak matanya berputar ke seluruh ruangan dia tidak dapat menemukannya. Tangan Doni terulur mengambil ponsel guna menelepon sang istri, gerakannya terhenti saat mendengar suara pintu di buka oleh seseorang.
Klek
Doni menolehkan kepala dengan segera, mengamati pergerakan orang itu dengan tenang tanpa sebuah gangguan. Keningnya berkerut kesal mengetahui Jenni mengangkat galon sendirian menuju apartemen mereka.
"Dari mana kamu?" tanyanya sembari mendekat ke arah sang istri.
"Habis dari seminar kemanusiaan, Mas."
Jawaban singkat dari Jenni membuat Doni menghela napasnya dengan pelan, pria itu mengambil alih galon dari tangan Jenni dan memasukan galon tersebut ke dalam rak. "Kalau ada apa-apa tanya dulu sama Mas, jangan buat keputusan yang nyusahin kamu sendiri. Nggak perlu repot beli air galon, air di sini sudah PDAM sayang, bisa buat minum juga."
Jenni yang mendengar itu semua hanya diam, memilin tangannya dengan gugup merasa terintimidasi dengan situasi ini. "Maaf Mas, aku nggak tahu."
"Maka dari itu tanya dulu."
Jenni mengangguk paham. "Iya maaf."
"Sudah Mas maafin, kamu mau masak apa sekarang?" tanya Doni mengalihkan rasa kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Rahasia Sang Direktur Tampan
ChickLitDisclaimer! WAJIB FOLLOW AUTHOR KALAU PARTNYA GA MAU BERANTAKAN Kuno. Satu kata yang selalu terselip di benak Jenni Subagyo mengingat bahwa dirinya sudah memegang status istri di usia yang terbilang sangat muda, perempuan yang tengah berusaha menem...