bab 2

792 94 6
                                    

Sudah seminggu Alvin berada di dunia ini dan fragmen ingatan milik si pemilik tubuh perlahan-lahan pulih. Tidak ada yang berbeda selain ingatan yang kadangkala datang tiba-tiba.

Jujur saja, Alvin ingin menangis setelah mengetahui masa lalu dari si pemilik tubuh. Tentu saja Alvin bukanlah tipe orang yang akan mudah menangis hanya karena cerita sedih orang lain. Tapi ini tentang kehidupannya sekarang!

Alvin Julius Caesar adalah nama dari pemilik tubuh. Orang tuanya meninggal saat ia berumur 15 tahun, meninggalkannya harta warisan yang sangat banyak. Dia adalah orang yang lugu dan polos sehingga sangat mudah ditipu. Dia terlalu naif sampai-sampai tak dapat menyadari sendiri kebusukan keluarga pamannya.

Pada akhirnya, ia harus terlantar di dunia yang kejam ini sendirian.

Satu-satunya yang membuatnya ingin menangis adalah hutang bertumpuk yang ditinggalkan Alvin yang asli padanya. Jadi sekarang ia harus melunasi semuanya sendirian!

Seminggu yang lalu, Alvin yang asli baru saja dipukuli di tengah jalan setelah tidak sengaja bertemu dengan para penagih hutang. Alhasil kejadian itu menyebabkan tragedi kematiannya.

Alvin menggertakkan giginya kesal ketika tiba-tiba saja sekumpulan preman menghadangnya selepas dirinya selesai kerja part time.

"Siapa kalian?" Tanya Alvin dingin. Tangan di balik lengan bajunya sedikit terkepal. Bersiap untuk hal buruk yang akan datang.

Sekelompok preman itu tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan bocah di depan mereka.

Salah satu dari mereka mendekati Alvin dan tanpa permisi mencengkram pipinya. Alvin terbelalak dengan penghinaan yang diterimanya.

"Hehehe... Kenapa masih bertanya, bitch. Ini tidak seperti dirimu yang biasanya."

Kedua alisnya bertaut setelah mendengarnya. Namun ekspresi yang tanpa sengaja dibuatnya justru semakin memancing nafsu binatang preman tersebut. Bagaimana tidak, wajahnya yang kecil dengan hidung mancung, kulit putih tanpa cela, dan bibir merah mudanya kini semakin terlihat menggoda. Alisnya yang saling bertaut membuatnya tampak sangat imut.

Dan yang paling membuat seorang Alvin Fornax terkejut adalah kalimat 'tidak seperti dirimu yang biasanya' yang keluar dari mulut kotor pria yang jauh lebih besar darinya itu.

"Ap-apa kau bilang...?" Bibirnya bergetar saat mengatakannya. Namun orang-orang kasar itu semakin tertawa.

"Apa aku harus mengulangnya lagi untukmu, sayang? Aku bilang untuk layani kami seperti biasanya!"

Pipinya terasa sakit tatkala pria itu makin menekankan cengkramannya. Ingatannya belum sepenuhnya pulih dan dirinya sudah dihadapkan dengan hal semacam ini. Apakah ini termasuk pemaksaan?

Tapi kenyataan bahwa pantatnya yang diremas oleh pihak lain membuat kemarahan seorang Alvin Fornax meledak. Dengan Geraman kesal dia melayangkan kakinya sekuat tenaga pada area selangkangannya.

Orang yang baru saja melecehkannya itu kini berteriak kesakitan sambil memegangi area pribadinya, sedangkan Alvin sudah berlari dengan kecepatan kilat keluar dari gang, saksi bisu dari kejadian tersebut.

"TANGKAP PELACUR ITU!!!" serunya dengan masih memegangi area selangkangannya.

Mereka terlibat kejar-kejaran. Alvin melewati gang-gang dengan asal, menghindari kubangan air dan jemuran sementara para preman mengejar dengan cepat di belakang.

'sial, aku tidak boleh tertangkap...'

Saat mata Alvin melihat ujung dari gang, senyum lega terbit. Ia melirik sekilas orang-orang di belakangnya. Setelah memastikan jaraknya cukup jauh, Alvin segera keluar dari gang dan bersembunyi setelah mengacungkan jari tengahnya pada para babi bodoh itu.

Baru saja keluar dari gang, Alvin langsung bertabrakan dengan seorang pemuda yang kebetulan lewat. Spontan Alvin terduduk di tanah. Ia meringis karena pantatnya yang sakit.

Ternyata bukan hanya dia saja yang kesakitan, pemuda yang baru saja ia tabrak juga sama. Lengannya yang tadi berbenturan dengan tubuh Alvin juga nyeri.

"Hei, lain kali tolong perhatikan sekitarmu." Ungkap Thomas, orang yang Alvin tabrak. Matanya memicing ketika melihat penampilan Alvin yang masih terduduk mengenaskan.

Melihat sang pelaku yang diam tanpa sepatah katapun membuat Thomas kesal lalu berdecak dan berbalik pergi. Namun seruan dari dalam gang membuatnya sekali lagi menoleh.

"Pelacur itu ada di sana! Cepat kejar!!"

'Apa? Pelacur...?'

Belum sempat ia menduga-duga, tangannya langsung ditarik oleh seorang lelaki bertubuh kecil yang telah menabraknya. Ikut menyeretnya ke dalam masalah.

"Kau ikut aku!" Titah pria kecil tersebut.

Alvin membekap mulut Thomas sambil bersembunyi di sebuah toko. Saat para preman itu telah menjauh barulah Alvin melepaskan bekapannya.

"Apa kau gila?!"

Alvin hanya melirik malas pada Thomas, pemuda yang ia tarik untuk menyelamatkan diri tadi. Dengan santai Alvin bersedekap angkuh. Membuat Thomas kepalang kesal.

"Ha! Lalu apa yang akan kau katakan pada para babi itu saat aku tidak membawamu tadi? Melaporkanku?"

"Apa? Jangan asal menuduh!" Thomas berteriak jengkel. Alvin mengangkat alisnya seolah terkejut. Thomas semakin marah sampai giginya bergemelatuk. "Memangnya kau penjahat? Kenapa aku harus melaporkanmu?"

"Yeah... Kurasa perkataanmu dapat dipercaya. Baiklah aku pergi, selamat tinggal."

Alvin membalasnya sambil memutar mata seolah jengah, kemudian mengucapkan salam perpisahan dan dengan ringan berjalan menjauh. Thomas yang mendapat reaksi acuh, berteriak, "jangan sampai kita bertemu lagi, bangsat!!"

Alvin hanya melambaikan tangan sebagai respon.

Sementara itu, Thomas yang melihat kepergian sosok pemuda berperawakan manis tersebut menggelengkan kepalanya seolah-olah tak menyangka. Pemuda itu... Wajahnya tampak seperti anak lugu, tapi siapa yang menyangka sifatnya lebih mirip berandalan.

"Haah... Nasib buruk apa yang membuatku bisa bertemu dengannya?" Gumam Thomas sembari terus melangkahkan kakinya.

Ia berhenti di sebuah cafe. Melihat seseorang duduk sambil membaca buku dan ditemani dengan segelas Americano, senyuman timbul di sudut bibirnya.

"Dari mana saja? Aku sudah menunggumu 15 menit lamanya."

"Maaf, maaf. Tadi ada sedikit masalah di jalan." Jawab Thomas merasa bersalah.

Milles Rayn, orang yang sedari tadi menunggu kedatangan Thomas kini menghela nafas jengah. Ada saja alasan untuk datang telat. Batin Milles lelah. Ia menaruh buku yang dipegangnya dan mulai menikmati Americano miliknya.

Sedangkan Thomas ikut duduk dan memesan es cappucino. "Jadi... Coba ceritakan apa yang membuatmu terlambat, dude." Kata Milles dengan kepala bertumpu pada dua tangan yang saling terkait.

***********

Di kamar apartemennya, Alvin berbaring di kasurnya sambil meletakkan lengannya di atas wajahnya. Kejadian hari ini menyebabkan sebagian potongan ingatan Alvin kembali. Dengan raut muka frustasi, pemuda mungil itu berguling-guling kesetanan.

Kenapa dia harus terjebak dalam tubuh orang bodoh ini!

Bagaimana bisa Alvin si pemilik tubuh yang notabenenya laki-laki menyerahkan tubuhnya sendiri pada para bajingan itu?! Apa dia sudah gila!!

Wajah Alvin memerah saat mengingat pecahan memori Alvin yang asli. Antara marah, kesal, sedih, dan frustasi campur aduk menjadi satu. Ini tidak bisa ditoleransi!

Bagi Alvin Fornax, kesalahan ini sudah tidak dapat ia tanggung! Wajah apa yang akan ia tunjukkan pada dunia setelah ini?

'AKU BUKAN HOMO!!!'

Harga dirinya menjerit di dalam sana.

Transmigrasi Sang PengembaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang