bab 7

419 66 6
                                    

Saat fajar, Alvin baru kembali ke apartemennya. Setelah kejadian semalam, Alvin dapat menarik pemahaman.

Kemungkinan besar sisa-sisa mana dan kekuatannya tertinggal pada jiwanya yang mengalami transmigrasi. Menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh Alvin Julius Caesar yang notabenenya adalah manusia biasa.

Sayang, kini kekuatan yang dulu ia latih mati-matian tidak lagi berguna.

.

.

.

"AARGHHH...!!!!"

Alvin meninju cermin kamar mandi. Tidak peduli tentang kondisi tangannya dan hanya berniat menghancurkan cermin yang merefleksikan bayangannya sendiri.

'Bagaimana mungkin aku menjadi pecundang?!!'

Matanya gemetar oleh kemarahan yang meluap-luap. Pantulan dirinya dalam cermin itu seakan mengejeknya.

Ini memalukan! Bahkan orang dengan satu circle sihir masih lebih baik darinya!

"Brengsek, bajingan... Bagaimana mungkin..."

Alvin merutuk. Dulu dia sudah menderita saat berusaha mengembangkan sihirnya, tapi seolah tuhan bahkan tidak ingin melihatnya bahagia, kemampuannya justru dijadikan lelucon!

"Fuck! Kenapa tidak sekalian saja hilangkan kekuatanku?!" Alvin berteriak frustasi.

Sihir elemen nature yang selalu dibanggakannya, yang pernah melilit monster ganas seukuran bus dan telah berpartisipasi di setiap pertempuran, kini telah menjadi mainan anak-anak.

Yang bisa dilakukannya hanyalah menumbuhkan bunga dan tanaman kecil. Harga dirinya terluka!!!

Bahkan ia baru sadar jika tubuhnya kini memiliki aroma bunga!

Fisiknya yang kecil, cantik dan tampak polos saja sudah sangat menjatuhkan harga dirinya.

Alvin terus menggerutu, membayangkan dirinya seperti seorang putri manja yang wangi, cantik dan lemah lembut membuatnya mual.

Bah, itu menjijikkan!

Ia bergidik dan bahunya bergetar di depan cermin yang retak. Bersamaan dengan kepalan tangan, Alvin, dengan suara nyaringnya berteriak sekuat tenaga.

"FUCK! AKU BUKAN PUTRI BUNGA!! KEMBALIKAN KEKUATANKU, BANGSAT...!!!"

***************

Sebotol alkohol tandas begitu cepat. Aroma pekat nan memabukkan itu menguar ke segala arah. Atmosfer suram mengikuti, seolah menunjukkan betapa kesalnya seorang pemuda yang terbaring di kasur keras tersebut.

Tangannya yang terbalut perban terkulai lesu. Sementara itu, bantal menutupi wajahnya yang kusut oleh keputusasaan.

Alvin ingin segera melupakan kekesalannya, namun semakin ia berusaha, semakin emosinya tak terkendali. "Lebih baik aku mati saja", gumamnya kala itu.

Hari-hari datang dan pergi bergiliran. Empat hari berlalu dan Alvin mulai mencoba melupakan semua kekesalannya.

Alvin melihat foto Thomas dan Milles setelah mereka mengunggahnya di akun sosial media. Perasaan rindu mendadak mengisi paru-parunya, membuat nafasnya berat dan jantungnya bertalu kencang.

'apa sudah waktunya aku mengunjungi mereka...?'

Alvin berkedip beberapa kali. Lamunannya pecah setelah seseorang menepuk bahunya ringan.

"Apa yang kau lamunkan? Cepat pergilah pada pelanggan."

"Eh, oh..." Alvin bergumam kikuk. Itu adalah rekan kerjanya, dan dirinya sama sekali tidak menyadari  pelanggan yang datang.

Transmigrasi Sang PengembaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang