2. Bekal Ibu

63 13 1
                                    

"Jadi beneran naksir sama Satriya ya?" Tanya Bima. Mahen ikut penasaran. Walaupun sebelum Naira, sudah banyak cewek yang suka ngajak kenalan juga. Tapi, dua sahabat itu cukup heran, karena baru Naira yang diladeni sama Satriya.

"Hah? Naksir?" Naira kaget. "Enggak kok, kak. Ya ampun, gue tuh cuma ngajak kenalan doang. Ganteng sih, fansnya banyak. Mau juga gue tuh jadi fansnya. Hahaha..."

"Jangan naksir Satriya, orangnya galak." Sahut Mahen, sambil menyuapkan batagor ke mulutnya.

Naira hanya meringis.

"Dih, kayak lu nggak galak aja, Kak. Udah galak, jelek lagi." Ejek Dini.

Bima tertawa terbahak-bahak. Naira juga ikutan.

Ketika mereka masih meredam tawa mereka, Satriya terlihat memasuki kantin sambil menenteng tas ranselnya. Bima segera melambai begitu mengetahui Satriya.

"Siniiiii..."

Satriya duduk di sebelah Bima tepat di depan Naira. Naira menatap Satriya sebentar kemudian tersenyum, niatnya menyapa gitu. Tapi Satriya justru kaget.

"Kenalin, Sat. Dini sepupu gue sama Naira temennya Dini." Ujar Mahen. Satriya hanya mengangguk sambil memperhatikan Naira seksama.

"Halo, Kak Satriya.." sapa Naira akhirnya. Gemeess. Kenapa anak orang kok cakep begini siihh?

Satriya lagi-lagi hanya mengangguk.

"Ini batagornya Kak Satriya." Ujar Bima sambil mengangsurkan sepiring batagor yang sudah dia pesan tadi.

Satriya mendelik tajam. "Nggah usah mulai deh Bim."

Bima tergelak. "Eh, kok makanannya kalian keliatan enak sih... Yang jual yang sebelah mana?" Tanya Bima mengalihkan perhatian Satriya yang sudah seperti mau menerjang Bima Karena kesal.

Naira mendongak. "Enggak beli. Bawa dari rumah. Mau kak? Coba aja."

"Nyokapnya Naira yang masak. Dijamin enak." Tambah Dini.

"Oooohh... anak mama ya? Sampe dibawain bekal gitu."

"Anak ibu. Gue manggilnya ibu. Jadi anak ibu,"

Bima tertawa mendengar jawaban Naira. Satriya hanya memperhatikan interaksi mereka berdua. Satriya heran, kenapa mereka berdua sudah akrab saja. Sejak kapan?

"Cobain deh, Kak." Naira meletakkan sepotong irisan gurame asam manis di piring Satriya. Kemudian masing-masing sepotong di piring Mahen dan Bima.

"Aman ini kak. Nggak ada peletnya kok. Kalau tadi gue tau bakalan makan semeja sama Kak Satriya kayaknya bakalan gue kasih jampi-jampi." Ujar Naira ringan.

Mereka bertiga melongo, tapi sesaat kemudian Bima dan Mahen tertawa. Mau tidak mau mereka bertiga akhirnya mencoba merasakan bekal Naira.

HP Naira berbunyi. Suara D.O Exo mengalun merdu. Buru-buru Naira mencari benda pipih persegi panjang dari dalam tasnya. Setelah ketemu, segera dia geser tombol berwarna hijau itu.

"Assalamu alaikum, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" Tiga laki-laki di meja mereka kompak menatap Naira heran setelah mendengar suara jawaban Naira. Dini, yang sudah 3 tahun ini bergaul dengan Naira terlihat biasa saja. Dini sudah tidak heran melihat kelakuan Naira yang kadang-kadang diluar nalar.

"Masih makan, Bu. Kayaknya udah nggak ada kelas deh. Kenapa, Bu?" Naira melirik Dini sebentar. "Ya maulah, aku otw sekarang deh yaaa... Dadah Ibuuuu." Naira kembali memasukkan hp-nya ke dalam tas.

"Kita beneran udah nggak ada kelas kan, Din?"

"Enggak. Terakhir kelasnya Pak Ahmad tadi. Kelasnya Bu Widi kosong deh, kenapa?"

"Mau nyusulin nyokap. Bekalnya lo habisin aja ya, wadahnya bawa pulang. Trus dicuci yang bersih, besok bawain yaa.." Naira nyengir.

"Oke,"

Setelah berkemas, Naira kemudian berpamitan pada keempat orang tersebut. "Gue duluan yaa, kakak semuaa. Lain kali boleh deh makan bareng lagi, Kak Satriya.." Naira tersenyum manis sebelum beranjak pergi.

Sepeninggal Naira, tanpa sungkan lagi, Bima dan Mahen ikut makan bekal Naira tadi.

"Enak banget masakannya." Ujar Bima.

"Bener.. udah berasa makan di restoran terkenal gue.." tambah Mahen.

Satriya hanya terdiam.

*** 

DEGUPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang