"Kak, boleh minta tanda tangannya?" Naira menyodorkan papan kertasnya kepada Satrya. Satrya mendongak menatap Naira. Setelah meletakkan kamera di samping duduknya, Satrya meraih papan kertas Naira dan menggoreskan tanda tangan asal. Seharian ini ent...
"Kenalin kak, saya Naira." Bima menirukan suara Naira dengan menyodorkan tangan kanannya pada Mahen. Mahen tertawa sambil memegang perutnya. Sejak tadi mereka berdua meroasting Satriya.
"Diem, nyet." Satriya merengut.
"Why? Why? Bukannya lu juga seneng yaaa... Maba imut ngajak kenalan, lu ladenin. Tumben banget ini." ujar Bima bersemangat.
"Harusnya kita tumpengan ya, Bim." Mahen menyahut.
"Yoi... Mana manis lagi tuh maba. Pantes Kak Satriya yang boyfriend-able mau juga diajak kenalan. Hahahaaa.." Bima tertawa lebar.
Satriya meletakkan kameranya di atas meja, "Gue refleks. Biar tuh anak cepet pergi." elaknya.
"Nggak apa-apa, Sat. Kita mah paham kok." Mahen kembali menyahut, sambil menepuk pundak Satriya kalem. "Nggak apa-apa kok, kenalan dulu aja. Kali aja tar lu jadi naksir kan? Sayang ah, muka ganteng gini kalo ga punya pacar sampe wisuda." Kata Mahen masih tetap kalem. Tapi kok, lebih nyelekit.
Satriya tambah merengut. Harus sabar kalo sama mereka. Walaupun rasanya pengen sedikit ngasih jurus taekwondo yang jadi keahliannya sama mereka berdua.
"Apa sih, yang? Dari tadi kalian rame banget di pojokan?" tanya Salma yang baru duduk di sebelah Mahen.
Mahen menoleh, "Satriya tuh, kenalan sama Maba. Eh Maba-nya sih yang ngajak kenalan duluan." jawab Mahen.
"Oh yaaaa?" Salma antusias, "Kok bisa, Sat? Biasanya kan Bima kalo kayak gitu tuh. Namanya siapa? Jurusan apa?"
"Naira, namanya Naira. Junior kita." Sahut Bima yang sudah mulai menikmati batagornya.
"Udah ga usah dibahas lagi bisa ga sih? Cuma kenalan doang elah. Heboh banget kalian ini." rutuk Satriya. Dia segera beranjak dari duduknya.
"Mau ke mana Sat?" tanya Mahen melihat sahabatnya itu pergi.
"Latihan. Bulan depan ada turnamen gue," jawab Satriya sebelum benar-benar meninggalkan mereka.
***
Di salah satu sisi gedung Olahraga kampusnya, Satriya duduk sambil menyeka keringat yang masih menetes di mukanya. Teman-temannya yang lain masih berlatih bersama Pak Wondo, salah satu pelatih mereka.
Kemudian Satriya teringat dengan hasil jepretannya di kamera dari kegiatan Ospek Maba beberapa minggu lalu. Dengan perlahan, dia melihat-lihat foto-foto itu, hingga tangannya berhenti menekan tombol geser ketika sampai pada foto seorang gadis yang tengah tertawa lebar di antara teman-temannya.
Alis Satriya mengernyit, memandang foto itu dengan seksama.
"Gue kayak nggak asing, pernah liat di mana gue ya?" gumam Satriya pelan.
Ting!
Bima
Nyet, kalo udah selesai latihan, gabung sini yes, kantin belakang. Lu mau dipesenin apa?
Satriya
Batagor. Gue rapi-rapi dulu.
Satriya segera membereskan barang-barangnya dan berpamitan pada Pak Wondo.
***
Semenjak resmi menjadi mahasiswa, kantin adalah tempat paling favorit bagi Naira. Selain perpustakaan. Naira hobi makan, dan kebetulan kantin belakang kampusnya ini banyak makanan yang enak-enak. Udah enak, murah pula. Bahagia sekali Naira.
Seperti siang ini, setelah selesai jam kuliahnya, dia sudah menyeret Dini ke kantin. Dini mah oke-oke aja. Karena semenjak pagi perutnya hanya terisi sepotong roti dan segelas susu.
"Gue bawa bekel." Ujar Naira setelah mereka duduk di salah satu pojok kantin.
"Lah, tumben banget." Jawab Dini. "Nyokap lo di rumah?" lanjutnya.
Naira mengangguk senang. "Emak gue bawain banyak, buat lo juga katanya."
"Asyiiiiiiikkkk... gue beli minum deh ya," Dini beranjak untuk membeli minum. Sebentar kemudian dia sudah kembali membawa es jeruk dan air mineral untuk Naira.
"Gue gabung sini yaa, penuh semua bangkunya," ujar Mahen tiba-tiba. Dini melongo, Naira lebih melongo lagi. Seniornya itu melambai pada temannya yang datang dengan membawa beberapa piring di tangannya.
"Ngapain sih? Kan banyak bangku lainnya." Gerutu Dini kesal. Naira menoleh heran. Gila, Dini minta dicincang. Sama senior loh ini, galaknya bisa dikondisikan dulu ga sih?
"Penuh semua itu, gue udah laper ini." Jawab Mahen. Bima yang baru datang segera meletakkan piring-piring yang dia bawa ke atas meja.
"Rame banget siang ini ya.. Heran semua bangku bisa penuh banget lagi," ujar Bima. Sebentar kemudian dia melirik kedua gadis yang menatapnya sejak tadi, yang satu menatapnya heran, yang satu lagi menatapnya sinis.
"Kenalin ini sepupu gue, Dini." Kata Mahen setelah duduk.
Bima mengulurkan tangan pada mereka sambil tersenyum lebar. "Aahh, sepupunya Mahen ya.. Gue Bima, sahabat tersayangnya Mahen. Kalian maba?"
Dini hanya mengangguk. Naira mengulurkan tangan setelah Dini. "Naira,"
Bima memperhatikan Naira lebih seksama, dahinya berkerut berusaha mengingat-ingat. "Ahaaaa.. gue ingat sekarang, elu Naira yang itu kan?"
"Yang ngajak kenalan sama Satriya pas ospek kan? Iya kan yang itu? Aahh, gue inget sekarang." Bima tersenyum lebar.
Naira tersenyum tipis. Bukan malu sih, mana ada kata malu di kamus Naira. Naira cuma kaget, ternyata senior yang duduk di depannya ini tahu juga soal itu.
***
Fyuuuhhh... akhirnya bisa update juga. Terima kasih sudah membaca. Semoga suka (◠‿◠✿)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.