Pagi ini, Naira diantar Ibu ke kampus. Kebetulan Ibu mau ke bandara untuk pergi ke Surabaya menyusul Bapak yang sudah terbang lebih dulu. Sesampainya di halte tak jauh dari gerbang masuk Fakultasnya, Pak Man menepikan mobilnya.
"Kenapa gak sampai sana sekalian sih, Kak?" tanya Ibu.
"Enggak ah, Bu. Nggak enak dilihatin orang-orang. Biasanya aku juga naik bus ini kok.." jawab Naira. Naira keluar dari mobil setelah berpamitan pada Ibunya. "Dadah Ibuuuu..." Naira melambaikan tangan ketika mobil Ibunya perlahan kembali berjalan meninggalkan tempatnya turun tadi.
Ketika memasuki halaman di depan kampusnya, Naira melihat Satriya yang baru saja memarkirkan motornya. Naira tersenyum kemudian menghentikan langkahnya untuk menyapa Satriya.
"Kak Satriyaaaaa.." teriaknya ketika Satriya berjalan ke arahnya, ah, bukan, ke arah lorong menuju gedung kelas mereka lebih tepatnya.
Satriya mengernyit menyadari keberadaan Naira yang tak jauh di depannya.
"Baru dateng, Kak? Ada kuliah jam berapa, Kak?" tanya Naira begitu dia mensejajari langkah Satriya.
"Iya. Jam 8." jawab Satriya.
Naira tersenyum. Irit banget jawabnya, huh, sabar-sabar Naira.
"Kok nggak bareng sama Kak Bima sama Kak Mahen?"
Satriya melirik sebentar gadis yang sedang berjalan di sampingnya ini. "Mereka udah dateng kayaknya," jawabnya kemudian.
Ketika Naira akan bertanya lagi, terdengar namanya dipanggil dari kejauhan. Naira menoleh, terlihat Abi berlari dengan tergesa menghampiri Naira dan Satriya yang juga ikut menghentikan langkahnya.
"Elu Naira kan?" tanya Abi dengan nafas yang masih ngos-ngosan.
"Iya, Kak." jawan Naira heran. Abi, mahasiswa semester 3, kok bisa tahu nama Naira dari mana.
Satriya menatap Abi penasaran.
"Bisa kita ngobrol sebentar? Ada yang mau gue omongin. Penting sih." tanya Abi.
"Hah? Apa, Kak?"
"Oh iya, gue Abi. Semester 3. Elu nggak buru-buru kan? Sebentar aja kok."
Naira melirik Satriya sebentar. Tanpa sadar, ternyata Satriya juga masih belum beranjak dari tempatnya sambil memperhatikan mereka berdua.
"Bang, boleh gue pinjam sebentar Naira-nya?" tanya Abi pada Satriya.
Satriya sedikit terkejut, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Ngapain nanya gue?" jawabnya.
"Ya kan, Naira tadi ngobrol sama Bang Satriya. Gue ganggu ya, Bang?"
Naira meringis. Iya sih, kan gue lagi pedekate, elu tiba-tiba nongol, batin Naira sebal.
"Enggak. Gue mau ke kelas." jawab Satriya pendek. Kemudian Satriya melangkah kembali ke arah lorong menuju kelas-kelas kampus mereka, meninggalkan Abi dan Naira yang masih melihat punggung Satriya yang perlahan menjauh.
"Sebentar aja, Nai." suara Abi membawa kembali perhatian Naira padanya.
"Oke, Kak. Gimana?"
"Duduk situ dulu kali ya, biar ngobrolnya enak." ajak Abi menunjuk bangku di bawah pohon di taman kampus mereka.
Naira mengikuti Abi, lalu ikut duduk agak jauh di samping Abi.
"Jadi gini, Nai. Gue perwakilan dari UKM Paduan suara, pengen lu ikut gabung sama kita." kata Abi.
"Eh? Gak salah, Kak? Aku tuh gak bisa nyanyi, Kak. Kok diajakin gabung paduan suara. Tar malah jadi ambyar itu paduan suara," Naira tertawa pelan.
Abi ikut tertawa mendengar jawaban Naira. "Bukan jadi vokalnya. Kebetulan kemarin pas unjuk seni waktu ospek, gue sama beberapa anak paduan suara liat perform kelompok lu. Kita lihat lu main keyboard, dan itu keren banget sih menurut gue." jelasnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DEGUP
ChickLit"Kak, boleh minta tanda tangannya?" Naira menyodorkan papan kertasnya kepada Satrya. Satrya mendongak menatap Naira. Setelah meletakkan kamera di samping duduknya, Satrya meraih papan kertas Naira dan menggoreskan tanda tangan asal. Seharian ini ent...