Teman lama

4 0 0
                                    

Cafe begitu ramai hari ini Meta menunggu Arie di tempat biasa mereka bertemu. Hpnya berdering segera dia mengambilnya dari tasnya.
"Assalamualaikum Adek"
"Waalaikum salam, iy kenapa bang?!"
"Adek pesan makanlah dulu Abang lambat lagi baru sampai, ada kerjaan mendadak."
"Is ok, bang semangat kerjanya."
"Makasih ya."
Telpon di tutup ini bukan kali pertama Meta harus menunggu, sudah menjadi resiko untuknya memiliki kekasih yang super sibuk, selama komunikasi masih berjalan dengan baik dia tidak mempersoalkan hal itu. Lagi pula dunia Arie bukanlah melulu tentang Meta. Semakin sedikit pertemuan semakin banyak rindu.

Meta menikmati segelas jus alpukat, sembari menunggu Arie. Dari belakang tiba-tiba bahunya di sentuh seseorang.
"Met..." Meta menengok kebelakang melihat siapa yang menyapanya.
"Hei mas Gilang, apa kabar?!"sapa Meta rama ketika melihat sosok yang berada di belakangnya.
"Baik, kamu?!"
"Alhamdulillah aku baik juga mas."
"Ini pengganti mbak Nara?!"
"Huss ngawur kamu ini kerabat jauh aku namanya Amel."
"Oh aku pikir, duduk mas" Meta mempersilahkan Galang dan saudara perempuannya duduk.
"Sendiri Met?"
"Lagi nunggu..." Belum selesai kalimat Meta Arie sudah ada di sebelahnya.
"Sorry lama."
"Iya gak papa Abang kenalin ini mas Galang, dia ketua Senator waktu di kampus dulu, mas Galang ini bang Arie."
Mereka saling berjabat tangan, itu adalah awal pertama kami bertemu sekaligus awal mula perang Batara Yudha...ha...ha....ha..., Maksudnya awal pertikaian antara Meta dan Arie.

Dua Minggu ini bang Arie gak pernah lagi menghubunginya, bahkan wa nya hanya di read saja, beberapa kali Meta datang ke kantor tapi tidak juga di jumpainya, aneh gak seperti biasa bang Arie kayak gini, kalaupun ada tugas luar kota pun dia selalu ngabarin kali mau berangkat. Dia juga gak keliatan menjemputnya saat pulang kerja, sesibuk apapun dia belum pernah dia seperti saat ini.

Karena sangat khawatir akhirnya Meta putuskan untuk mendatangi kos tempat Abang tinggal, takut-takut kalau dia sakit atau apa.
"Assalamualaikum.." Meta mengetuk pintu kos.
"Waalaikum salam" jawab seseorang dari dalam.
"Abang sehat?!" Tanya Meta setelah Arie membukakan pintu untuknya.
"Sehat, tumben adik mampir."
"Iya aku khawatir aja soalnya beberapa hari ini Abang susah di hubungi, ini Meta bawain makan malam, gak di ijinkan masuk ne di depan pintu gini aja."
"Eh ya masuk lah, makasih ya jadi ngeropotin."
"Kek sama siapa aja masa ngomong nya kek gitu bang?!"
"Abang ini filenya da siap Amel taru mana?!, Semua dokumen sama data-data da selesai semuanya." Tiba-tiba ada suara dari dalam ruang tengah. Tentu Meta mengenal dengan baik siapa gadis itu beberapa waktu yang lalu mereka bertemu di cafe bareng mas Gilang.
"Ini Amel dia mahasiswi magang di tempat Abang kebetulan dia bantu Abang." Arie mencoba menjelaskan.
"Oh, ya sudah Meta pamit dulu ya bang da malam gak enak di lihat tetangga."
"Biar Abang antar ya."
"Gak usa Meta bisa sendiri kok lagian Abang masih banyak kerjaan kan." Meta segera berlalu hatinya gunda sebab Arie   terkenal sangat cuek sama perempuan, tapi pemandangan yang barusan dia lihat mereka begitu akrab meskipun baru beberapa hari berkenalan.

Sabtu, 21.00

Meta melihat ke arah sahabat-sahabatnya yang sedang berbisik-bisik di ruang tengah. Entah apa yang sedang mereka bicarakan.
"Udah cerita aja kak Nay kasihan kak Meta tuh." Kata Zoya
"Kak Met.."
"Iya ada apa kak Nay."
"Maaf, bukannya Nay ada maksud gimana-gimana tapi Nay sama Zoya tadi lihat Abang di cafe bareng cewek." Katanya ragu-ragu.
"Mungkin teman kerjanya kak Nay." Meta berusaha memberikan penjelasan kepada sahabat-sahabatnya.
"Tapi ini masih muda banget masa teman kerjanya?! kelihatan nya kayak masih kuliah Trus kata akrab gitu ketawa-ketawa kek deket banget." Tambah Zoya menjelaskan.
"Oh itu pasti mahasiswa yang magang di kantornya zo." Imbuh Meta.

Hari berganti kembali, waktu tak bisa menunggu sampai hari ini pun pesan-pesan singkat Meta terabaikan. Gak ada yang di balasnya.
"Setengah hari ni kita pergi makan di cafe yuk." ajak Zoya penuh semangat,
"ikut ya kak Meta da lama ne gak makan bareng-bareng."
"Ya udah ayo." Meta menyanggupi permintaan sahabat-sahabatnya.

Baru melangkah masuk mata Meta sudah di kejutkan oleh pandangannya ia melihat di sudut cafe kekasihnya tengah bercengkrama dengan seorang gadis, tertawa lepas, berbicara penuh semangat, ini seperti Arie yang dulu, Arie yang saat pertama dia kenal. Berlahan Meta menghampiri mereka berdua.
"Abang.." sapanya masih dengan nada menahan emosi.
"Hai... duduk dek." Jawabnya seolah tidak merasa bersalah sedikitpun.
"Amel ne orang nya asik banget loh di ajak ngobrol." Bahkan dia memuji gadis itu di depan Meta.
" Meta bareng temen-temen bang, Abang lanjut aja." Kemudian Meta berlalu dari meja mereka berdua.
Hari ini hidangan cafe berasa empedu semua. Pahit getir setelah ucapan kekasihnya.

Malam hari

Meta sengaja menghubungi Arie berharap dia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi namun panggilan darinya pun di acuhkannya.
Sepertinya di Tinggal tanpa kejelasan. berhari-hari Meta susah memejamkan matanya, makan tak enak tidur tak pulas terus memikirkan orang Yang dia kasihi.

IGD RSUD Saiful Anwar

"Gimana dok?!" Tanya Zoya cemas.
"Gak papa cuma perlu istirahat saja selepas minum obat nanti akan baikan, tolong pola makannya di jaga ya asam lambungnya naik lagi."
"Sorry ya zo jadi ngeropotin kamu." Ucap Meta saat sudah di pindahkan ke ruang rawat, mukanya masih pucat.
"Kak Met ngomong apa, da banyak istirahat jangan mikirin yang aneh-aneh."
Meta menang sebatang kara sejak kecil dia ikut paman dan bibinya.
Sahabat-sahabat seperti merekalah yang selalu mengutamakannya.
"Bang Arie belum nengok ka?!" Zoya bicara sama yang sibuk berkemas hari ini dokter bilang sudah boleh pulang.
"Dia Uda wa kemaren zo." Ucap Meta lesu
"Apa?!"
"Semoga cepat sembuh, gak enak kan sakit makanya makannya jangan suka telat."
"Gila tuh orang bener-bener ya."
Zoya terlihat begitu kesal.
"Ya udah lah kak Met gak ada di pikirkan kali yang kaya gitu."

Tiga hari selepas pulang dari rumah sakit Meta kembali bekerja, tidak ada lagi wa dari kekasihnya, dia juga tidak pernah datang mengunjunginya. Entah apa yang dia lakukan saat ini pun Meta tak mengerti.

Meta mengirim pesan singkat di hape kekasihnya dia ingin bertemu di cafe biasa tempat mereka biasa bertemu. Ia menunggu dengan cemas takut kalo kekasihnya gak datang menemuinya.
"Ada perlu apa, panggil aku ke sini."Arie memulai percakapan
"Aku ingin kita putus." Meta tanpa ragu mengatakannya
"Jadi panggil aku kesini cuma untuk katakan itu?!"
"Iya, kamu Sadar gak kamu da terlalu banyak nyakitin aku sama sikap kamu."
"Sikap yang mana, karena aku dekat sama Amel, orang gak ada hubungan apa-apa pun gak percaya tanya saja sama kawan lamamu tuh setiap aku jalan juga ada mas Galang." Sanggahnya dengan entengnya.
"Lihat." Meta mengeluarkan foto-foto dari hapenya semua gambar kekasihnya bersama gadis itu.
"Di semua foto itu gak ada mas Galang, jadi jangan bawah-bawah mas Galang."
" Itu awalnya ada kok." Dia masih menyanggah.
"Abang bosan sama aku bilang, gak nyaman bareng aku bilang gak kek gini caranya, kita da sama-sama dewasa, hubungan bertahun-tahun yang kita bina sudah hancur tau gak."
"Aku sama Amel tuh gak ada apa-apa."
"Aku sakit kamu kemana, ada kamu tanya kabarku?!, Aku balik lagi ke kantor ada kamu nyariin aku, selama ini aku selalu mencoba mengerti memahaminya setiap kesibukanmu, menunggumu setiap waktu, bahkan ketika kamu menuduh aku dekat sama orang lain aku tetap sabar menghadapi itu."
"Aku sama Amel tuh gak ada apa-apa." Dia mulai meninggikan nada bicaranya.
"Tidak perlu kamu tegaskan berulang-ulang, aku capek, aku capek selalu mencoba mengerti aku capek selalu mencoba memahami aku capek mencintai mu yang tak pernah mencintai ku, aku capek" kali ini Meta tertunduk lemas. Tak ada setitik pun air mata yang menetes ia terlalu lelah hatinya terluka parah.
"Mau mu apa?!"
"Bebaskan aku, biar kita sendiri-sendiri saja."
"Baiklah kalau itu keputusan mu kita jalani hidup kita masing-masing."
"Maaf kalau selama ini Meta banyak merepotkan Abang terimakasih atas sudah hadir menemani tertawa, berantem, senang sedih bareng."
"Tugas ku sudah selesai bang selamat tertawa dan bahagia bersama yang lainnya." Meta berlalu dari cafe menyusuri jalan sepi sendiri, seperti hatinya yang hampa saat ini.

one-sided loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang