Kuncup Asmara

6 0 0
                                    

Hari berganti waktu berlalu, beberapa bulan ini Meta dan Arie kerap menghabiskan waktu mereka bersama seperti malam Minggu ini mereka pergi nonton dan nongkrong bareng.
"Abang.." bisik Meta sambil mempererat tangannya di pinggang Arie.
"Heemm, kenapa?!, Terlalu cepat ka Abang bawah motornya?!"
"Ngga, kita mampir ke taman kota sebentar ya aku ingin bicara." Kembali Arie mempercepat laju motornya menuju alun-alun kota malang, jam baru menunjukkan pukul 9 tapi angin Malam sudah menembus jantungnya.

Sudut taman kota terlihat beberapa orang berlalu lalang menjajakan barang dagangannya.
"Mo bicara apa?!" Arie mencoba membuka pembicaraan.
Mata Meta membulat sempurna dalam hatinya gundah gulana seolah ragu ingin mengatakan hal ini. Namun gejolak hatinya kian tak terbendung setiap kali dekat dengan pemuda satu ini.
"Ah itu anu.."Meta terlihat sedikit panik. Sementara Arie menatapnya penuh selidik seakan-akan sedang mengintrogasinya.
"Ngomong aja" Si muka datar tanpa ekspresi itu kembali memancing Meta.
"Temen-temen ku pada nanya sebenarnya hubungan kita ini apa?!" Meta tertunduk lemah tidak berani lagi menatap sepasang mata tegas di sampingnya.
"Kita jalani saja dulu, saat ini aku merasa nyaman dekat dengan mu." Jawabnya singkat kemudian diam dan menggenggam erat tangan Meta.
Mendadak jantungnya seperti tak berirama dia mulai menyandarkan kepala di bahu lelakinya.
"Lelaki itu kalau ngomong sayang harusnya yang mesra dikit kenapa, pake puisi gombalan atau rayuan barang kali." Meta mulai berani meledeknya.
"Memang tak pandai merayu kok, yang penting itu sikapnya bukan kata-kata nya percuma kan kalau bilang sayang cuma sebulan kandas ya kan." Ucap pemuda itu sambil mengusap lembut kepala Meta.
Hari semakin malam entah apa yang mereka bicarakan hingga waktu terlihat begitu singkat.

Hari pertama setelah resmi menjadi kekasihnya, Meta mempersiapkan bekal masakan untuk pacarnya dia berharap bisa makan siang bersama setiap hari mengobrol apa saja tentang pekerjaan, temen-temen hal-hal sepele sampai membahas tentang masa depan.

Saat jam makan siang
Meta sengaja naik ojek online menuju kantor tempat Arie bertugas. Ia membawa bekal makanan yang ia masak sejak pagi tadi.
"Gimana sayang enak gak?!" Celoteh Meta saat Arie mulai mencicipi masakannya.
Arie memandang ke arahnya sambil berkata,
"Enak tapi jadi enek."
"Kok enek, terlalu asin ka?!"
"Bukan, enek karena di panggil sayang, da kayak tempe goreng jatuh, aduh sayang belum lima menit." Ucapnya sambil terkekeh.
"Dih mulai ya!!, Kan pingin itu kek orang-orang ada panggilan sayang nya masa kalah sama anak SMA yang baru pacaran panggilnya Uda mama papa?!"
"Ha....ha...ha..." Dia kembali tertawa lepas.
"Ish Abang gak asik." Meta mulai menggerutu dan merajuk manja.
"Dah lah panggil Abang aja, nanti klo adek panggil Abang sayang Abang panggil adek Metong mau?!" Katanya sambil tersenyum.
"Ih emang ya kulkas sepuluh pintu mana ada panggilan sayang kek gitu, gak manusiawi tau." Meta masih ngomel-ngomel gak jelas. Arie segera menyelesaikan makan siangnya kemudian dengan lembut dia berkata.
"Lain kali gak usa ya?!"
"Gak usa apanya?!"
"Gak usa absen bawain bekal makan siang." Ujarnya sambil terkekeh.
"Abang anter balik kantor ya bis itu balik dinas lagi!!" Meta hanya mengangguk menyetujuinya.
"Kok bawah mobil!!" ucap Meta saat Arie membukakan pintu mobil ya.
"Masa naik motor terus!!" Arie kembali menimpali.
"Panas terik ni buruan masuk!!"
Mobil sudah melaju tapi belum ada pembicaraan di antara mereka.

"Krim krim krim krikk, mengheningkan cipta mulai." Meta mencoba mencari topik.
Arie tertawa ke arahnya.
"Kulkas sepuluh pintu"guman Meta dalam hati.
"Mending naik mobil kan gak kepanasan." Tutur Arie melirik ke arahnya
"Mending naik motor lah, bisa meluk kamu...!!" Ucap Meta menggoda. Tiba-tiba Arie langsung menggenang jemari tangannya.
"Ne bisa gandengan, dah jangan merajuk lagi." Gumamnya seketika menghentikan kekesalan Meta. Ia dia selalu saja bisa membuat hati Meta menjadi luluh seketika. Meskipun terkadang sikapnya sedingin kulkas Sepuluh pintu. Suasana kembali hening mereka menikmati perjalanan singkat sepanjang menuju kantor.

"Nanti sore Abang jemput ya, kabari Abang kalo sudah jam pulang kantor." Ucap Arie sambil mencium kening kekasihnya.
"Iya." Jawab Meta singkat kemudian beranjak menjauh.

"Cie...cie..." Mata kak Nay berbinar ketika ia baru saja melihat Meta turun dari mobil dan mengetahui siapa yang mengantarnya.
" Bapak Negara langsung balik buk.?!" Ledeknya sambil ketawa
"Iy kak Nay sibuk dia, sibuk cari dana buat pesen tenda." Jawab Meta ngasal lalu berlalu dari hadapan sahabatnya itu.

Lima belas menit kemudian
Suara hape Meta berbunyi ada panggilan masuk. Segera mungkin dia angkat.
" Ya Abang.. baru juga lima belas menit udah kangen aja!!" Ledek Meta setelah tahu siapa yang menghubungi nya di sebrang sana.
"Hari ini Abang gak bisa jemput ya maaf Abang harus ke luar kota nanti jam tiga ada tugas yang harus di selesaikan." Ucapnya tegas.
"Nanti sebelum berangkat Abang sempatkan mampir ke kantor jumpa adek" gleeekk panggilan di tutup.
"Astaga ne orang bener-bener ya bikin badmood." Muka Meta kembali mending selepas angkat Vidio call dari kekasihnya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 5, saat jam pulang kantor sudah tiba, Meta masih resah, sebab Abang bilang tadi mau mampir dulu sebelum berangkat dinas, tapi ini sampai kantor bubar belum ada kabar, no Abang pun tak bisa di hubungi lagi, kecemasan mulai mendekatinya. Ia pulang dengan gontai.

Hari berganti waktu berputar ini sudah hari ke 7 sejak kepergiannya. Meta mulai kehilangan harapan, no telepon susah sekali di hubungi tak ada berita apapun dari kekasihnya, sementara saat Meta mengkonfirmasikan hal ini ke teman-teman sekantor Abang tidak ada satu pun yang memberikan jawaban pasti. Sepanjang hari dari waktu ke waktu dia hanya bolak-balik mengecek hapenya berharap ada notifikasi di sana. Berharap agar pesan-pesan singkat di hape nya segera mendapatkan jawaban, setiap kali hape berdering atau mendengar bunyi notif hape nya dia sesegera mungkin berlari meraihnya tapi semuanya nihil. Sama sekali tidak ada kabar dari orang yang ia rindukan. Hampir berputus asa hari-hari yang dia lalui kini seperti kosong, tidak ada lagi yang membuat paginya bersemangat menyiapkan bekal makan siang ataupun yang lainnya. Semua sahabatnya memberikan semangat tapi ia tetap seperti hilang nyawa.

Hujan turun begitu lebatnya Meta berlari kecil menuju teras toko, hari ini ia lupa membawa payung padahal Desember adalah bulannya hujan. Ia sengaja pulang paling akhir hari ini karena ada beberapa file yang harus ia siapkan. Tidak ada satu angkutan umum pun yang melintas maklum hari sudah mulai gelap sebentar lagi azan magrib berkumandang.

"Kenapa cepat sekali turun hujan." Omelnya sendiri sambil memandangi rok panjangnya yang basah karena air hujan saat menyebrang jalan tadi. Ia merasa badannya mulai menggigil karena kedinginan, karena kecerobohannya lagi-lagi dia hanya mampu berteduh di emperan toko yang sedang tutup saat itu menunggu hujan redah dan angkutan umum yang lewat.

Sebuah mobil Jeep gladiator berwarna merah yang melintas tiba-tiba berhenti di depannya.
Meta acuh saja sambil terus mengumpat dalam hati.
Sesosok pemuda tiba-tiba muncul di depannya memberikan payung dan menatapnya dengan lembut.
Mata Meta membulat sempurna seakan tak percaya siapa Yang ada di depannya saat ini.

one-sided loveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang