"Disaat dunia sedang tidak berpihak, disaat itu juga ada hal lain yang akan kita dapatkan."
__________________________________________________Al-Birru by : Gitar_senja 🦋
__________________________________________________'Sepelan apapun sebuah duri menancap, duri tetaplah sebuah tusukan yang ga akan pernah berakhir untuk engga menyakiti'. Rafa menatap kosong banyaknya gedung bertingkat dari atas roptof sekolah. Embusan angin yang sesekali menggerakan rambut nya yang tak menunjukan bentukan sempurna, membuat cowok itu hanya diam tanpa tau ingin melakukan hal apa.
"Seorang manusia membutuhkan ruang untuk sendiri. Ga perlu takut untuk melawan. Terkadang, bersikap seolah tidak terjadi apa-apa adalah hal sulit untuk bisa dilupa dalam waktu yang singkat."
Rafa menghela napas. Ucapan Gavin waktu itu seketika terlintas dalam benaknya. Sudah beberapa tahun lamanya dia berpisah dengan laki-laki itu. Memfokuskan pandang menatap satu persatu bangunan kota yang menjulang tinggi, membuat dua tangan Rafa terselip masuk kedalam saku celana. Pikirannya terasa sedikit lebih baik. Cowok itu menatap sekilas luasnya langit yang tak berujung. Berjalan pelan ke satu titik, membuat Rafa-cowok jangkung dengan tatapan elang itu mulai mengubah posisinya untuk duduk di sebuah kursi yang terletak tak jauh dengannya. Kedua matanya memejam dengan tangan yang menjadi bantalan untuk kepala bersandar.
"Raf."
Rafa masih terdiam. Suara itu terdengar seperti sebuah halusinasi belaka ketika mengingat tidak pernah ada satu orang pun yang berani menaiki atas roptof kecuali dirinya.
"Kamu tidur?"
Dua mata Rafa membuka. Suara itu ternyata bukan halusinasinya saja.
"Lo ngapain?" kening Rafa berkerut ketika tidak sengaja menangkap sosok Afra tengah berdiri tak jauh dengannya-di belakang sana.
"Ada urusan sama gue?!"
Afra menghela napas ketika mendengar ucapan cowok di depannya itu. Menghilangkan kegugupan ternyata tidak semudah yang diucap oleh kata.
"Aku mau bilang makasih dan minta maaf." Dua tangan Afra saling menaut. "kejadian tadi pagi, aku mau bilang makasih karena mau nolongin aku. Dan maaf gara-gara hal itu, baju seragam kamu jadi kotor."
"Soal yang nampar kamu juga aku minta maaf. Aku ga sengaja." Afra menambahkan ucapannya yang belum selesai.
"Cuma itu?" Rafa masih setia dengan tatapannya yang mengarah ke arah depan. Tak sedikitpun menoleh ke arah belakang sekedar menghargai kehadiran Afra, membuat gadis dengan rambut panjang bergelombang itu menatap sebal ke arahnya.
"Kamu dengerin aku, kan?! Cuek banget sih. Aku bukan patung, ya!" Afra berujar kesal. Bagaimanapun juga, sikap cuek cowok itu mampu membuat amarahnya bangkit. Sifat sabarnya tengah diuji. Memejamkan mata rapat, membuat Afra memutuskan untuk sedikit mengikis jarak diantara keduanya.
"Aku mau minta maaf sama kamu." Afra kembali bersuara. Raut wajahnya nampak sedikit kesal ketika Rafa, cowok di depannya itu hanya diam-mengabaikannya yang tengah rela berdiri lama di bawah panasnya terik matahari.
"Lo boleh pergi dari sini."
"Kamu ngusir aku?!" Afra sedikit menaikkan nada suaranya. Terik matahari yang begitu menyengat tak sedikitpun membuatnya memutuskan untuk kembali ke ruang kelasnya.
Rafa mengembuskan napas gusar. Bangkit dari posisi duduknya, dua kaki Rafa melangkah maju ke arah depan. Sekadar untuk menjaga jarak dari gadis yang tengah berdiri tegap di belakangnya, tatapannya lekat menatap hamparan lapang yang begitu luas. "Minta maaf lo udah, kan?"
"Jadi, dimaafin?" kepala Afra memiring meski ia tahu kalau Rafa tidak akan melihatnya.
"Engga." Tubuh Rafa berbalik arah. Membelakangi sinar matahari yang menyengat, membuat cowok itu lekas kembali bersuara, "Gara-gara gue nolongin lo, baju seragam gue jadi basah."
"Siapa suruh mau nolongin aku." Dua tangan Afra melipat di depan dada. Tatapannya menajam, lebih tepatnya menatap kesal ke arah cowok di depannya itu.
Rafa yang mendapati respon yang seperti itu hanya menekuk wajah datarnya. Ingin kembali mengeluarkan suaranya terasa sulit ketika ia tidak pernah sekalipun berdekatan dengan yang namanya perempuan. Catat, tidak pernah!.
"Gue maafin lo." Menjeda ucapannya, Rafa memutuskan untuk melangkah maju melewati gadis di depannya itu sebelum pada akhirnya kembali bersuara di samping telinga gadis itu. "Cewek kalau minta maaf itu yang sopan. Gue nolongin lo karena lo itu perempuan. Perempuan itu dijaga, kan? Jangan marah-marah terus kalau lo mau kelihatan cantik, ra."
Tubuh Afra meremang ketika mendengar hal itu. Dua pipinya terasa panas. Bagaimana bisa cowok itu bersuara dengan nada rendah tepat di samping telinganya sendiri. Menoleh sekilas ke arah samping, netra hitamnya tak sengaja menangkap sosok Rafa yang masih berdiri tegap di sampingnya. Kepala gadis itu menunduk dalam. Tak mungkin jika ia memperlihatkan raut wajahnya yang sudah bisa ia tebak memerah, menahan rasa kesal dan juga salting yang terasa menyatu.
"Kamu itu bener-bener ya--"
"Apa?!" Dua alis Rafa menukik tajam. Mata elang dengan iris mata yang berbeda itu seolah mampu menghipnotis gadis disampingnya yang hanya diam-menatap lamat ke arahnya dengan raut wajah yang memperlihatkan warna merah yang merona.
"Ga jadi!. Ngomong sama batu hidup bikin jantung aku ga aman!" Afra cepat-cepat berbalik. Kesalahan terbesarnya adalah menemui cowok itu seorang diri tanpa meminta bantuan kepada Ayla.
"Kalau jatuh gue ga bakalan nolongin lo!"
Afra memutar bola matanya malas di sela langkah kakinya yang berjalan secara tergesa-gesa. Suara tawa kecil yang sempat ia dengar membuatnya bisa memastikan jika Rafa tengah menertawakannya di belakang sana.
"Rafa nyebelin!"
__________________________________________________
Al-Birru by : Gitar_senja 🦋
__________________________________________________
YOU ARE READING
Al-Birru (DIROMBAK)
Teen Fiction📌 GA FOLLOW GA ELIT 📌 "Kembali pulang jika lelahmu sudah usai." Rafa masih ingat jika ia terlahir bersama. Rafa juga masih ingat akan penyebab berubahnya sikap sang Papa terhadap dirinya. Umur tujuh belas tahun dimana semuanya berubah dengan begit...