"Mm..."
Rasa perih di pantat tidak begitu terasa jelas, melainkan hanya seperti di tepuk-tepuk untuk membuat anak kecil tertidur. Tapi mungkin karena ia tidak bisa melihat apa yang akan dilakukan Morgan, Bryan menjadi sedikit kaget setiap pantatnya di tepuk.
Plak!!
Tekanan bertambah, suara tamparan semakin besar, kali ini Bryan meringis kesakitan saat rasa perih menyebar di bagian pantatnya.
Bryan memejamkan matanya saat ada jeda sebelum tamparan selanjutnya di lakukan.
Dia bukan mama.
Bryan mengulang kalimat itu berulang kali.
Morgan melihat reaksi Bryan tidak terlihat begitu sakit, ia menambah kekuatan pada tangannya, dan mengayunkan tangannya ke arah pantat putih itu.
Plak!!!
Jejak telapak tangan membekas merah di pantat Bryan. Bryan mengerang kesakitan saat pukulan ketiga dengan kekuatan yang di tambah.
"Sakit?", Morgan mengelus pantatnya perlahan.
Bryan mengangguk.
"Coba pelan-pelan rasakan sakit ini. Di tahan rasa sakitnya.", Morgan mengayunkan tangannya lagi dengan kekuatan yang sama seperti pukulan sebelumnya, "Kamu pelan-pelan bisa merasakan nikmat dari rasa sakit ini."
Plak!!!
"Aaahh!!", tubuh Bryan bergidik hebat, ia meremas seprai kasur erat untuk menahan sakitnya.
Apakah benar, sakit bisa membawa rasa nikmat?
Mungkin untuk sekarang tidak.
Morgan menaikkan dagu Bryan agar mendongak ke atas, "Hitung sampai 5. Jika ketinggalan, kamu hitung ulang. Mengerti?"
"Mengerti, Master.", jawab Bryan sambil menelan ludahnya.
Bryan sempat menatap mata Morgan barusan. Tatapan yang seperti bisa menelannya hidup-hidup. Dingin, tak terdeteksi, tidak bisa di pungkiri, tidak bisa di baca, itulah tatapan mata Morgan barusan.
"Hitung, mulai.", bersamaan dengan ini, Morgan langsung mengayunkan tangannya lagi.
"Aaaa! Satu--!", Bryan meremas lengan Morgan yang berusaha menjaga tubuh Bryan agar tidak guling jatuh ke bawah.
Morgan mengayunkan tangannya lagi.
"Ugh! Dua..!", Bryan tidak bisa berpikir apa-apa lagi. Di pukul di tempat yang sama, dapat merasakan rasa sakit dan perih yang luar biasa. Seperti ratusan jarum yang menusuk kulitnya secara bersamaan.
Morgan terus memukul pantat Bryan yang cukup montok itu.
"Tiga..! Aaaa!", Bryan tersentak kaget karena Morgan tidak pukul sesuai tempo yang di perkirakan Bryan.
Sisi lain, dia mulai merasakan rasa lain selain sakit.
Morgan tersenyum tipis saat melihat reaksi Bryan di pukulan ketiga ini. Wajahnya sekarang menunjukkan bahwa ia sudah tahu semuanya.
"Empaaat!!", Bryan menunduk sambil memejamkan mata, berusaha menahan sakit seperti yang di perintahkan Morgan. Kali ini, ia mulai memastikan rasa yang tadi sempat muncul.
Rasa nikmat yang menyebar di saraf pantatnya.
Bryan mendesah kecil setelah pukulan keempat. Ia sudah mendapatkan rasa nikmat dari rasa sakit. Bryan menikmati rasa perih yang tersisa di pantatnya itu. Memanas, dan berdenyut.
Morgan tersenyum lebar.
"Aaahh! Lima!", suara erangan Bryan kali ini terdengar berbeda. Seperti suara nikmat yang di campur suara erangan sakit. Suara erangan yang merdu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dom Editor
General FictionBryan Terrance, seorang penulis terkenal yang di banggakan oleh Nehemiah Publisher di landa Writer Block -- sebuah 'penyakit' yang terjadi di setiap penulis, dimana seorang penulis tidak dapat menulis sebuah cerita, baik tahu jalan cerita atau tidak...