chap 1# Lust

73 7 69
                                    

Untuk chapter ini warning yah? (Nc 18 th keatas) yang gak merasa nyaman tolong skip ok!

Happy reading.

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Moshi...Moshi...Mommy ngirim uang lagi...?"

"Iya Ryo-chan, tak banyak tapi Mommy harap itu bisa membantumu."

"Mommy...aku kan sudah bilang gak perlu. Cafe ku juga sudah lumayan baik. Jika Daddy tahu nanti Mommy juga yang akan kena getahnya."

"Ini uang Mommy sendiri, gak ada hubungannya dengan Daddymu. Kalau kau memang belum membutuhkannya simpan saja dulu ok!"

"Haish...kenapa sih Mommy keras kepala banget!"

"Karena Mommy ini ibumu Ryo! Tak ada ibu yang tidak mengkhawatirkan anaknya...."

Ryosuke menghela nafas lelah, dia sedang duduk di bangku taman saat mendapat pesan dari M-Banking yang mengatakan ada uang masuk ke rekening nya.

"Tapi aku juga tidak ingin Daddy marah pada Mommy."

"Ryo-chan....bagiamana seorang ibu bisa diam saja sementara kedua anaknya entah sudah makan atau belum. Dan mengenai adikmu, coba lah bujuk dia untuk pulang ya nak!"

"Aku sudah berkali-kali membujuknya tapi tetap saja dia berkeras mau tetap disini. Mengenai sekolahnya Mommy tak perlu kuatir. Nilai Yuri meningkat seperti biasanya. Dan dia memegang peringkat tertinggi disekolah tahun ini."

"Yokatta..." Ryosuke sempat tertegun mendengar suara isakan lirih diseberang telpon.

"Mommy menangis?"

"Iie...Mommy terharu dan bahagia mendengar berita ini."

"Mommy..."

"Hiks ...Mommy merindukan anak-anak Mommy..." Ryosuke hanya bisa menghela nafas mendengar pengakuan ibunya itu.

"Gomene Mom...Ryo juga merindukan Mommy. Ayo kita ketemu akhir pekan ini..." putusnya kemudian. Ryosuke tidak pernah bisa membiarkan ibunya menangis.

"Nani? Mommy boleh main kecafe mu?" suara ibunya terdengar gembira.

"Tentu saja..." Ryosuke tersenyum. Matanya menangkap sosok yang berjalan kearahnya dengan tersenyum hangat. Ryosuke membalas senyuman secerah mentari itu dengan tak kalah hangat juga.

"Mom, aku harus pergi. Ini sudah jam 8 . Aku harus membuka cafe dulu."

"Wakatta ...hati-hati nak, Daisuki ne...!"

"Daisuki dayo..." setelah memutuskan sambungan telponnya Ryosuke melirik kearah manusia chibi nan imut yang kini sudah duduk disampingnya dan menatap kearahnya penuh selidik.

"Siapa? Koq bilang daisuki segala? Apa itu Yuri?" suara ketusnya membuat Ryosuke tertawa. Dia kemudian menunjukan layar ponselnya memperlihatkan riwayat daftar panggilan yang baru diterimanya.

Life (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang