2 - Prasyarat Pangeran

9 2 1
                                    

Hari sudah malam.

Aku duduk di kursi kayu, merasakan nyeri dan sakit di sekujur tubuhku.

Setelah beristirahat di sini, aku baru menyadari kalau tubuhku tidak sedang baik-baik saja. Walau aku sempat berganti baju, bajuku masih robek di beberapa bagian. Kakiku penuh memar dan goresan. Sementara yang paling sakit adalah bagian punggungku.

Aku menggapai-gapai belakang bahu dan segera merasakan sesuatu yang lengket di tanganku. Darah rupanya masih mengucur dari sebuah luka yang baru kutemukan ... atau lebih tepatnya, baru kusadari.

Youran: Sepertinya ini dari sabetan pembunuh malam kemarin.

Aku baru ingat, semalam ada yang menyerang kami di kaki gunung. Seorang pembunuh menebaskan pedang ke punggungku. Kalau saja Pengawal Lu tidak maju, aku pasti sudah mati.

Baru saja memikirkan Pengawal Lu, suaranya terdengar dari luar pintu.

Pengawal Lu: Nona, apakah Anda perlu bantuan saya?

Youran: Tidak perlu. Terima kasih.

Walau sakitnya luar biasa, aku terpaksa menahannya sendirian. Lelaki dan wanita memiliki perbedaan. Tidak mungkin meminta bantuan Pengawal Lu atau para bhiksu di sini.

Pengawal Lu: Nona, jangan sampai Anda infeksi seperti tahun lalu. Saya merasa sangat khawatir waktu Anda dua hari demam tinggi.

Youran: Bukankah sekarang aku baik-baik saja? Ayolah, ini hanya luka kecil.

Pengawal Lu: Nona, luka di punggung Anda cukup parah. Akan sulit kalau Anda mengobatinya sendiri.

???: Kalau begitu biar aku saja yang membantunya.

Pengawal Lu: ......

???: Minggir!

Suara itu ... apakah itu Ling Xiao?

Pengawal Lu: Hormat hamba, Pangeran.

Ling Xiao: Buka pintunya!

Pengawal Lu: Ini ....

Youran: Pangeran, jangan keterlaluan. Saya ....

Tidak menunggu lama, terdengar suara tendangan dan pintu kamarku segera terbuka dengan suara keras.

Ling Xiao berdiri dengan tangan terlipat di belakang punggung. Satu lirikan matanya segera membuat Pengawal Lu melesat pergi.

Merasa malu dan takut terlihat orang, aku segera beranjak ke pintu. Untungnya, pintu itu masih cukup kokoh dan bisa ditutup.

Youran: Yang Mulia, tidakkah ini sedikit tidak sopan?

Ling Xiao tidak menjawabku. Dia hanya meraih sebuah buli-buli dari lengan bajunya. Dia lantas melirikku seraya menyuruhku duduk.

Ling Xiao: Buka bajumu!

Pipiku memerah mendengarnya. Mau tidak mau, aku jadi ingat peristiwa ketika aku ditawan panglima pasukan kerajaan Ding. Saat itu, Ling Xiao berumur 14 tahun dan aku 16 tahun. Itu adalah pertempuran pertama Ling Xiao. Aku memaksa penasihat militer saat itu untuk mengajakku ikut. Sayangnya, saat aku mencoba memata-matai tenda musuh, aku ketahuan dan tertangkap.

Ling Xiao: Kenapa bengong saja? Memangnya tanganmu patah juga? Sini biar kulihat!

Youran: Tidak, tidak perlu!

Aku menurunkan bahu bajuku dengan terpaksa. Tahu kalau dia akan melakukannya kalau aku tidak mau. Kemudian, aku duduk kembali, sedikit merasa risih.

Ling Xiao: Tch! Sudah luka begini masih membandel.

Rintik Hujan Guntur Menyibak Takdir (MLQC Shaw Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang