5 - Dua Baris Syair

6 1 1
                                    

Di kerajaan Dayuan, ada tradisi sembahyang ke biara Buddha saat perayaan musim semi. Biasanya, aku akan ikut dalam rombongan para menteri utama. Kami akan bercakap-cakap tentang situasi pemerintahan setahun terakhir, melakukan prosesi lalu pulang ke rumah masing-masing.

Namun, tahun ini berbeda.

Ling Xiao mengumumkan kalau para menteri diberi libur tahun baru dan hanya keluarga kerajaan yang akan pergi bersembahyang. Hanya beberapa menteri tepercaya yang diberi tugas mengawal tugas-tugas vital pemerintahan.

Lalu aku diperintahkannya untuk pergi menemaninya.

Aku benar-benar tidak mengerti apa yang ada dalam pikiran Ling Xiao.

Setelah percakapan kami beberapa hari lalu itu, dia selalu memasang muka masam jika melihat wajahku.

Tidak hanya mencopot jabatanku, Ling Xiao juga tak pernah mengungkit namaku dalam majelis kerajaan.

Beberapa menteri pernah datang kepadaku. Beberapa dari mereka mempertanyakan kesalahan apa yang kulakukan pada Ling Xiao hingga aku dilengserkan begitu saja. Beberapa lagi memintaku membujuk Ling Xiao agar tidak membiarkan kursi permaisuri kosong terlalu lama.

Aku jadi pusing tujuh keliling.

Dan hari ini, pada hari keberangkatan, entah mengapa, saat ini dia justru menyuruhku masuk ke dalam keretanya. Kalau dia tidak suka melihatku, bukankah seharusnya dia menyuruhku jauh-jauh saja?

Aku benar-benar merasa ragu saat meraih tangannya lalu masuk ke dalam kereta. Untuk sesaat, aku membisu dan hanya mengamati kereta ini.

Kereta kaisar tentu saja berbeda dari kereta sederhana yang membawa kami dari Gunung Zheng dulu. Kereta kencana itu diiringi dayang dan pengawal-pengawal bersenjata. Penduduk akan berlutut ketika kereta itu melintas.

Duduk dengan Ling Xiao lagi dalam kereta membuatku kikuk. Mendadak, aku merasa perjalanan ini lebih panjang dari biasa. Merasa bosan, aku memperhatikan Ling Xiao di depanku. Saat ini, dia mengenakan pakaian yang lebih sederhana.

Dia tidak mengenakan mahkota. Hanya pakaian sutra ungu tua yang terlihat serasi dengan rambutnya. Jubah bulunya juga tampak biasa saja. Hanya sulaman naga itu yang menegaskan kedudukannya sebagai penguasa negeri ini.

Diam-diam, aku membayangkan bagaimana seandainya Ling Xiao tetap menjadi Ling Xiao. Bagaimana seandainya kehidupan kami sama seperti dulu. Mungkin, kami akan bisa lebih bebas dari saat ini.

Mungkin, aku tidak akan pikir panjang untuk berada di sisinya, melalui suka duka kehidupan dunia ini.

Ling Xiao: Sudah puas memandangku?

Youran: ... aku? Mana ada!

Wajahku seketika memanas, merasa ketahuan. Aku hanya menggosok-gosokkan tanganku. Mungkin, rasa gugupku membuatku merasa kedinginan.

Ling Xiao menarik napas panjang. Dia lalu menyuruhku mendekat. Mulanya, aku ingin menentang. Akan tetapi, sekarang dia adalah kaisar. Kalau sikapku diketahui orang di luar, itu akan merugikan posisinya.

Aku akhirnya mendekat ke arah Ling Xiao. Ling Xiao kemudian menyingkap kain jendela. Segera saja, aku melihat pemandangan yang asing. Biara kerajaan yang kutahu masih berada di wilayah ibukota dengan jalan penuh deretan toko dan kios panjang. Bukan deretan pepohonan seperti ini.

Pantas saja, udaranya memang terasa agak dingin.

Youran: Ini ... apakah kita sedang pergi ke Gunung Zheng?

Ling Xiao mengangguk seraya menyeringai. Dia berdecak, mengambil sehelai selimut lalu menyelimutiku erat-erat.

Ling Xiao: Melihatmu begini, kau benar-benar seperti kelinci.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rintik Hujan Guntur Menyibak Takdir (MLQC Shaw Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang