Vote sebelum baca 🌟
Gadis cantik itu meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Bekerja seharian bersama anak kecil memang sangat melelahkan. Menguras banyak tenaga. Lebih melelahkan daripada menipu.
Tatapannya teralihkan ke Erlan yang tertidur pulas setelah di dongengkan. Wajah pangeran kecil itu tampak begitu damai dan nyaman. Bahkan Erlan tersenyum di dalam tidurnya. Membuktikan betapa senangnya Erlan hari ini.
Ophelia menghela nafas panjang. Sedikit bersimpati pada Erlan mengingat pangeran itu selalu diabaikan dan ditelantarkan orang lain.
Lantas, ia pun menunduk. Mengecup puncak kepala Erlan. 'mulai hari ini dan seterusnya, aku akan memuluskan jalanmu hingga menjadi kaisar. Kau tidak akan mengalami penderitaan lagi, Erlan.' bisik batinnya.
"Selamat malam, pangeran." Memberikan kecupan terakhir di kening Erlan sebelum keluar dari kamar.
Ophelia tak langsung kembali ke kamar pribadinya, melainkan berjalan-jalan dulu di luar. Mencari angin segar untuk memulihkan semangatnya.
Di sepanjang koridor, ia terus melangkah tanpa ragu meskipun sunyi dan minim cahaya. Hingga sampai lah dia di taman.
Setelah memastikan tidak ada orang di sekitar sana, ia pun merebahkan tubuhnya di atas kursi. Menikmati bulan purnama dan bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit.
Senyuman terbit di bibirnya melihat keindahan tersebut. Terlebih lagi, keadaan mendukungnya. Hening dan sunyi.
"Kalian yakin di sekitar sini tidak ada orang?" Tanya seseorang menganggu ketenangan Ophelia.
"Iya, tuan. Kami sudah memeriksanya."
"Baguslah. Sekarang aku bisa menghajar bocah songong ini sepuasnya." Kekeh orang itu terdengar puas.
"Jangan sungkan, tuan. Hajar saja dia sepuasnya karena sudah berani mempermalukan tuan muda di hadapan semua orang."
"Kalian pikir aku akan diam saja? Majulah kalian semua! Aku akan membuat kalian menyesal mengangguku."
Ophelia bangun dari kursinya, kemudian mendekati asal suara.
"Hei, Raphael bodoh. Biar ku beri tahu kau satu hal menarik. Adikmu berada di bawah kuasa bibiku, kepala pelayan istana kaisar. Kau tahu artinya itu?"
Dalam sekejap, Ophelia langsung mengenali Raphael yang dimaksud, yaitu seorang figuran dalam novel yang sangat ahli berpedang.
Di masa depan, Raphael akan menjadi panglima perang kekaisaran. Raphael akan menjadi pedang bagi Erlan.
"Adikmu akan berada dalam bahaya jika kau berani melawanku. Mungkin saja dia akan dihukum berat dan diganggu oleh semua pelayan."
Ophelia mempercepat langkahnya. Ia menjadi tidak sabar menolong Raphael dan menjadikan Raphael orangnya.
Sekarang, Raphael merupakan sosok yang paling dibutuhkan oleh Erlan. Keberadaan Raphael bisa membantu Erlan menjadi lebih kuat dan tak terkalahkan. Setidaknya, Erlan bisa melawan di saat diperlakukan dengan tidak adil.
Erlan yang sekarang masih terlalu lemah. Mudah menangis, kecil, rapuh, polos, dan pengecut.
"Jadi, diamlah, bodoh. Terima saja hukumanmu supaya adikmu aman."
Ophelia berlari kencang ke arah sekelompok ksatria yang tengah menganggu Raphael. "Berhenti!" Berdiri di depan Raphael, seakan siap menjadi tameng Raphael.
Mereka mengerutkan kening heran melihat kemunculan Ophelia yang begitu tiba-tiba.
"Siapa kau?"
"Beraninya mencampuri urusan tuan kami."
"Menyingkirlah sebelum kau menyesal."
Ophelia tak ciut sedikit pun meski diancam oleh para pria berbadan besar di hadapannya. "Kalian tak perlu tahu siapa aku. Yang perlu kalian tahu, perbuatan kalian bisa ku adukan pada kaisar."
Para ksatria itu saling bertukar pandang, lalu meninggalkan Ophelia dan Raphael tanpa perlawanan. Mereka takut Ophelia benar-benar mengadu ke kaisar.
Kaisar pasti akan menindak tegas para ksatria yang berani menganggu ksatria lainnya.
"Terima kasih telah menolongku tapi jangan ikut campur dalam urusanku, nona."
Ophelia seketika berbalik mendengar perkataan menusuk Raphael. Tatapannya terlihat sangat kesal. "Apakah begini caramu berterima kasih kepada orang yang berusaha menolong mu? Apakah kau tidak tahu bahwa jantungku sangat berdegup kencang saat berhadapan dengan pria sebesar mereka?" Omelnya.
Raphael meringis, merasa bersalah. "Maksudku, nona bisa terkena masalah besar jika ikut campur dalam urusanku."
Ophelia ber-oh ria. "Tidak masalah. Sebesar apapun masalahnya, aku pasti bisa menghadapinya." Sahutnya songong sembari mengibaskan rambutnya.
Raphael tertawa kecil melihat sifat Ophelia. "Bagaimana nona akan menghadapi para pria besar tadi jika mereka hendak memukul nona?"
Ophelia menggaruk pipinya canggung. "Tentu saja aku akan bersembunyi di belakangmu."
Raphael semakin tertawa mendengar jawaban jujur gadis di hadapannya sedangkan Ophelia terpana melihat ketampanan Raphael saat tertawa.
"Nona memang sangat menarik. Namaku Raphael. Siapa nama nona?"
"Ophelia." Jawabnya cepat. Takut ketahuan sedang mengagumi.
Raphael tersenyum manis. "Sekali lagi, terima kasih sudah berinisiatif membantu ksatria rendahan sepertiku, Nona Ophelia. Bagaimana aku harus membalas Budi nona?"
Ophelia menyatukan jari telunjuknya ragu sembari menatap Raphael tak enak. "Uhm, kalau kau tidak keberatan. Aku ingin kau membantu Pangeran Erlan dalam berpedang. Apakah bisa?"
Raphael terdiam sejenak. "Maaf, nona. Aku tidak bisa bergerak bebas karena aku ksatria pilihan kaisar. Kaisar menuntutku untuk selalu berada di tempat latihan."
"Tenang saja. Aku akan mengurus semuanya." Sahut Ophelia semangat.
Raphael tersenyum tipis. "Nona memang sangat menarik. Pemberani dan penuh semangat. Aku menjadi tidak sabar mengenal nona lebih dalam lagi." Lirihnya tanpa disadari oleh Ophelia karena gadis itu sedang sibuk memikirkan rencananya.
Bersambung...
15/1/23
KAMU SEDANG MEMBACA
I Raised A Protagonist
ФэнтезиHal apa lagi yang lebih gila daripada masuk ke dalam novel sebagai figuran dan menjadi janda di usia 17 tahun?! Ophelia rasa tidak akan ada! Hanya dirinya lah yang mengalami hal gila tersebut! Menyebalkan sekaligus mengenaskan. Namun, bukan Ophelia...