ketiga

98 6 0
                                    

HUBUNGAN Yeonjun dan Beomgyu jadi kurang baik dalam beberapa hari terakhir. Meski Beomgyu masih menjemput dan mengantarnya pulang sekolah seperti biasa, namun Yeonjun merasa seolah ada benteng yang membuat mereka jadi berjarak. Dan ini membuatnya merasa sangat tak nyaman. Udara di sekelilingnya seolah terbuat dari duri tajam setiap kali ia mengobrol basa-basi dengan Beomgyu dan obrolan itu dibalas dengan sikap yang amat canggung. Itu sangat mengganggu Yeonjun. Oleh sebab itu, Yeonjun mengajak Beomgyu bertemu di suatu siang. Ia perlu meluruskan sesuatu.

“Aku mau ngomong sesuatu.”

Sorot mata Beomgyu tampak takut. “Ngomongin apa?” ia bertanya ragu-ragu.

“Soal … yang kamu bilang empat hari lalu.”

“Oh, yang itu. Kamu … marah, ya?”

“Enggak. Kata siapa aku marah?”

“Jadi?”

“Ke gudang penyimpanan, yuk. Ngobrol di sana aja.”

Mereka menuju gudang penyimpanan sekolah yang merupakan tempat Yeonjun mampir sehari-hari untuk mengecek beberapa peralatan kelas. Pintu pun tertutup di belakang mereka begitu Yeonjun masuk paling terakhir. Setelah itu, Yeonjun menutup semua gorden lalu menarik dua buah kursi untuk disusun berhadapan.

“Aku mau minta maaf,” Yeonjun memulai.

“Maaf untuk?”

“Maaf karena beberapa hari belakangan ini kita jadi nggak nyaman ke satu sama lain. Aku nggak marah, aku cuma … takut.”

“Takut kenapa?”

“Takut sama fakta bahwa … Beomgyu, di panti asuhanku, aku tuh udah sering diajarin kalo hubungan sesama jenis itu nggak boleh.” Yeonjun menunduk, sedangkan Beomgyu membisu setelahnya. Tergagap.

“A-Aku tau. Aku ngerti. Maaf. Seharusnya aku nggak bilang kayak gitu sama kamu. Seharusnya aku juga nggak boleh suka sama kamu. Kamu pasti jijik sama aku.”

“Yang aku takutin bukan itu, Gyu.”

“Terus?”

“Masalahnya, aku juga tertarik sama kamu. Dan aku, aku terus kebayang kata-kata dan semua nasehat mereka tentang ini dan itu, tentang manusia seharusnya jangan melawan kodrat yang sudah ada dari awal. Aku—”

“Sebentar. Kamu … kayak aku? Kamu nggak jijik sama aku karena aku suka sama cowok?”

Yeonjun menggeleng. “Aku nggak jijik atau pun takut sama kamu. Yang aku takutin itu sekelilingku, Gyu. Aku bukan kayak yang mereka mau.”

Beomgyu terdiam sejenak.

“Aku ngerti. Mamaku juga pernah bilang hal yang sama, kalau itu … nggak boleh. Padahal, andai aja Mama tau, sedari dulu aku juga nggak pernah hidup seperti apa yang mereka kira, Jun.” Beomgyu melafal setiap kata dengan hati-hati. “Tapi yang kamu bilang barusan … kamu juga tertarik sama aku?”

Yeonjun mengangguk pelan sekali. “Iya.”

Mereka berdua sama-sama terdiam, sampai akhirnya Yeonjun mendongak untuk bertemu pandang dengan Beomgyu. Mata Beomgyu berbinar senang, namun juga ragu. Sama ragunya dengan apa yang Yeonjun rasa. Sebab mereka berdua sama-sama tahu, mereka takkan bisa membawa perasaan itu ke mana-mana.

“Tapi kamu kepikiran kata-kata mereka, ya?”

“Iya.”

“Sama, aku juga kepikiran. Tapi, aku suka mikir juga. Bisa nggak ya, kita nggak usah pikirin mereka? Kita pikirin diri kita. Abaikan mereka.”

“Aku harap aku bisa. Tapi, apa yang bikin kamu suka? Aku nggak sempurna.”

“Aku suka kehadiranmu. Cukup dengan kamu hadir, aku udah suka. Aku suka pribadimu.”

[Yeongyu / Beomjun] SURGA KITA SENDIRI - COMPLETED ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang