Kehidupan itu nggak kayak pantat bayi, halus dan mulus. Bukan juga kayak sinetron Indosiar yang dalam sekian menit tayang hidupnya udah berubah jadi enak. Bagi Geska, hidup itu kayak main rafting, medannya berbahaya. Bukan cuma andalin diri sendiri doang, yang namanya hidup ya enaknya berpartner. Kalo main rafting, kekompakan itu nomor satu dan harus menjaga satu sama lain biar nggak jatuh dan tetap seimbang. Makna berpartner dalam hidup nggak melulu soal pasangan, tapi setidaknya kudu punya orang yang bisa dijadikan tempat sambat. Sendirian ternyata capek, itu yang sedang dirasakan Geska. Udah berjam-jam meratapi hidupnya di depan jendela. Dari pagi belum mandi dan cuma makan selembar roti. Biasanya kalo lagi banyak masalah gini, tempat sambatnya cuma sama si cowok samoyed. Geska menyesal kenapa menghindar dari cowok yang selama ini seperti dopamine, kenapa juga nggak berani buat jujur kalo sebenarnya ia juga have the same feelings (maybe). Dasar tsundere, giliran nggak ada kontak begini baru deh digalauin.
"Geon lagi ngapain ya?" monolognya dalam hati. Rasanya ia ingin menertawai dirinya sendiri, jelas-jelas selama ini afeksi mereka satu sama lain udah selayaknya orang pacaran, tapi gengsi justru mengalahkan segalanya.
Enaknya kalo lagi galau gini dengerin lagunya Pamungkas plus ditemani rintikan hujan yang seolah membawa kembali sisa memori kemaren, biar nangis kejer sampe ketiduran. Tapi yang ada malah kebisingan yang sama sekali tak diharapkan.
PRANGGGGG
"AKU UDAH MUAK HIDUP SAMA KAMU" ucap perempuan paruh baya dengan nada tinggi.
"KAMU PIKIR CUMA KAMU AJA HAH?" jawab lelaki yang kini duduk di kursi roda.
"Denger ya, aku akan urus surat cerai kita secepatnya" ancam perempuan itu.
"Oh silahkan. Aku masih punya anak-anak"
"Hah? Nggak salah denger aku? Hahahahahaha"
"Kamu harusnya tau diri, kamu itu bukan ibu yang baik buat mereka"
"Apa buktinya? Ada juga mereka yang benci sama kamu. Dasar laki-laki nggak berguna"
"DASAR PEREMPUAN SIALAN. PERGI KAMU DARI SINI!"
"Kamu ngancem aku? Inget ya ini RUMAH AKU"
"Kamu-" ucapan sang ayah terhenti karena kehadiran Geska.
"Silahkan kalian lanjutkan. Aku nggak peduli" lalu Geska berlalu begitu saja, meskipun kedua orang tuanya meneriaki untuk kembali ke rumah karena diluar sedang hujan lebat. Namun ia menulikan pendengarannya. Lebih baik mendengar gemuruh hujan daripada harus mendengarkan orang tuanya yang hampir setiap hari bertengkar. Sejujurnya Geska sangat muak untuk terus bertahan di rumah yang baginya seperti neraka ini. Ia benci juga kenapa hidup ini dipenuhi oleh orang-orang sok bijak yang gemar memberi nasehat untuk "sabar, kuat, bertahanlah". Ia saja tidak yakin, kalo orang lain ada diposisinya apakah akan kuat sampai hari ini? Baginya hidup ini penuh kepalsuan, ia tersenyum dan tertawa setiap hari hanya untuk menutupi kesedihannya dan agar orang lain tak menganggapnya lemah.
Ditengah guyuran hujan yang setia menemani langkahnya tanpa tujuan, Geska semakin menangis kencang tatkala mengingat andaikan masih ada Geon disisinya. Pasti ia akan menumpahkan air matanya di pundak cowok berbahu lebar itu. Saking hanyut dalam pikirannya, ia sampai tak sadar telah diperhatikan oleh seseorang dari dalam mobil sedari tadi. Sosok cowok berkacamata hitam itu tak melepaskan tatapannya barang sedetikpun.
"Nggak, tolong, nggak, tolong, nggak. Hah kok malah nggak sih. Aduhhh" mungkin kalian akan mengira sosok cowok ini adalah cowok yang gahar karena penampilannya serba mahal dan menawan yang kini sedang
duduk manis di bangku kemudi civic hitamnya. Memang sih perawakannya tinggi menjulang, mana otot semua lagi. Tapi sekedar mau nolongin orang aja kudu cap cip cup. Siapa lagi kalo bukan Geon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled || NOREN GS
RomanceTentang Geon, Geska dan semesta. Jeno x Renjun Genderswitch