Lili menuruni vesmet putih kesayangan Jerka, mendekat pada kaca spion motor untuk memeriksa penampilan nya. Hm.. lebih tepatnya melihat poni, apakah berada pada tempat nya atau terbang terbawa angin."Masih rapi ko poni nya, takut banget."
Lili mengangguk, kemudian membenarkan tas, berjalan mendahului Jerka menuju ke dalam sekolah.
Pemuda itu melihat kekasihnya yang berjalan tanpa melihat kembali untuk minimal di ajak bersama menuju sekolah. Menghembuskan nafas berat, lalu bergegas mengejar Lili sambil menyugarkan rambut nya ke belakang.
"Li!"
Lili tidak berhenti apalagi menyaut, hanya memelankan langkah nya agar Jerka bisa mengejar.
Gadis itu harus cepat sampai di kelas, ia ingin bertanya apakah ada tugas yang ia lupakan? Karna ia tidak masuk semalam, ada acara keluarga.
"Kamu kenapa buru buru sih?"
"Gue mau nanya tugas."
Jerka hanya ber oh ria. Merangkul Lili agar bisa melangkah bersama dan agar satu sekolah bahkan dunia tau bahwa Lili adalah kekasih nya.
"Kamu kenapa ga bales chat aku, Li?"
Lili mendongak menatap Jerka sambil mengerutkan dahi bingung, "Gausah nanya beginian, gue lagi males berantem."
"Cuma bales chat, sesusah itu buat kamu?"
Lili menghentikan langkah, lalu di ikuti Jerka. Lili berdiri menghadap pada pemuda itu sambil menatap tak biasa.
"Udah gue bilang, gue lagi males berantem. Lagian udah ber ratus kali gue jawab pertanyaan lo."
"Apa? Karna kamu ada kepentingan lain dan chat ku ga penting, itu?"
"Egois tau ga lo." Ucap Lili malas, lalu melangkah kan kaki lagi, meninggalkan Jerka. Ia tak habis fikir kenapa Jerka tak lelah hanya untuk membahas itu terus menerus.
Ia sendiri lelah bukan main untuk bertengkar setiap hari dan setiap saat. Menurutnya, Jerka itu kekanak kanakan, ingin terus di mengerti dan di perhatikan. Selalu mencari ribut dengan segala ucapan atau tingkah menyebal kan nya.
Dan disana, Jerka menatap tak senang. Apa katanya? Egois? Bukan kah itu lebih pantas di tujukan untuk Lili?
"Lo yang egois Li! Lo ga pernah ngehargain gue sebagai cowo lo!"
Seruan Jerka mengundang banyak atensi murid, bahkan Lili yang sudah berjalan jauh dari nya mendengar seruan itu.
Sudah tak asing dengan Jerka dan Lili yang terus terusan bertengkar. Sudah tak asing juga dengan Jerka yang mengemis seperti itu.
Hanya agar chat nya di balas. Ingin kehadiran nya di hargai oleh Lili.
•••
"Gue.. gue gabisa, gue jenuh."
"Sesuai nama, brengsek lo Jerka."
Jerka menyipitkan mata, memperjelas penglihatan nya tepat di wajah Garda, sohibnya. Rasa rasanya ia sudah beribu kali menjelaskan pada sohibnya itu bahwa ia jenuh, ia butuh suasana dan orang baru, dan muak karna tak mendapatkan feedback dari sang kekasih.
Pacarnya, Lili, gadis yang terlalu mandiri, mengerjakan segalanya sendiri dengan bahu tegap dan kepala yang tak pernah menunduk. Gadis itu hadir seperti tak membutuhkan siapapun dalam hidup nya.
Lili adalah idaman semua kaum, bahkan tak aneh lagi jika kaum hawa modus untuk berdekatan dengan Lili. Siapa yang tidak menyukai gadis cantik, pintar, berbakat, mandiri, dan kaya raya seperti dia?